"Jaga Baik Tapi....."

24 9 0
                                    





Meski Bunga ingin beristirahat karena tubuhnya sakit, tetap saja si sulung Danurdara ini tidak biso meliburkan waktunya begitu saja. Sebab, ayah dan ibu tidak menyukai itu. Bunga harus tetap melakukan aktivitasnya setiap hari setelah dimarahi dan dipukuli habisan kemarin malam.

Setelah ketahuan membolos sekolah dan menginap semalam dirumah Jaga, Bunga juga membuat masalah lain. Karang jatuh sakit karenanya hingga sekarang, penyebabnya anak itu mencari dirinya ditengah hujan lebat sore itu. Karang masih tetap peduli padanya meski ia selalu menggores kata menyakitkan untuk anak itu. Sepertinya, Bunga handal memberi masalah untuk semua orang.

Bunga menghela napas. Pergerakannya kali ini terbatas, sebab kali ini ayah memukulnya menggunakan tali pingganya. Mencambuknya bagai kerbau di seluruh tubuh, hingga Bunga rasa dengan bersentuhan kain baju pun sakitnya minta ampun. Luka-luka itu terus memenuhi tubuhnya tanpa jeda, menggerogoti kulitnya menjadikannya cacat seumur hidup.

Bunga tidak menangis saat-saat dirinya terus disiksa, namun Bunga hanya terdiam, hanya untuk merenungi mengapa jalan hidupnya seperti ini, dan tersenyum setelahnya. Bunga tidak akan berani benar melawan ayah atau ibunya, meski Bunga ingin mereka berhenti menghujaminya dengan rasa sakit.

"Lo sakit, ya? Pucet gitu".

Bunga menengadah kepalanya, gadis itu berhenti sejenak dari kegiatan mencatat buku teman sebangkunya sebab kemarin membolos.

Itu Jaga, si ketua osis dan himpunan pembinaan kesiswaan disekolah. Entah mengapa, usai kejadian waktu lalu, Jaga selalu mengganggu hari-harinya atau ini hanya sekedar perasaannya saja.

Bunga melengos dengan tatapan sinis. "Gak usah sok akrab kamu". Kembali Bunga mencatat sebab buku temannya itu harus ia kembalikan sebelum pulang sekolah. Dan Jaga menganggunya lagi hari ini.

Meski Bunga juga turut berterimakasib sebab Jaga menolongnya kemarin. Tetap saja, Bunga tidak begitu mengenal atau dekat pada remaja laki-laki itu, sehingga Bunga canggung pada orang baru seperti Jaga.

Jaga menggaruk tengkuknya. Benar juga, sebelum ini mereka berdua tidak mengenal dekat dan tiba-tiba dirinya mendekati gadis itu. Terasa aneh.

"Gue mau ikut duduk nih, boleh gak sih?".

"Kamu gak boleh duduk disini. Ini punya aku".
Jawab Bunga tanpa melihat bahwa Jaga sudah duduk di bangku bersamanya.

"Udah duduk nih gue, sorry ya". Jaga menjawabnya ketus, maksudnya sedikit meledek Bunga. Berhasil, Bunga menatapnya dengan sinis.

"Kamu kenapa kesini? Ganggu aku terus?". Tukas Bunga mendadak kesal setengah mati. Tidak sadar gadis itu sudah menutup bukunya.

"Itu cuma perasaan lo aja. Bisa berhenti mikirin aneh tentang gue? Buntutin lo misal?". Jaga menjawabnya tenang. Meski jujur ketika menatap wajah pucat pasi itu otaknya kembali teringat bagaimana gadis itu demam tinggi dirumahnya.

Terdengar Bunga menghela napas yang membuat senyuman Jaga mengembang. "Terserah". Kemudian Jaga kembali terkekeh kecil sembari melihat bagaimana Bunga kembali membuka buku dan menggores pena dengan terburu-buru. Gadis itu mengabaikan kehadiran Jaga disampingnya.

Bunga hanya perlu menyelesaikan catatan dan berniat segera mengembalikan buku teman sebangkunya. Bunga sudah berjanji untuk mengembalikannya secepat mungkin.
Dengan pergerakan terburu ini, Bunga harus menjaga bibirnya untuk tidak mengeluarkan ringisan karena lukanya. Ia tidak mau terlihat berantakan lagi didepan Jaga. Cukup kemarin saja Jaga dibuat repot karenanya.

Jaga masih disana ketika Bunga menutup kembali bukunya. Jaga hanya memandang bagaimana gadis itu membereskan semuanya dan hendak pergi.

Namun, Jaga dengan cepat menahannya pergi dengan mengamit pergelangan tangan gadis itu. Bunga terperanjat ditempat dan segera menghempaskan tangan Jaga untuknya. Bunga menatap Jaga marah, "Kamu jangan kurang ajar".

Jaga Bunga DikarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang