Aku mengecek handphone sebentar. Ternyata aku sudah dimasukan kedalam grup acara pensi yang disebutkan bu Rita tadi petang.
Ada sekitar tiga puluhan lebih karena ada beberapa kelas yang mengirimkan tiga perwakilan.
Tidak ada yang spesial dari acara ini. Selain ada bintang tamu yang akan mengisi acaranya. Adanya kenangan atau tidak, perpisahan akan tetap terjadi. Entah di sekolah ataupun di luar sekolah.
Hal yang paling menyakitkan dari perpisahan adalah, kita hanya bisa mengingat atau melihat kenangannya saja, tapi tidak dengan orang-orang nya.
Mereka sudah pergi, berpencar mencari hal yang mereka cari. Karena itu, aku pribadi kurang suka jika harus membuat kenangan. Itu bisa saja jadi menyakitkan. Tanpa sadar, aku sudah tidur terlelap.
***
Hari berikutnya sekolah. Semenjak kemarin bu Rita memintaku menjadi perwakilan untuk acara pensi, banyak sekali notifikasi masuk ke handphone ku.
Hal yang kurang aku sukai sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi, toh aku sendiri sudah menerimanya.
Tari bertanya apakah aku sudah mengerjakan tugas matematika minggu lalu apa belum, aku menjawab sudah. Dia ingin melihat, dia belum mengerjakannya karena terlalu asyik menonton drama Korea semalam.
Aku menoleh ke arah bangku Panji. Temanku untuk menjadi perwakilan. Aku berdiri, menuju bangkunya untuk bertanya apakah dia bisa menghadiri rapat nanti sepulang sekolah seperti yang ketua pelaksana suruh?
Wajahnya tertunduk diantara dua tangannya. Apakah dia tidur? Di pagi hari?
Aku menepuk lembut pundaknya, agar dia tidak kaget "Ji?"
Ia melenguh. Sedikit kaget akan kehadiran ku. Ia sedikit mengucek matanya agar bisa melihat lebih jelas.
"Iya, kenapa Mey?" suaranya yang berat membalas teguran ku."Nanti sepulang sekolah, kamu mau kumpul buat rapat pensi?"
"Tentu, Mey."
Aku tersenyum tanpa bertanya lagi. Sesingkat itu dia berbicara. Dia jarang sekali mengobrol dengan teman sekelas. Bahkan dia satu-satunya orang duduk sendiri di kelas.
Tidak ada yang tahu seperti apa dia, bagaimana keluarganya, juga hal-hal lain yang biasanya diketahui teman sekelas.
Entah, mungkin keluarganya memang sangat menjaga privasi. Aku kembali ke bangku ku. Mengikuti pelajaran. Jam pertama diisi oleh pelajaran matematika. Salah satu pelajaran kesukaanku.
Jam terakhir pelajaran sudah selesai. Tari sudah lebih dulu pulang tadi, berpamitan.
Aku sedang berdiri seorang diri di depan pintu aula karena nanti rapatnya akan diadakan di sini. Panji belum kelihatan, sedangkan dari tadi sudah banyak orang yang berdatangan. Tadi dia bilang ingin ke kamar mandi dulu.
"Kita masuk sekarang, biar nanti pulangnya nggak ke sore an." kata ketua pelaksana acara.
Baiklah, mungkin Panji akan datang nanti, pikirku. Tapi ternyata aku salah. Dia tidak datang sampai rapatnya selesai. Entah kemana dia. Tidak ada kabar sama sekali. Aku curiga dia tipikal orang yang sering berbohong.
Sudahlah, toh juga tadi yang dibicarakan cuma awalan saja, seperti alasan acara ini dilaksanakan dan rencana acaranya akan seperti apa. Nanti akan dikabari lagi pertemuan selanjutnya.
Aku berjalan ke luar area sekolah. Menunggu angkot untuk pulang.
Namun tiba-tiba, motor yang agaknya familiar denganku berhenti di depan ku. Benar, itu motor Syafiq. Ia melepaskan helm nya, tersenyum kepadaku "Halo, Meyta." sapa nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tawanan Kata
Teen FictionAda hal yang harus kami terima bahwa hidup ini memang menyimpan banyak pertanyaan. Jutaan variabel yang masih belum terpecahkan menjadi akar dari kesalahpahaman. Satu bulan kemudian Sastra sembuh, menyatakan perasaannya sekali lagi padaku, dengan ka...