Empat

1.1K 150 24
                                    

Sejatinya, tubuh memiliki hak yang harus kita tunaikan dengan baik. Sekalinya diabaikan, dia pasti akan menagihnya pada kita walau entah kapan. Sepertinya hal itu mulai terpikir oleh Nabila, setelah sekian lama ia tidak pernah sakit, kali ini ia bahkan harus pasrah terbaring di ranjang rumah sakit dengan infus yang seperti mengikat ruang gerak tangan kanannya. Ia tidak mengira sampai harus di larikan ke rumah sakit, padahal semalam ia hanya merasa pusing dan sedikit lemas, tapi subuh tadi saat dia membuka matanya, ia merasa seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan saking lemasnya, kepalanya berat bukan main, suhu tubuhnya juga meningkat jauh dari batas normal.

Wanita yang berdiri di sampingnya mengatakan sudah jengah dengan Nabila. Sudah berkali-kali dia meminta Nabila berhenti bekerja di stasiun Radio, tapi tak di dengar gadis itu. Jika saja jam kepulangannya masih seperti dulu tidak apa-apa, masalahnya sekarang ini Nabila lebih sering pulang larut, bukan larut lagi nyaris pagi sebenarnya. Wanita itu bahkan pernah mencurigai pekerjaan anak gadisnya hanya karena jadwalnya yang tidak masuk akal.

"Kerasa kan sekarang?" Kesal bunda, ia melipat kedua tangan di dada dan matanya memicing tajam pada anak gadisnya yang berbaring dengan tidak nyaman.

"Lagian di radio itu kamu kerja apa sih, Bil sampai harus pulang dini hari. Masih mending jadi buruh pabrik, jam kerjanya jelas." Omel bunda lagi.

Si anak gadis mengerling lelah mendengar omelan bundanya yang tiada henti bahkan sejak tadi ia masuk IGD. Selain tidak memiliki tenaga untuk menyanggah setiap kalimat bundanya, Nabila juga sudah kadung malas.

"Kamu gak masuk kerja, Bang?" Tanya bunda pad Danil yang juga berdiri di situ menyimak bagaimana adiknya diomeli.

"Udah terlanjur Bun, Abang izin aja." Sahutnya santai.

Tadi pagi saat mendapati Nabila dengan tubuh demamnya, bunda riweh sekali meminta Danil mengantarnya ke rumah sakit, kebetulan ayah mereka masih dinas di luar kota.

"Bunda kalau mau pulang dulu gapapa, biar abang yang jagain adek." Ujar Danil.

Bunda mengalihkan pandangan pada Nabila, bingung. Meskipun kesal tetap saja sebagai seorang ibu dia tidak bisa tidak mengkhawatirkan anaknya yang sedang sakit.

"Gapapa bunda di sini aja." Sahutnya, menarik kursi untuk duduk di samping ranjang Nabila.

"Tapi kan bunda belum makan, tadi sarapan juga gak jadi." Bujuk Danil.

"Iya ya, kamu juga belum." Monolog bunda pelan. Wanita itu kemudian berpikir beberapa saat, sesekali ia menatap Nabila dari ujung ke ujung, menyimpan khawatir akan keadaan gadis itu.

"Ya udah deh, bunda pulang dulu sekalian kamu ada yang mau dibawain gak, Bang?"

"Boleh ambilin HP aku ga, Bun?" Bukan Danil, malah Nabila yang menyahuti pertanyaan bundanya. ia bosan sedari tadi hanya berbaring tanpa melakukan apapun, setidaknya dengan memainkan ponsel dan berselancar di media sosialnya Nabila berharap bisa mendistraksi kemumetan yang dia rasakan.

"Gak ada main HP, Bila. Udah tau sakit ya ampun." Pekik bunda tidak habis pikir dengan kelakuan anaknya.

Danil hanya mencibirkan bibirnya, mereka seolah berkomunikasi lewat gestur kecil yang ditunjukkan tubuh mereka.

"Ya udah, bunda pulang dulu ya. Gak akan lama kok." Bunda mengelus dahi Nabila sebelum meninggalkan ruangannya.

Setelah bundanya pergi, Danil merebahkan dirinya di sofa yang juga ada di ruangan itu. Meski terlihat santai, matanya selalu awas memperhatikan Nabila yang sepertinya sudah sangat bosan, padahal baru ada setengah hari di rumah sakit.

Gadis itu hanya menatap langit-langit rumah sakit yang membosankan, sesekali mengalihkan pandangan pada Danil yang betah sekali memperhatikannya dengan mata elang itu.

Midnight Stories (Rony x Nabila) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang