Prolog

3.5K 60 0
                                    

Royal Ruby Luxury Hotel, Jakarta


Tiga bulan lalu...

"Ugh!" Kepala Giselle berdenyut begitu hebat. Mulutnya rasanya seperti habis mengunyah kapas puluhan kilo. Terasa tidak nyaman. Matanya mengerjap beberapa kali untuk mencapai fokus dan mencari waktu agar otaknya bisa berfungsi dengan normal.

Di mana ini?

Ruangan ini masih gelap karena tirai jendela masih tertutup. Namun secara intuitif Giselle tahu jika sekarang sudah pagi, atau mungkin siang hari. Suara derung pendingin ruangan yang stabil pun menjadikan satu-satunya sumber suara ruangan yang sunyi ini.

Ah, dan tentu saja suara nafas Giselle dan pria asing yang tidur memeluknya kini.

Pinggangnya terasa berat, dan ketika pandangannya jatuh menuju sumber yang memberatkan pinggangnya, dia melihat lengan kekar melingkari tubuhnya. Pun akhirnya Giselle menyadari punggungnya terasa hangat karena pelukan dari pria yang Giselle masih belum menyadari dan mengingat siapa gerangan orang ini.

Astaga! Apa yang terjadi?!

Dengan sedikit panik, Giselle mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi tadi malam. Perlahan dia mencoba mengangkat lengan yang memenjarakan dirinya.

Pria di belakangnya tidak bergerak ketika dirinya berhasil beranjak dari ranjang yang berantakan. Matanya membelalak melihat 'kerusakan' yang terjadi akibat ulah mereka semalam.

Giselle mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari potongan bajunya yang berceceran di karpet lantai ruang hotel ini.

Astaga Giselle! Kau sungguh-sungguh bertindak gila semalam!

Gadis itu berhasil mengambil bra, celana dalam dengan warna dan motif senada, serta blus hitam dan rok span hitamnya ke dalam rengkuhannya. Tak lama setelahnya, dia segera bergegas ke toilet untuk mencuci muka dan segera kabur dari hotel ini.

Di kamar mandi pun Giselle memekik kaget melihat pantulan wajah dan tubuhnya yang polos telanjang. Bekas tanda cinta tersebar sepanjang leher dan dada Giselle. Bekas kemerahan yang timbul dari gesekan brewok tipis dan halus yang menghiasi dagu milik partnernya yang sukses membuat kulitnya berubah kemerahan pun terpampang di dada serta selangkangannya.

Seberapa liar mereka melakukan sesi percintaan semalam? Giselle benar-benar tidak mengenali dirinya yang sekarang ini. Dasar alkohol sialan! Bisa-bisanya Giselle melakukan salah satu kebodohan seperti ini?

Dengan tergesa-gesa Giselle memakai bajunya setelah dia mencuci mukanya dan menggosok giginya dengan kecepatan cahaya. Rambutnya lurus hitam dan panjangnya dia cepol asal untuk menutupi betapa berantakan dan kusutnya rambut tersebut.

"Kau benar-benar terlihat seperti pecundang, Giselle!" Dia merutuki dirinya sendiri. Setelah berhasil melakukan semuanya dalam kecepatan kilat, Giselle kemudian keluar dari kamar mandi dan mencari tote bag serta stiletto Monolo Blahnik miliknya. Tasnya berada di dipan, sedangkan sepatunya berada di dekat pintu masuk.

Mengendap seperti maling, Giselle berhasil meraih seluruh barang-barangnya dan kemudian bergegas membuka pintu agar jangan sampai membangunkan pria asing tersebut dan keluar dari hotel Royal Ruby ini.

Dahulu Giselle hanya tahu istilah walk of shame dari produk pop kultur seperti novel atau film-film Hollywood.

Pulang kembali ke rumah keesokan harinya dengan pakaian yang sama, disertai dengan penampilan yang meneriakkan kepada khalayak ramai, 'hey! Aku baru saja melakukan percintaan paling hebat sepanjang hidupku!'

Kursi Panas di KantorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang