DUABELAS

6.7K 186 68
                                    




Di dalam kamar, Iris mendekati Rega yang tengah memainkan game online di tangannya.Ya, laki-laki itu sedang berada di rumah orang tuanya karena paksaan dari Iris—bundanya. Meski ia sendiri tatkala selalu menghindari obrolan dengan bundanya yang menyuruhnya untuk menetap dan tinggal bersama dengan mereka lagi.

"Rega, waktunya makan. Bunda udah masakin makanan kesukaan kamu."Kata wanita itu, begitu masuk di kamar Rega

Rega beralih menyimpan earphone dan ponsel di atas meja. Tatkala ia mendengar suara lembut bundanya."Ya, bunda."Sahut laki-laki itu singkat.

"Bunda, tunggu kamu di meja makan.Ya, nak."Ujar wanita itu segera melangkahkan kakinya keluar.

Di meja makan, hanya suara dentingan sendok yang menemani keheningan itu. Ketiga orang itu pun sibuk dengan makanan di hadapannya. Sampai suara Adhitama memecah keheningan di antara mereka. "Kamu jangan buat masalah, ayah pusing dengerin keluhan guru kamu."

"Buat masalah?"Sahut Rega tak paham.

"Jangan pura-pura gak tau kamu? Kamu pikir apa yang kamu lakuian di luar sana ayah gak bakal tau, hah."

"Lalu dimana peran ayah, di saat anaknya sedang terbaring sekarat di rumah sakit."Kata laki-laki itu tersenyum miring. Saat mengingat kejadian tiga tahun lalu. Yang hampir merengut nyawanya.

"Kamu—"Adhitama hendak berdiri ingin melayangkan tamparan. Namun, dengan sigap Iris menahan pergelangan tangan suaminya saat ingin melayangkan tamparan di wajah Rega.

"Kenapa gak tampar?! Itu memang benarkan, yah?!" Sahut Rega.

Laki-laki itu menatap ayahnya dengan wajah yang memerah."Mas, Rega. Udah!"Kata Iris melerai keributan di antara kedua laki-laki itu.

Iris mengusap lembut lengan suaminya yang terhalang kemeja, lalu menatapnya dengan lembut ke arah laki-laki paruh baya itu. Saat suasana yang semula mencekam kini hening. Suara wanita itu kembali terdengar.

"Maafin ayahmu, Nak ."Begitu melihat tatapan Rega yang kosong dan kembali datar.

Rega kembali menyahuti ucapan bundanya, namun tatapannya tertuju ke arah lain. Dan kembali bersuara,"Hm."

"Bunda, Rega udah selesai."Begitu laki-laki itu meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja, Rega langsung melangkah pergi.

"Mau jadi anak apa kamu!"Teriak Adhitama, yang melihat punggung laki-laki itu yang sudah mulai menjauh.

"Ayah, belum selesai ngomong. Dimana sopan santunmu!"Kata Adhitama naik pitam.

Setelah pertengkaran hebat itu, Rega mengais jaket dan kunci yang masih tergeletak di atas sofa dan segera melangkah keluar. Laki-laki itu tidak melirik ayahnya yang terus berteriak memanggil namanya. Sampai di lantai basement, Rega langsung menaiki motornya dan memakai helm full face di kepalanya. Dan dia segera melajukan motornya menyusuri jalan raya yang penuh pengendara mobil dan motor.

Laki-laki itu kian cepat melajukan motornya dengan tatapan kosong."Sial!"Umpat Rega memukul stir motornya.

Di sekolah, Rega melagkah dengan cepat menuju loker sekolah. Mengambil seragamnya, lalu melangkahkan kakinya menuju toilet yang tidak jauh dari loker. Di dalam toilet laki-laki itu memakai seragamnya satu-persatu sehingga beberapa saat setelahnya Rega sudah rapi dengan pakaian sekolah yang melekat rapi di tubuhnya.

Rega melangkah pergi. Namun suara seseorang menghentikan langkah kakinya.
"Tumben lo ke sekolah pagi-pagi?"Ucap Sean melangkah mendekati Rega."Emang gak boleh?"Kata Rega acuh tak acuh

"B-boleh kok."Sahut Sean menyengir lebar."Yah... Yah main tinggal aja. Tungguin gue kali, Ga."

Rega tidak memedulikan ucapan Sean dan laki-laki itu memilih melangkahkan kakinya dengan cepat agar sampai di kelas.

