Hari senin pagi. Aku sudah siap berangkat sekolah. Tidak ada yang aneh sebenarnya, sedikit merapikan baju dan rok abu-abu lantas berjalan keluar kamar.
Kulihat mama sudah siap berangkat kerja. Di usianya yang menginjak kepala empat, mamah masih kuat kerja. Semangatnya tidak pernah padam setiap kali aku melihatnya.
"Mau berangkat bareng ma?" ajak ku dengan menyambar sepotong roti diatas meja.
"Kamu duluan saja Mey, takutnya telat. Hari senin biasanya suka macet."
Aku mengangguk tersenyum. Aku mencium punggung tangan mama lalu pergi. Matahari sudah bersinar terang diatas, walaupun sebenarnya ini masih pagi.
Menunggu angkot beberapa menit, sebuah angkot berhenti di depanku, aku lantas naik. Di dalam angkot didominasi anak-anak sekolah yang lain.
Ada yang masih SMP, bahkan SD yang terlihat semangat untuk menimba ilmu. Seseorang di tempat duduk paling belakang memperhatikanku. Aku menyadarinya karena ia tak sedetikpun memalingkan wajahnya ke arah lain selain ke arahku.
Apakah penampilanku aneh hari ini?
Aku menunduk memeriksa apakah ada yang salah, namun tampaknya normal-normal saja. Apa ada noda di wajahku? Aku menoleh ke depan.
Memeriksa wajahku dari kaca spion pak supir. Tidak ada juga. Lantas apa? Apa pun itu, ada baiknya aku abaikan saja. Toh walaupun dia menatapku karena memang dia mempunyai mata, bukan?
"Kiri, depan." seru ku.
Aku turun dari angkot.
Sudah banyak siswa yang datang ke sekolah, terlihat dari luar gerbang yang dibuka lebar. Pasti karena upacara atau tugas yang belum dikerjakan. Untung saja semalam aku sudah mengerjakan tugas Bahasa Inggris sebelum tidur.
Memasuki sekolah. Beberapa orang menatapku, lagi. Sama seperti perempuan tadi di angkot yang ternyata adalah adik tingkat ku di sekolah.
Sebenarnya apa yang salah dengan ku hari ini? Masuk kedalam kelas. Aku duduk di kelas 12-1. Tari menyambut ku dengan senyuman paling lebar.
"Tar, dari tadi, banyak orang yang merhatiin aku, apa hari ini aku kelihatan aneh?" tanyaku memastikan.
"Nggak ada Mey, kamu cantik seperti biasanya kok." goda Tari.
"Beneran nggak ada apa-apa, kan?"
"Bener Meyta, nggak ada apa-apa. Mending kita langsung ke lapang, bu Eli sudah teriak-teriak nyuruh turun." Aku mengikuti Tari menuju lapangan untuk pelaksanaan upacara.
Tari dan aku sudah berteman sejak kami kelas 10. Waktu itu kami pernah di hukum bersama karena telat saat masa pengenalan lingkungan sekolah.
Tari anak yang asik dan aktif, dan yang paling penting adalah Tari tidak suka mencampuri urusan orang lain.
Hari ini yang menjadi petugas adalah anggota paskibra. Selain sering menjadi petugas, mereka juga mempunyai tanggung jawab untuk menaikan juga menurunkan bendera setiap hari sekolah.
Upacara berjalan khidmat. Walaupun dengan terik matahari yang menyengat tidak menyurutkan semangat seluruh warga sekolah.
Tari lebih dulu menuju ruang kelas. Aku mampir dulu ke kamar mandi karena sudah tidak kuat menahan pipis dari tadi.
Kalau kalian berpikir kamar mandi di sekolahku bau, itu memang benar. Bukan kamar mandi perempuan yang bau, tapi kamar mandi laki-laki yang berada di sebelahnya. Kebiasaan buruk mereka kalau sudah buang air jarang disiram.
Apalagi anak-anak langganan masuk ruang BK yang sempat-sempatnya merokok di dalam kamar mandi.
Saat menuju ruang kelas, ada segerombolan siswa yang berjalan berlawanan. Samar-samar aku mendengar suara mereka, kurang lebih seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tawanan Kata
Teen FictionAda hal yang harus kami terima bahwa hidup ini memang menyimpan banyak pertanyaan. Jutaan variabel yang masih belum terpecahkan menjadi akar dari kesalahpahaman. Satu bulan kemudian Sastra sembuh, menyatakan perasaannya sekali lagi padaku, dengan ka...