Hari yang Storm nanti-nantikan telah tiba. Hari pernikahannya dengan Lady Chelementine, putri dari Pangeran Bayron II. Pernikahan itu diadakan secara sakral di aula pada malam bulan baru dan hanya dihadiri oleh para keluarga terdekat saja. Meski tak ada seorang pun yang turut merasa bahagia atas penikahannya bersama Chelementine, Storm tidak masalah. Yang ia inginkan hanyalah menikah dengan gadis yang ia cintai dan juga mencintainya.
Dengan gaun pengantin berwarna merah dan selendang dengan warna yang senada, Chelementine yang didampingi oleh sang ayah berjalan dari pintu menuju ke arahnya. Di tangannya dia menggenggam sepuluh tangkai bunga primrose, bunga yang melambangkan cinta abadi. Meski wajahnya tertutupi tapi Storm sudah dapat membayangkan betapa cantiknya Chelementine di balik selendang itu, sehingga jantung Storm berdebar tak karuan seiring dengan langkah Chelementine yang semakin dekat.
Tangan Storm gemetar dan lututnya terasa rapuh ketika pengantinnya yang cantik tiba di hadapannya. Ada perasaan gugup yang luar biasa yang bercampur dengan rasa haru serta bahagia. Chelementine menyerahkan bunganya kepada Bron lalu mereka saling menggengam tangan satu sama lain di hadoan Goddess Servant.
Ritual itu dimulai dengan menumpahkan tiga tetes darah dari kedua mempelai ke dalam dua wadah berisi air suci lalu air bercampur darah itu ditukar kemudian diminum dengan tujuan untuk mengikat jiwa mereka ke dalam pernikahan yang abadi. Dalam tradisi Klan Redmoon darah lebih kental daripada sumpah, oleh karena itu ritual pernikahan dilakukan dengan meminum darah pasangan dan tanpa mengucapkan janji-janji pernikahan. Dalam tradisi ini pernikahan juga hanya dapat berakhir sampai maut yang memisahkan karena darah dianggap sebagai pengikat yang paling kuat, lambang dari dua jiwa yang menjadi satu.
Setelah ritual selesai Storm baru diizinkan untuk membuka selendang yang menutupi wajah pengantinnya. Storm menghembuskan nafas sejenak untuk mengusir rasa gugupnya lalu perlahan-lahan ia menarik selendang dari kepala Chelementine dan pikirannya berjalan dengan sangat lambat tak dapat memahami apa yang sedang ia lihat sekarang.
Sosok di balik selendang itu bukanlah kekasihnya, melainkan Lady Celeste.
Storm memandangi satu persatu keluarganya yang diam dengan wajah yang datar dan kaku. Mereka menatap Storm, pria yang telah berhasil mereka tipu. Hanya Bron, saudaranya, yang tampak terkejut akan hal ini. Sementara ayah dan ibu Storm mulai merasa gelisah takut Storm meledak sewaktu-waktu.
"What....is this?" tanyanya dengan nafas yang memburu. Tak seorang pun menjawab pertanyaan Storm, Celeste yang berdiri di hadapannya hanya dapat membisu seperti yang lain. Tak kuasa menahan amarahnya lebih lama Storm berkata dengan suara yang meninggi, "TELL ME, WHAT THE FUCK IS THIS!?!"
Celeste yang merasa takut langsung beringsut mundur dari Storm dan berlindung di balik tubuh ibunya. Sementara itu, Pangeran Bayron menghampiri Storm dan mencoba untuk menenangkannya, "Ini yang terbaik untukmu dan masa depan Sixtendecies, Pangeran Storm"
Storm mencengkeram pakaian Pangeran Bayron dan berteriak di depan wajah lelaki itu, "KEPARAT, KALIAN SEMUA MEMBODOHIKU!"
"Storm, lepaskan dia" titah sang ayah.
Storm masih mencengkeram pakaian Pangeran Bayron dan menatapnya seakan dia siap untuk membunuhnya, "CHELEMENTINE JUGA ANAKMU, TIDAKKAH KAU MEMIKIRKAN KEBAHAGIAANNYA?!"
Dengan suaranya yang tenang Bayron menjawab, "Semua ini aku lakukan karena aku memikirkan kebahagiaannya Storm, kebahagiaan Chelementine di masa depan"
"Sialan!" tangan Storm yang berpindah ke leher Pangeran Bayron membuat Lady Pharoh dan Celeste berteriak histeris. Bron hendak menarik saudaranya hingga suara Raja Tarquin memecah keributan yang terjadi di aula, "AKU BILANG LEPASKAN DIA STORM!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Of The Redmoon (Tamat)
RomanceWarning : Adult and explicit sensual content! Chelementine pergi ke Redtown untuk menghadiri pernikahan saudari tirinya, Celeste, dengan pangeran mahkota Storm Redmoon. Klan Redmoon telah menjadi penguasa Sixtendecies sejak kerajaan ini berdiri, nam...