Di dalam kelas, Rega menatap guru di hadapannya dengan tidak penuh minat. Alih-alih mendengarkan sang guru dia memilih menegelamkan kepalanya di atas lipatan tangannya. Sesaat kemudian dia sudah mulai hanyut dalam tidurnya.

"Yang berani tidur di jam mata pelajaran saya itu siapa?"Tunjuk guru itu ke arah meja paling pojok.

"Dia Rega Bu, cucu pemilik yayasan ini. Sekaligus pewaris Adiyatama group." Sahut Zaidan.

"Saya gak peduli. Mau dia cucu pemilik yayasan sekalipun, dia harus tetap di hukum."Jawab guru itu tegas.

Sean dan Galen menguncang tubuh Rega. Namun, sang empu tidak ada pergerakan sedikit pun di tubuhnya. Kedua laki-laki itu saling melirik. Sean tidak menyerah dia tetap membangunkan Rega. Meski hasilnya nihil! Rega saat ini sedang dalam masalah besar apalagi melihat guru itu sedang melangkah ke arah mejanya.

"Ga, bangun. Lo bisa kena hukuman Bu Farrah."Kata Laki-laki itu."Berisik."Rega menatap di sekitarnya, laki-laki itu belum menyadari guru yang mengajar di kelasnya tengah melangkah ke arah mejanya. Sesaat kemudian Rega melirik Sean dan Galen dengan alisnya terangkat.

Guru itu kemudian mendekati meja laki-laki itu. Dengan wajah yang memerah padam,"Kamu, Keluar dari mata pelajaran saya sekarang!"

"Sebagai hukuman, Kamu berdiri di tiang bendera sampai dua jam kedepan. Paham kamu!"Kata guru itu melipat tangan di atas dada.

"Dengan senang hati saya akan melakukannya. Pelajaran ibu sangat membosankan."Semua orang tercengang akan ucapan Rega barusan. Sontak saja kelas menjadi heboh dan fokus menatap Rega. Alih-alih takut, justru di luar dugaan laki-laki itu terlihat santai akan ucapannya.

Tubuh Tania mematung menatap punggung Rega yang sudah mulai menghilang di balik pintu, laki-laki itu menjalankan hukuman dari Bu Farrah selama dua jam kedepan dengan matahari yang mulai terik.

Di luar lapangan yang hijau, Rega sedang menjalani hukumannya peluh keringat membasahi wajahnya. Laki-laki itu tidak bergeming saat terik matahari yang mulai menyengat.

Tania masih memandangi Rega dari kejauhan dan sesaat kemudian, guru yang mengajar di kelasnya kembali mengalihkan atensi mereka. Dan kembali mengikuti pelajaran dengan tenang!

Dua jam kemudian pelajaran pertama sudah berakhir. Rega sudah keluar dari lapangan sambil menyugar rambutnya. Melihat Eleanor yang berdiri tidak jauh dari tempatnya saat ini, dengan sapu tangan kecil berwarna putih di sisi tangannya.

"Rega!"Panggil Eleanor pelan dan segera mendekati laki-laki itu. Dia sudah terbiasa mendapat perlakuan dingin dari Rega.

Eleanor menatap laki-laki di hadapannya, gadis itu mengulurkan sapu tangan di hadapan Rega. Dia melirik sekitarnya mendapati Tania tengah menatap ke arahnya dengan senyuman tipis tertuju kepadanya.

"Thanks, Lea."Kata Rega singkat.

Eleanor berdecak malas."Udah gue duga! Rega masih sedingin itu sama gue. "Gumamnya pelan.

"Ga?"Kata Eleanor ragu-ragu dan kembali menatap laki-laki itu di dekatnya.

"Hm."

"Itu g-gue, mau—" Kata-kata Eleanor terputus, gadis itu ingin mengungkapkan perasaannya kepada Rega. Namun, lagi- lagi dia urungkan niat itu.

"Eh,, itu gak jadi." Sahut Eleanor mengigit bawah bibirnya.

Keduanya pun berpisah di ujung koridor sekolah. Rega melangkah kian menjauh, Eleanor belum beranjak dari tempatnya bediri.Ya, gadis itu masih memandangi punggung Rega yang kian menjauh dari hadapannya. Beberapa saat setelahnya, dia pun beranjak menuju perpustakaan sekolah untuk meminjam beberapa buku.


To Be continue


Rega Argantara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang