TUJUH

5.6K 180 9
                                    




Di dalam kelas Tania mengeluarkan buku catatan kecil berwarna pink, Tania termenung sejenak seraya menatap lurus kedepan bertopang pada dagunya. Matanya jatuh pada soal yang belum ia kerjakan. Semalam selepas pukul 9:00 malam ia tidur lebih awal. Selagi guru di kelas belum masuk, ia mengais pena lalu mengerjakan soal-soal itu dengan tenang.

Pikiran Tania jatuh pada Rega, perlakuan laki-laki itu semalam membuat perasaan Tania rumit. Rega yang dicap tidak memiliki simpati sedikit pun justru selalu menolongnya. Entahlah Tania di buat binggung akan hal itu.

Tania menoleh ke arah meja paling pojok, namun dirinya malah tertangkap basah. Justru laki-laki jakung itu tengah menatap ke arahnya Tania.

Termenung sejenak, dia menatap Rega dengan satu sudut bibir terangkat. Sebelum memutuskan pandangan sepihak. Rega menatap punggung Tania dengan raut wajah kebingungan.

Tania menghela napas pelan seraya mengerjakan soal-soal di depannya sebelum guru yang mengajar di kelasnya datang. Matanya fokus memandagi soal-soal di depannya. Setumpuk rumus rumus fisika yang sangat menguras otak. Hingga sampai satu jam kedepan gadis itu sudah selesai dengan tugasnya.

Matanya menatap ke depan begitu guru yang mengajar di kelasnya datang. Dengan satu buku paket tebal di tangannya. Hingga pelajaran pertama pagi itu Tania mengikuti dengan tenang.

Setelah tiga jam mengikuti pelajaran pertama, akhirnya suara bel istirahat berbunyi dan kelas pertama sudah berakhir. Dua orang laki-laki melangkah menuju meja Tania. Gadis menatap dua orang laki-laki itu mengernyit bingung.

"Tania, lo siswi pindahan dari mana. Gue boleh gak minta lo ngajarin gue pelajaran fisika. "

"Tania, alasan lo pindah di jakarta karena apa?"

"Tania, gue boleh minta nomor HP lo gak?"

Tania tercengang mendengar penuturan dari teman sekelasnya, menatap mereka dengan sudut bibir melengkung senguman. Dia kemudian menjawab."Gue siswi pindahan dari bandung."

"Bunda gue dokter bedah yang di pindah tugas 'kan di rumah sakit pusat, sekarang gue menetap dan tinggal di jakarta." Ujarnya pelan.

Laki-laki itu menatap wajah Tania penuh dambah, atensinya tidak sedikit pun teralihkan menatap wajah Tania."Tan, lo tipe gue banget!!!"

Dua orang laki-laki itu belum beranjak dari meja Tania. Salah satu dari mereka menatap wajah Tania penuh takjub.

Gadis itu mengerjapkan matanya pelan sembari menggaruk tengkuknya seraya arah pandang tertuju pada dua orang laki-laki itu."Ada satu hal yang gak bisa gue ngasih tau. Itu gak penting amat."

"Tan, tapi boleh kan gue minta nomor ponsel lo." Tanya laki-laki itu lagi dengan antensi tertuju pada Tania meminta persetujuan.

"T-tapi itu."Jawab Tania pelan. Sedetik kemudian Tania mengangguk meng-iyakan." Boleh. Nanti kita bahas tugas disana. Nanti chat aja biar gue save back 0855-"

"Tania, gue tunggu lo di kantin."

Suara berat nan menakutkan seseorang tiba-tiba memotong ucapan Tania. Semua atensi kelas XII IPA-1 berbalik menatap Tania. Tatkala mendapati Rega menatap Tania dingin, seisi kelas heboh mendengar ucapan mengejutkan dari laki-laki berwajah dingin dan minim senyuman. Banyak bisik-bisikan dari para gadis yang menatap Tania seolah meminta penjelasan lebih dari gadis itu, siswi pindahan namun sudah merenggut atensi dari Rega.

"Tania, ke kantin sekarang" Panggil Rega dengan penekanan di akhir kalimatnya. Membuat gadis itu tersentak kaget.

Dengan cepat dia berdiri mengekori dan menatap punggung lebar Rega yang sudah mulai menghilang di balik pintu."Nanti setelah istirahat gue kasih."Ujar Tania cepat kemudian menyusul Rega.

Rega mendengus kasar dan berjalan pergi yang segera disusul oleh Tania dengan panik. Sedangkan dua orang laki-laki tadi mengangguk mengerti menatap punggung Tania dengan kecewa penuh harap.

"GILAAA! TANIA BARU MASUK AJA UDAH BUAT SEISI KELAS HEBO!

"G, Rega. Berhenti!!!" Pekik Tania keras berusaha mengatur napasnya yang terengah-engah yang tengah mengejar Rega yang melangkah dengan cepat.

Rega berhenti seraya arah pandang tertuju pada Tania yang tengah mengatur napasnya kini langkah laki-laki itu tidak secepat sebelumnya.

Di perjalanan menuju kantin, Tania dan Rega tidak mengucapkan kalimat apapun. Dua remaja yang berbeda gender itu hanya diam. Sampai sean Galen berusaha mendingan suasana yang tampak hening begitu melihat Rega dan Tania melangkah ke arah meja yang di tempati oleh keduanya.

Sedetik kemudian Rega menatap Tania dingin, gadis itu membalas tatapannya dengan kebingungan."Ga??? Gue ada salah??"
Rega membuang muka ke arah lain, dan tidak melihat ke arah Tania sedikitpun Tania membenarkan dari dugaannya. Bawah Rega tidak sedang dalam mood yang baik. Jadi dia lebih baik diam dan tidak menanyakan hal lebih yang dapat memicu amarah laki-laki itu.

"Tan, gue punya kabar buat lo!"

Tania mentap Sean dan Galen dengan raut wajah kebingungan."G-gue?" Tunjuk Tania pada dirinya sendiri.

"Ya elo lah. Siapa lagi. Nama lo udah trending topic di twitter resmi IHS pantesan aja banyak adek kelas yang ngedeketin lo." katanya terkekeh pelan.

Galen menimpali sambil membuka kulit kacang di tangannya. Dengan raut wajah sedih di buat-buat.
"Gue selama hampir tiga tahun sekolah di sini, engga ada cewek satupun yang naksir gue. Gini amat sih nasip wajah yang tampang pas-pasan. Ternyata selera mereka yang spek-spek Rega. Beruntung banget sih punya tampang kayak 'Rega', diem aja malah buat cewek-cewek histeris. "Tunjuk Galen ke arah deretan meja segerombolan cewek menatap ke arah Rega dengan tatapan tertuju padanya.

Sean menghela napas."Gal, kita bukan hanya kurang tampang doang. Tapi kita kekurangan dana."

Seketika suara tawa Tania mendominasi, ia memegang perutnya karena melihat dua laki-laki di depannya dengan lelucon konyolnya.

"Makan tinggal makan aja. Ngga usah pada ngebacot segala."

Sean dan Galen saling pandang wajahnya mendadak takut akan tatapan dingin dari Rega kemudian beralih melahap sisa makanan dalam piringnya dengan tenang.

Merasa mendapat tatapan dingin dari Rega, Tania menunduk seraya melahap makanan dalam piringnya tanpa mengeluarkan suara.

Rega menelisik wajah Tania, dengan arah pandang tertuju pada gadis itu. Wajah yang sempurna, kulit putih susu, rambut hitam legam, gadis itu benar-benar sempurna.

Setelah makan siang selesai, ketiga laki-laki itu bangkit keluar dari kantin sekolah."Ga, lo mau kemana." Ujar Galen melihat Rega yang tujuannya bukan ke kelas melainkan ke arah lain. "Atap." Keduanya mengekori laki-laki itu dari belakang.

Sedangkan Tania sudah beberapa menit yang lalu keluar dari kantin sekolah, melangkah menuju kelasnya menunggu pelajaran berikutnya.

"Ga???" Panggil Sean pelan begitu mereka sampai di atap sekolah. "Ga, lo kenapa sih. Lo ada masalah." Ujar Sean mendekati laki-laki yang tengah menyesap rokok di tangannya.

Rega menggeleng pelan seraya menatap hamparan gedung sekolah dari atap."Rega mana pernah punya masalah. Hidup dia sempurna kali Sean engga kayak kita" Timpal Galen membenarkan ucapannya.

Sean mengangguk yakin."E--tapi, Rega juga manusia--eh, itu." Kata Sean pelan menatap takut-takut pada Rega.

"Berisik. Minggir lo. Kepala gue makin pusing dengerin ocahan lo." Kata Rega melangkah menuju sofa merebahkan tubuhnya.

Sean dan Galen memilih bungkam dan tidak ingin menanyakan hal lebih pada Rega, dan memilih menyusul Rega di sofa. Remaja laki-laki itu memiliki akses tersendiri yang jarang anak IHS ketahui.

To Be continue

Rega Argantara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang