Happy Reading! 🥰❤
Mobil yang disetir Denis membelah jalan raya. Hari ini terasa aneh, aku kehilangan selera untuk merokok setelah sarapan. Kami pergi ke pengadilan. Kak Hana membujuk Noah dengan segala cara agar tidak ikut, kami berpamitan akan menjemput Arshinta. Berbohong pada Noah, mobilnya tidak muat bila dia ikut. Kebohongan kesekian yang kami buat tentang Arshinta. Anak sekecil Noah tidak akan mengerti urusan perceraian dan memang dia belum waktunya mengerti.
Noah merengek dan menunjuk kenapa dua orang asing saja boleh ikut menjemput Arshinta sedangkan dia tidak. Dua orang asing yang dimaksud Noah itu temanku Denis dan Pak pengacara. Aku mengacak poni rambutku sama frustasinya dengan Kak Hana, menjelaskan pada bocah ini bahwa yang kami pakai adalah mobil milik Om Denis dan Bapak Tua itu yang tahu kemana arah rumah ibu Arshinta. Noah hampir percaya, tapi masih protes kenapa tidak pakai mobil ayah mereka yang di rumah, agar Denis dan Pak Pengacara pakai mobil sendiri.
Di saat ricuh itu, Mas Niko datang bak pahlawan penyelamat yang menjinakkan monster berbahaya berupa bocil kematian. Mas Niko menawarkan Noah agar ikut saja bekerja bersama ayahnya, nanti saat pulang janji membelikan mainan untuk Adik Arshinta. Ajaib! Noah langsung setuju. Kak Hana mengajak suaminya menjauh, guna bicara empat mata. Aku yakin pembicaraan suami-istri itu pasti tentang Noah yang akan sangat merepotkan pekerjaan Mas Niko, lebih baik dia dititipkan saja di rumah mertua. Kedua orang tua Mas masih lengkap dan tinggal tidak jauh dari kawasan Matrijeron.
Mas Niko juga sudah berhasil meyakinkan Kak Hana, keputusan diambil. Noah bersama Mas Niko, kami berempat pergi ke pengadilan lalu menjemput Arshinta.
Aku masuk mobil sambil melihat aura kecemasan Kak Hana, apakah Luna akan mengizinkan kami membawa Arshinta kembali? Entahlah. Aku juga tidak tahu, tapi selama kami punya kuasa dalam bentuk hukum, Luna tidak akan bisa berbuat banyak untuk menolak hal tersebut.
Aku menutup pintu mobil, mesin dinyalakan, keempat ban mulai berputar bersamaan di atas aspal. Aku jarang berdoa, tapi kali ini, doaku untuk putriku benar-benar tulus. Aku sangat merindukan Arshinta, meskipun tak pandai mengungkapkan dengan kata-kata sederhana seperti yang dilakukan Noah setiap saat kala bertanya padaku atau Kak Hana.
Dalam suara hatiku ini, aku merasa kembali kecil. Bertanya pada Tuhan.
Jahatkah diriku yang sedang berusaha ingin memisahkan seorang ibu dengan anaknya?
***
Sidang sebelumku baru saja selesai. Banyak orang keluar dari ruangan. Wajah-wajah muram, bahagia, lega, juga menangis. Perceraian dengan konflik macam apa yang barusan terjadi di dalam? Manusia memang penuh warna dan kejutan.
Kakiku berat nian melangkah ke dalam, menuntun Kak Hana dengan memegangi pundaknya. Menyiapkan hati, melihat wajah Luna, wanita yang kujanjikan sebuah ikatan seumur hidup. Wajah sama yang kutatap penuh percaya saat mengucapkan janji setia di hadapan pendeta gereja.
Dalam tuntutan yang kubuat, aku meminta hak asuh Arshinta karena ibunya sering menelantarkan Arshinta untuk bekerja dengan meminta Kak Hana sebagai saksiku di persidangan.
Surat panggilan sidang sudah jauh hari terkirim ke rumah Luna, meski aku sendiri yakin surat itu akan lebih banyak diabaikan. Pagi ini, menentukan segalanya. Aku bersama Denis dan Kak Hana, serta pengacara kami sudah duduk rapi. Kondisi di ruang persidangan tidak seramai yang kukira, lebih banyak bangku kosong. Denis duduk di salah satunya. Aku menatap tempat yang harusnya diisi oleh Luna dan kuasa hukumnya, tapi tempat itu kosong.
Luna tidak datang. Sidang ini akan berjalan lebih mudah dari yang kuduga. Luna sama sekali tidak peduli dengan perceraian kami.
Hakim ketua dengan pakaian penuh wibawa itu masuk bersama beberapa orang lain yang tampilannya hampir serupa. Pengacaraku membacakan tuntutan depan hakim. Kak Hana bersaksi setelah disumpah dengan alkitab sesuai apa yang terjadi, tidak ditambah atau dikurangi sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐚𝐢𝐧𝐛𝐨𝐰 𝐚𝐟𝐭𝐞𝐫 𝐑𝐚𝐢𝐧
General FictionOrang bilang, Ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya dan pahlawan nomer satu untuk anak laki-lakinya. Aku membenci ayahku sama seperti aku membenci perselingkuhan itu sendiri. Perselingkuhan membuatku kehilangan ibuku dan putriku kehilan...