Sembilan

1.3K 208 47
                                    


First of all maaf banget aku gak bisa up date kemarin, aku udah nulis di papan percakapan tapi mungkin gak sampai ke kalian. File cerita ini dan cerita aku yang satunya lagi rusak, beberapa part yang udah aku tulis ngilang gitu aja, dan kemaren aku gak bisa nulis mendadak karena malemnya aku ada kelas.
Jadi maaf banget baru bisa up 🙏🙏🙏

*
*

Sudah lebih dari lima belas menit, Nabila masih tergugu di lorong panjang rumah sakit itu, dia bukan tidak mau menemui Rony, ia hanya tidak merasa siap. Ada perasaan takut, sedih, khawatir, kecewa dan juga marah yang menjadi satu. Ia tidak pernah tahu sebelumnya kalau Rony sakit, dia tidak tahu bagaimana Rony bisa mendapatkan penyakit itu, lalu tiba-tiba tadi pria itu meneleponnya, mengatakan dia akan menjalani operasai hari ini. Rony bilang ingin bertemu Nabila sebelum nanti ia dioperasi.

Nabila menunduk sambil memainkan jemarinya, air matanya belum juga mau surut dan terus berjatuhan di pipinya, dia tidak ingin menemui Rony dalam kondisi seperti ini. Ia menarik napas berulang-ulang, berharap dadanya bisa lebih lapang, tapi ia rasakan malah seperti dadanya sedang dihimpit batuan besar. Kenapa sesesak ini. Gadis itu menengadahkan kepalanya berharap bisa menghalau air mata yang lagi-lagi lancang melesak keluar dari sudut matanya.

“Bil, gak masuk?”

Nabila langsung mengangkat kepala, melihat seseorang yang sedang berdiri di depannya. Orang itu Hana, dia masih mengenakan baju praktiknya.

“Kak..” Sapa Nabila, tangannya berusaha menyeka pipinya dengan kasar.

Hana kemudian duduk tepat di samping Nabila, awalnya Hana menatap lurus ke depan, kemudian ia menoleh pada gadis itu, wajahnya yang tampak berantalakan jelas menunjukkan emosi yang sedang dirasakan oleh Nabila. Sebenarnya pemandangan seperti ini tidak asing, dia sering sekali melihat kerabat pasien yaang terlihat sangat hancur dan sedih, bedanya sekarang, Nabila dan Rony adalah salah satu orang yang dia kenal, rasa empatinya muncul lebih besar dari biasanya.

“Rony bukan gak mau ngasih tahu kamu, dia Cuma bingung gimana ngasih tahunya dan takut bikin kamu khawatir.” Ujar Hana membuka percakapan di antara mereka.

Nabila melihat wajah Hana yang juga terlihat sendu. “Rony sebenarnya mulai ngeh dia sakit pas masih di Medan, tapi baru sempet periksa pas di sini.” Hana tersenyum simpul.

“Kak Hana dokternya bang Rony?”

Hana tersenyum lagi, kali ini dia menggelengkan kepalanya. “Bukan , aku masih internship di sini. Aku cuma nganterin dia ke temu dokter waktu itu.”

“Sakitnya Abang parah ya?” Tanya Nabila pelan.
Hana menarik napas dan mengigit bibir bawahnya pelan, dia memang dilatih untuk menjelaskan penyakit yang diderita seorang pasien, tapi kali ini situasinya berbeda.

“Sebenernya aku gak boleh ceritain penyakit pasien ke orang lain, nanti biar Rony yang ngasih tahu langsung ke kamu ya, tapi aku bisa bilang ke kamu kalau Rony masih punya banyak harapan, dia bisa sembuh kok.” Hana menepuk bahu Nabila pelan.

Mendengar pernyataan Hana, Nabila malah semakin takut, meski Hana mengatakan Rony masih bisa sembuh, tapi keputusan bahwa Rony harus di operasi membuat Nabila tidak bisa tenang, dan operasi otak bukan operasi kecil kan?

“Kamu belum mau masuk, Nab?” tanya Hana melihat Nabila yang masih terdiam.

“Bentar lagi Kak.”

“Aku balik ke state ya.” Pamit Hana, perempuan itu memberikn senyum manisnya sebelum ia pergi.

Nabila menarik napas panjang, sebelum ia masuk ke dalam kamar Rony sepertinya dia harus mencuci muka terlebih dahulu, ia yang menangis sejak tadi pasti sudah membuat wajahnya sangat berantakan, ia bahkan merasakan matanya memanas.

Midnight Stories (Rony x Nabila) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang