Bab 16 - Brunch at The Opulent

307 18 0
                                    


GISELLE


Giselle paham benar jika mamanya tidak menyetujui pakaian yang dia kenakan saat ini.

Kemeja putih oversize yang Giselle gulung hingga ke siku, ditambah dengan celana fitted jeans berwarna biru tua, serta sepatu selop sederhana berwarna pastel nude dengan tinggi 5 cm menemaninya kali ini.

Wajahnya tidak dipulas make up berlebihan. Hanya merapikan alis, memakai sunscreen dan  tinted moisturizer kesayangannya dari Laura Mercier, lalu memakai lipstik soft pink yang senada dengan warna bibirnya. Tak ada riasan smokey eyes, atau rambut yang di blow up megah seperti yang biasa Giselle lakukan kalau dia niat hang out pergi keluar. Rambutnya dikuncir kuda untuk mempermudah mobilitasnya nanti karena dia berencana untuk pergi ke supermarket setelah selesai brunch kelak.

Penampilan yang simpel, effortless dan tidak terlihat 'memaksa' serta desperate dalam kamus Giselle.

Semoga saja Kelana mengerti gesturnya dan alasan implisitnya mengapa dia memilih memakai baju santai seperti ini. Dia tak begitu tertarik dengan brunch ini, tapi demi kesopanan dia harus datang. 

Jika Kelana memang pintar seperti yang dielu-elukan oleh mama, seharusnya dia mengerti ini.

Tadinya malah dia tergoda untuk memakai kaus oblong berwarna hitam dengan tulisan Jujutsu Kaisen yang dia beli di Uniqlo. Salah satu kaus ternyaman yang dia miliki.

Tapi dia mengurungkan niatnya karena tahu mamanya pasti akan tak akan membiarkannya keluar dengan baju seperti itu.

Mama meliriknya beberapa kali sebelum akhirnya menghembuskan napas panjangnya.

"Kamu tuh! Punya badan bagus bukannya dimanfaatkan dengan baik, malah pakai baju biasa seperti ini!" Mama mendengkus kesal sepanjang perjalanan menuju restoran The Opulent yang berada di Senayan.

Untungnya mereka pergi ke restoran The Opulent yang berada di Senayan, bukan yang terletak di Hotel Royal Ruby yang berada di Thamrin.

Jika mereka ke sana, Giselle tak yakin dia bisa berkonsentrasi sepanjang acara brunch nanti.

Pikirannya pasti melayang pada satu malam panas tiga bulan lalu di hotel tersebut, yang berawal dari bar restoran The Opulent yang terletak di Jalan Thamrin tersebut.

Giselle sudah biasa menerima kritikan dari mamanya. Dia hanya mengedikkan bahunya tak terlalu peduli.

Tujuan dia dalam brunch kali ini hanyalah mendapatkan kontak dengan keluarga Sastrowilogo.

Setelah itu, dia akan kembali bersikap profesional dalam mendekati keluarga konglomerat tersebut. Tidak ada niatnya untuk berhubungan romantis dengan mereka. Pasti akan rumit dan sebagian besar berlabuh pada rasa sakit hati.

Hampir semua konglomerat muda di lingkungan yang Giselle kenal adalah playboy sejati. Mereka hanya menghabiskan waktu dengan memacari dan berkencan bersama banyak perempuan, hingga akhirnya mereka menikah dengan jodoh yang telah dipilihkan orang tua mereka atas nama bisnis.

Setelah pernikahan terjadi, tentu ada yang berakhir harmonis dan membangun keluarga penuh cinta. Tapi tak jarang juga yang akhirnya menjalankan open marriage dan mencari kesenangan di luar bahtera pernikahan mereka.

"Kamu membuat Mama seperti overdressed begini," kritik mama sekali lagi.

Ya jelas saja berlebihan. Mama memakai setelan tweed Chanel berwarna pastel, dengan rambut sasak untuk menutupi rambutnya yang kian menipis, serta memulas makeup lewat MUA yang pasti sudah dikontak pagi-pagi buta oleh sang mama.

Tapi Giselle tak berbicara banyak dan hanya mengucapkan kalau mamanya cantik. Ucapan akhirnya membuat mamanya sedikit lebih tenang dan tak lagi mengganggu Giselle di dalam mobil Alphard yang dikemudikan supir mama ini.

"Tadinya Mas Suseno mau ikut, tapi ya karena ada ayahmu, akhirnya dia membatalkan rencananya," ucap mama tiba-tiba.

"Tapi tumben Mama mau bertemu Ayah dan makan bersama nanti," ucap Giselle dengan sedikit penasaran.

"Ya mau gimana lagi, kalau Mama tidak memaksa ikut, hanya ayahmu yang mendapatkan keuntungannya," jawab mama dengan gamblang.

Ucapan yang dilontarkan mama tanpa rasa bersalah tersebut sukses menorehkan luka di hati Giselle.

Tapi dia menelannya dan memilih untuk tidak berkomentar.

Dia sudah biasa diperlakukan seperti komoditas oleh kedua orang tuanya. Tapi tetap saja, setiap kali dia berada di situasi seperti ini–hatinya tak kuasa menahan sakit.

Perjalanan yang tak membawa kesan maupun rasa bagi Giselle akhirnya selesai juga. Mereka tiba di lobi hotel The Royal Ruby Senayan dan langsung menuju restoran The Opulent yang terletak di lantai dasar.

Suasana restoran jam sebelas siang ini cukup ramai. Beberapa pengunjung telah ramai dan berkeliling ke setiap seksi buffet.

Mama dan Giselle pergi ke ruang privat yang telah mereka reservasi. Di dalamnya sudah ada ayah yang duduk bersama ketiga orang asing di hadapannya. Ada satu orang laki-laki seumuran ayah, satu orang yang mungkin sepantaran dengan Giselle, dan yang terakhir satu orang perempuan yang mungkin seumuran dengan ayah.

Keluarga Sastrowilogo.

Mereka semua berdiri ketika melihat Giselle dan mama masuk ke dalam ruangan diiringi oleh seorang waitress.

"Giselle, Mira... " sapa ayah dengan senyum tipis yang terlihat dipaksakan.

Giselle menghampiri ayahnya dan memberikan pelukan singkat. Mama hanya menganggukkan kepalanya dan tak menyentuh ayah sedikit pun.

Mama justru berpaling kepada tiga orang asing yang ada di dalam ruangan tersebut seraya memberikan senyum lebar dan gigi putih mengkilatnya hasil veneer yang dilakukannya enam bulan lalu.

"Jeng Rahayu, apa kabar? Senang sekali akhirnya bisa bertemu di sini," ucap mama dengan ramah.

Dia mencium pipi kanan dan kiri selayaknya jika perempuan bertemu. Lalu menodongkan tangannya untuk berjabat tangan kepada Lukman Sastrowilogo. Salah satu pemuka dalam kerajaan bisnis Sastrowilogo.

"Selamat siang Pak Lukman, saya Mira. Istrinya Suseno Gumilar, ibunya Giselle juga," ucap mama mengenalkan dirinya.

Penuh kesopanan, Lukman Sastrowilogo membalas jabat tangan mama dan tersenyum sopan kepadanya. Mama lalu mengalihkan padangannya kepada satu pria yang Giselle tahu juga ingin segera meninggalkan tempat ini.

Kelana Sastrowilogo.

"Ini pasti Kelana ya? Tante dengar banyak hal tentang kamu," ujar mama basa basi.

Kelana menaikkan sebelah alisnya, meskipun sedetik kemudian mengubah raut wajahnya menjadi datar.

"Oh ya? Dengar apa saja tentang saya?" tanya Kelana dengan serius yang membuat mama sedikit tergagap.

"Uh ... hal baik tentu saja," kilah mama.

Sedetik kemudian, mama beralih menggandeng Giselle dan mengenalkannya kepada keluarga Sastrowilogo di hadapannya.

"Kenalkan, Jeng Mira, Pak Lukman, dan Kelana," ujar mama, "ini anak tercinta saya, Giselle Putri, cantik kan ya? Persis seperti saya ketika muda," tambah mama seraya tersenyum lebar dan bangga mengenalkan Giselle.

Sungguh, Giselle merasa seperti binatang peliharaan yang akan dipamerkan penjual kepada calon pembeli!

Sungguh, Giselle merasa seperti binatang peliharaan yang akan dipamerkan penjual kepada calon pembeli!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kursi Panas di KantorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang