05. VILA BUMI

336 51 130
                                    

Happy Reading! ❤🥰

Kami sampai rumah sekitar jam enam sore, aku mengajak Denis makan malam bersama di rumah Kak Hana. Noah dan Mas Niko juga barusan pulang, tidak lama setelah kami. Betapa gembiranya Noah menyadari ada yang sudah menunggu kehadirannya.

Arshinta berlari patah-patah dengan langkah kecilnya yang belum sempurna, tertawa bahagia. Meskipun jauh dari ibu kandungnya, dia sangat senang berada di sini. Putriku menghampiri Noah yang sudah dianggapnya seperti abang. Dia membawakan Arshinta boneka beruang coklat yang lucu. Dan sepertinya, Arshinta menyukai hadiah Noah itu.

Denis pamit pulang untuk beristirahat, aku berjanji akan mengingat semua jasa Denis dan menganggapnya sebagai hutang budi seumur hidup. Mobil avanza merah milik Denis sudah keluar dari gerbang rumah Kak Hana.

Suasana hatiku kembali membaik setelah melihat Arshinta sudah di rumah. Kak Hana memintaku tidur di rumahnya saja, aku pamit keluar untuk merokok. Nafsu merokokku sudah kembali setelah seharian, camel ungu yang selalu ada di saku celana masih utuh belum tersentuh. Akhir-akhir ini, sepeninggal Luna pergi dari rumah, aku bisa habis sampai dua bungkus sehari. Tidak ada lagi yang memarahiku karena terlalu banyak merokok. Menyalakan satu batang dengan pemantik api untuk dihisap, sembari memandangi suasana jalan raya depan rumah Kak Hana.

Keheningan malam membuat suara jangkrik sekitar rumah Kak Hana terdengar keras saat jalanan mulai sepi kendaraan, seseorang menemani duduk di sampingku setelah menyuguhkan segelas kopi panas. Mendung sejak sore tadi, rembulan dan bintang-gemintang bersembunyi di balik awan hitam. Hawa dingin menyerang, tapi tubuhku yang hanya memakai kaos pendek tak terpengaruh sama sekali.

"Arshinta sudah tidur bersama Noah di kamarnya." Kak Hana ikut menatap halaman rumah dan langit malam ini dengan duduk di kursi bambu sebelahku, "Ada dua ruangan kosong, satunya bisa dibuat sebagai kamar Arshinta. Dia akan tinggal di rumah ini saja bersamaku." Kakakku tidak punya anak perempuan, dia juga sangat menyayangi Arshinta. "Rain, kalau kau berniat menikah lagi suatu hari nanti. Dan menemukan ibu baru untuknya, kau dapat mengambil Arshinta kembali ke rumahmu."

Aku tak mampu lagi berterima kasih pada Kak Hana untuk banyak hal yang telah ia lakukan murni karna ketulusannya padaku, adik laki-lakinya yang menyedihkan. Kakakku Rihana adalah kakak perempuan terbaik di dunia. Bahkan satu saja jasa kebaikan Kak Hana belum mampu kubalaskan. Kata pernikahan bagiku sekarang lebih menyakitkan dari perselingkuhan, aku mulai meragukan wanita. Apalagi menjadikan mereka istriku.

Menikah lagi? Sepertinya tidak, Kak.

Sayangnya, ini hanya mampu kuucapkan dalam hati.

Lenggang sejenak, sampai Kak Hana masuk ke dalam rumah untuk mengambil sesuatu.

"Ini kunci mobil Bapak. Kau bisa lebih leluasa memakainya bila dipindahkan saja ke rumahmu. Di garasiku, mesin mobil itu sekarang akan berkarat kalau tidak sering dipakai. Besok pergilah ke Homestay untuk memastikan tukang kebun membersihkan kawasan itu dengan baik," minta Kak Hana sambil meletakkan kunci mobil di atas meja. "Masuk dan tidurlah kalau kau sudah mengantuk, Rain." Aku mengangguk.

Menatap sebuah kunci mobil honda prelude klasik keluaran tahun sembilan puluhan. Mobil yang ayahku beli saat aku masih kelas tiga SMP, dua tahun sebelum Ibu meninggal. Salah satu impian Ibu untuk punya mobil sendiri, agar kami sekeluarga bisa pergi jalan-jalan bersama. Badan mobil itu di garasi, aku bisa menyetir. Tentu saja. Aku belajar menyetir dari ayah, hanya saja, aku lebih suka mengendarai motor ninja kawasakiku. Lama-lama, rasanya kujual saja motorku. Banyak sekali kenanganku bersama Luna ada pada benda mati itu. Aku kehilangan ide, Kak Hana benar. Mungkin mobil peninggalan ayah harus sering dipakai dan dipanasi, agar mesinnya tidak rusak.

𝐑𝐚𝐢𝐧𝐛𝐨𝐰 𝐚𝐟𝐭𝐞𝐫 𝐑𝐚𝐢𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang