ENAM

5.2K 167 8
                                    





"Tania..."Panggil Zea pelan, berdiri di dekatnya menghadap gadis itu begitu keduanya sampai di kelas."Tan, lo udah kerjain tugas biologi gak. "Ujarnya antusias.

Tania menoleh lalu mengangguk seraya menatap ke arah Zea,"Hm!"

"Mana tugas gue belum kelar lagi. Tan, gue boleh engga nyontek punya lo." Tanyanya pelan.

Gadis itu mengangguk seraya memainkan ponsel di tangannya. Tania membuka akun instagram miliknya akun yang sudah memiliki ribuan pengikutnya, namun sayang gadis itu jarang membuka akun itu. Beberapa menit kemudian Tania beralih menyimpan benda pipih itu di laci meja.

Zea menoleh seraya mencatat tugas, lalu berkata."Tan, kalo boleh tahu alasan lo pindah di jakarta karena apa sih gue pengen tau?" Tanya Zea penasaran.

Tania tampak berpikir sejenak seraya menatap gadis itu di dekatnya, mengaruk tengkuknya yang tidak gatal," Nyokap pindah tugas. Awalnya gue gak mau ikut nyokap pindah ke jakarta. Tapi karena nyokap pindah tugas dari rumah sakit cabang ke rumah sakit pusat, alhasil gue ikut nyokap pindah dan menetap sekarang di jakarta."

Zea mengganguk - angguk mengerti, seraya menatap Tania lekat."Oh-gitu ya, Tan."

Tania tidak menoleh tetapi tetap menyahut dengan sudut bibirnya terangkat."Ya, gitu deh!"

Suara langkah kaki terdengar dari luar kelas kini atensi siswi XII-IPA 1 beralih menatap guru di depan pintu melangkah 'kan kakinya menuju mejanya. Guru wanita itu mengedarkan pandangannya dan beralih duduk di kursinya. Dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.

"Baik, saya akan mulai mengabsen dan nama yang saya panggil. Silahkan kumpulan tugas ke depan." Dan siswa yang tidak mengejarkan tugas. Silahkan keluar!" Peringkat guru itu tegas.

Guru itu berdehem pelan seraya mulai mengabsen dan membuka lembaran-lembaran kertas absensi kelas di tangannya.

Tania duduk di tempatnya dan menatap ke depan dengan serius. Gadis itu mengikuti kelas dengan tenang. Ekor matanya memandangi laki-laki yang duduk paling pojok, yang sedang menatap ke arahnya. Gadis itu dengan cepat memutuskan padangan sepihak. Beralih menatap guru di depannya.

Setelah pelajaran pertama usai, gadis itu mengemas buku dan penanya ke dalam tas. Lalu beralih keluar kelas, "Z--Zea." Panggil Gadis itu pelan seraya mengikuti Zea yang sudah menghilang di balik pintu, gadis berkacamata itu—Zea Aliona Yuri teman sekelas Tania.

Dimalam hari, usai latihan renang Rega beralih menelpon bundanya. Nama bundanya selalu menempati urutan pertama room chat remaja laki-laki itu. Rega duduk di sofa seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Debaran jantung dari Rega lebih cepat dari biasanya kala mengingat raut wajah panik dari Tania Sean dan Galen melangkah ke arah Rega, dan berkata."Ga? Lo kenapa senyum-senyum?"

Rega menggeleng pelan sebagai jawaban. Dia menoleh ke layar ponsel. Namun panggilan dari Rega tak kunjung mendapat jawaban dari Iris-bundanya. Rega berdecak pelan, Dia mengais kunci dan jaket kulit dan segera keluar dari gedung. Sean dan Galen berteriak namun tidak mendapat jawaban dari laki-laki itu.

Di tempat parkir, Rega menaiki motornya. Ponselnya ia taruh ke saku celana. Mata tajamnya menatap lurus kedepan seraya memakai helm full face. Dia segera melajukan motornya, menuju apartemen.

Di balik helm full face yang dikenakannya, Rega menatap tajam jalan raya yang begitu padat di malam hari. Dengan banyak pengendara roda dua dan empat yang menerobos tidak tahu aturan, bahkan remaja laki-laki itu sudah melajukan motornya dengan kecepan di atas rata-rata. Agar cepat sampai di apartemennya.

Namun di perjalanan menuju apartemen, Rega memelankan laju motornya begitu melihat punggung seorang gadis yang di kendalinya di depan sana, dengan kantong kresek di tangannya. Mengigat sekarang pukul 9:00 malam, dan jalanan sudah tampak sepih. Rega menghampiri gadis itu yang masih berada di atas motornya, ia membuka helm full face menyugar rambutnya.

Tania begitu suara klakson motor terdengar, ia berbalik menatap laki-laki jakung di dekatnya. Dengan arah pandang tertuju padanya. Gadis itu refleks menutup mulutnya karena kaget, sedetik kemudian dia beralih menormalkan mimik wajahnya seraya menatap laki-laki itu.

"Lo? Jangan bilang lo ngikutin gue." Tuduh gadis itu.

"Yang ikutin lo siapa engga usah kepedean!! Gue biasa lewat di daerah sini karena apartemen gue engga jauh dari kawasan sini."

Tania menunduk karena berpikiran tidak-tidak pada laki-laki depannya."Rumah gue gak jauh dari sini. Gue biasa belanja di minimarket daerah sini." Ujar Tania seraya menatap laki-laki di depannya.

"Kalo gitu, lo boleh pergi." kata Tania melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, menunjukan pukul sembilan malam.

Laki-laki itu menatap Tania datar. Dia kemudian menepuk pelan jok motor seraya menyuruh gadis itu pulang bersama dengannya.

Tania menatap Rega dengan raut bingung."A-aku bisa pulang sendiri kok. Rumah gue gak jauh dari sini." Kata gadis itu menolak halus.

"Engga, lo pulang bareng gue. Gue cuman mastiin aja lo pulang selamat sampai rumah." Kata laki-laki itu cepat saat melihat Tania ingin mengeluarkan suaranya.

Mata Tania membulat sempurna. Dia menatapnya dengan protes."Tapi i--itu gue. Gue bisa pulang sendiri. Bunda udah nungguin gue, lo boleh pergi." Ujar Tania meyakinkan. Tentu, saja kalimat yang dia ucapkan hanyalah kebohongan.

"Lo gak aneh aneh, kan?" Tanyanya menelisik laki-laki di depannya.

Sampai akhirnya Rega mengajak Tania pulang bersama, dan segera mengulurkan helm di depan gadis itu."Naik, gak baik lo jalan sendiri. Apalagi lo itu cewek." Putus Rega cepat.

Tania mengangguk membetulkan, seraya melangkah ke arah jok motor laki-laki itu. Kemudian meraih helm di tangan Rega dan segera memakai kepalanya.

"Peganggan."

Rega berdehem pelan kemudian mulai melajukan motornya menuju rumah gadis itu.

Sampai di gerbang rumah, Tania turun seraya menyodorkan helm ke arah laki-laki itu dan tersenyum tipis ke arahnya."Thanks, lo udah nganterin gue!"

Laki-laki itu mengangguk pelan."Hm." Sahut Rega singkat.

Tania tersenyum tipis, menahan lengkungan di bibirnya, begitu Rega hendak melajukan motornya. Gadis itu masih menatap punggung lebar Rega yang perlahan sudah mulai menjauh.

To Be continue


Rega Argantara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang