"Ardika"

21 4 1
                                        

"Hei! Jangan kabur! Tangkap dia!".

"Oi, sial! Bocah itu".

"Cepat, kejar! Tangkap anak sialan itu!".

Ia berlari sekuat tenaga, orang dewasa itu mengejarnya dibelakang. Ia beberapa kali menabrak orang dipinggiran jalan yang hampir pada sore ini. Ia beberapa kali menengok kebelakang, orang-orang berseragam SMA itu nampak begitu mengerikan.

Deru napasnya kasar, keringatnya becucuran, wajahnya pucat disertai robek dibibirnya hingga keluar darah. Seragam SMP nya berantakan dan kotor sana-sini --- terlihat ada tapak sepatu membekas di seragam sekolahnya.

Ia menegang, menelan ludahnya kasar. Arahnya berhenti, jalannya buntu. Segera ia membalikkan badan hanya untuk keluar dari sana. Ia harus menghindari mereka. Namun, terlambat.

Tubuhnya terhempas ke dinding setelah di tendang kasar oleh seseorang -- pula dengan gitar kesayangannya pun ikut terlempar jatuh kejalanan --- bibirnya meringis. Ngilu akan dadanya, ia yakin pasti akan menimbulkan lebab.

Orang itu meludah --- atau disebut pemimpin dari mereka -- orang-orang dewasa yang kerap merundungnya. Entah salah apa, yang jelas sudah hampir lima bulan ini ia mendapatkan perundungan.

Orang itu mengambil gitarnya, ia panik memohon untuk dikembalikan, namun sedetik gitar itu hancur berkeping --- dihancurkan dengan sengaja oleh orang -orang itu.

Bugh

ia memukul wajahnya --- Satria --- nama yang tertera di nametag laki-laki itu. Nafasnya berantakan, ia emosi juga lelah. Kenapa orang-orang ini terus mengganggunya.

"Sial, nyali lo gede juga ya". Satria berdesis, nampak keluar darah dari bibirnya.

Buagh

"Aakkhh".

Anak itu meringkuk dan pelan-pelan terjatuh terduduk ketika perutnya kembali ditendang keras. Anak itu terbatuk sampai keluar sedikit darah di bibirnya.

"Anak sial kaya lo itu berani mukul gue? Lo tau hukuman yang pantes buat anak kurang ajar kaya lo?". Ucap satria sembari menatap sengit.

Satria tertawa sembari menampar pipi yang sudah membiru dimana-mana itu, "Liat gue, gak usah tutup mata lo".
Ketika satria mulai mengayunkan kepalan tangannya ke udara, ia memejam. Ia pasrah, jika ia harus mati ditangan satria hari ini. Ia ikhlas.

Buagh

"Anjing, sial! Tangan gue!".

Ia membuka mata, teriakan satria begitu keras, ia terperanjat, didepan matanya ada satria berteriak kesakitan sebab pergelangan tangannya patah, ia panik dan kaget, apa yang terjadi?.

"Oi, lo gak papa?".













Puukk

Ia menengadah. Itu Jana.

"Lo gak papa?". Ucapnya halus.

Jana tidak menjawab, dengan tertatih ia duduk disamping anak laki-laki itu. Ia menyandarkan bahunya ke dinding.
"Malam ini lebih mencekam. Badan gue sampe kegantung tadi". Ucap Jana pelan sambil terkekeh.

Ini semua salahnya. "Gue minta maaf". Harusnya ia bisa menjual barang haram itu dengan harga yang seharusnya. Namun, bodohnya ia malah ditipu. Dan Jana kembali menjadi sasaran kekerasan, ia tahu apa yang dilakukan pria tua bangka itu kepada gadis seperti Jana.

Ya, menyicipi tubuhnya.

Jana berdecih, "Lo gak usah minta maaf. Maaf lo gak ada gunanya". Jana berhenti sejenak, ia melirik ke arah laki-laki itu. Ia menarik napas pelan. "Lo gak pulang? Udah berapa hari lo pergi dari rumah?". Tanya Jana.

Jaga Bunga DikarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang