Sembilan: Healing

69 12 3
                                    

"Punya tipe-x ga?" tanya Dimas pada Tara yang duduk di sebelahnya. Bukan satu meja, beda barisan tapi sebelahan.

"Mau yang kertas apa yang cair?" ucap Tara bertanya balik. Kayak punya aja, pena aja masih sering minjem sama James.

"Yang cair, deh. Untuk garis tabel ini, kecoret,"

"Yaudah, bentar. Bang Jev, bagi tipe' cair, dong,"

"Yaelah, kirain lo punya," sahut Dimas mendelik, sementara Tara haha hehe doang.

Dug!

Nah, ini dia. Keluar juga kotak pensil legendaris Jevan.

Ukurannya 3x lebih besar dari kotak pensil pada umumnya. Ga besar-besar banget sih, sebesar buku lks. Dibukanya resleting itu perlahan, agak kesendat ditengah jalan karna emang usia kotak pensil itu udah ga muda. Bisa dibilang tahun ini kotak pensil itu berusia tujuh tahun, jadi maklum resletingnya udah agak seret. Di rogohnya kotak pensil itu dalam-dalam karena emang banyak isinya, udah berasa toko alat tulis berjalan sangking lengkapnya.

"Nih. Balikin ya, anjing. Awas ilang," peringat Jevan dengan tatapan tajam.

Tara menerima sodoran itu, "Iya, Bang, aman. Nih, Mas,"

"Agak ambigay, ya, manggilnya," celetuk Husein setengah terkikik di belakang. Tara dan Dimas langsung mendelik tajam.

"Udah, weh. Nulis dulu," tegur Naendra memperingati.

Kelas mereka lagi pelajaran Pak Samsul. Itu loh, guru yang nyuruh murid-murid buat nempelin gambar pahlawan didepan buku, alias guru mapel sejarah. Pelajaran Pak Samsul bisa dibilang santai, buktinya ini satu kelas pada mondar mandir dan ngobrol sana sini ga di tegur sama beliau. Yang penting ga keluar-keluar kelas dan tugasnya diselesaikan udah aman. Gurunya juga asik diajak bercanda, beda sama Bu Amber yang selalu serius dan tegas dalam jam ngajar. Jadi mereka bener-bener santai tapi masih dengan rasa hormat, ga semena-mena.

"Pak, Pak, Bapak tau ga, ular apa yang punya bisa?" tutur Sagara tiba-tiba yang membuat Pak Samsul yang sebelumnya lagi fokus ke hape jadi noleh.

"Ular yang punya bisa mah banyak atuh, Gar," jawab Pak Samsul.

"Ya iya, jadi jawabannya apa?"

"Ini kalo aing jawab, aing takut dijebak. Bilang gatau aja deh,"

"Gatau Bapak, Gar. Apa atuh?"

"Ya sama, Pak. Saya juga gatau, makanya nanya ke Bapak," ucap Sagara santai, sementara Pak Samsul pengen banget rasanya ngelempar tas laptopnya ke Sagara. Sementara yang mendengar pertanyaan Sagara mati-matian nahan ngakak, bahkan Naendra yang daritadi fokus nulis tangannya jadi bergetar karena ga sanggup ngeliat muka tertekan Pak Samsul. Sagara emang jago banget bikin orang kesel.

"Pak, ular kobra punya bisa, gak?" tanya Sagara lagi setelah beberapa saat.

Pak Samsul menghela napasnya kasar. Perasaan mau nyantai ngescroll pesbuk daritadi susah amat, "Ya punya,"

"Nah, itu Bapak tau. Tadi saya tanya Bapak ular apa yang punya bisa Bapak bilang gatau. Gimana sih, Pak,"

"MANEH TEH MAU AING GAPLOK PAKE SEPATU PANTOPEL AING YAK? TINGGAL LEPAS INI TERUS AING LEMPAR SAMPE KEPALA MANEH BENJOL!"

"WEKAWEKA, BERCANDA DOANG, PAK!" ucap Sagara ketawa kenceng. Disusul tawa anak kelas 10-3 yang bersahut-sahutan. Seneng banget mereka tuh ngeliat Pak Samsul dijahilin Sagara, udah ketiga kalinya termasuk hari ini.

Sementara yang dijadiin bahan ketawa cuma bisa ngelus dada sabar. Mau marah juga gabisa, tapi mau nerima juga rasanya berat banget. Lima menit setelah lelucon Sagara berhenti diucapkan, kelas mendadak hening dan mereka semua jadi fokus ngerjain tugas. Disinilah Pak Samsul bisa ngeliat murid-muridnya secara saksama, tiba-tiba rasa haru terbesit dalam hatinya. Kapan lagi coba bisa buat anak esema ketawa lepas kayak barusan?

[✓]〝BEST CLASS〞 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang