Bab 5

1 1 0
                                    

Lengang beberapa saat. Sebelum Sastra memulai percakapan.

"Aku dengar, sekolahmu ada acara pensi ya?"

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Demi apapun, aku bingung harus berbuat apa. Apa yang harus aku katakan. Seumur hidupku belum pernah mengobrol dengan orang yang baru ku kenal.

"Bagaimana tadi sekolahnya?" tanya Sastra lagi.

"Seperti biasa, nggak ada yang menarik." jawabku singkat

"Kamu suka sesuatu yang menarik, Mey?"

"Nggak juga, aku lebih suka hal hal yang buat aku semangat aja. Bukan berarti semua hal yang menarik aku suka." aku menyeruput kembali kopi yang sudah hangat-hangat kuku.

"Tapi kamu menarik buatku, Mey?"

"Iya. Eh?"

Suasananya semakin canggung sekarang. Aku harap ada pengamen yang bisa mengalihkan pandanganku namun itu mustahil. Aku menyandang tas bersiap untuk pergi.

"Boleh aku pulang sekarang? Sudah mau malam, takut mama khawatir."

"Aku antar." katanya.

"Nggak usah, aku bisa sendiri, masih ada angkot juga jam segini."

"Hati-hati dijalan." Sastra tersenyum.

Aku melangkah pergi keluar cafe, langit sudah gelap tanda akan hujan turun. Aku menyebrang bersamaan dengan beberapa orang yang hendak menyebrang juga.

Sebuah angkot datang, aku melambaikan telunjuk memberhentikan angkot yang hendak aku naiki. Pemandangan cafe masih terlihat jelas dari sini. Sastra dengan santai menyeruput kopinya.

Jalanan tidak macet, jadi aku lebih cepat sampai di rumah. Aku melangkahkan kaki ke dalam rumah, melepas sepatu lantas berseru kepada mama.

"Aku pulang."

Tidak ada jawaban, tidak biasanya mama tidak menyahuti kepulangan ku, apa dia ada di kamar?

Aku menyimpan tas terlebih dahulu ke dalam kamar. Lantas mengunjungi kamar mama, siapa tahu mama sedang tidur.

Mataku terbelalak. Mulutku yang hendak berteriak aku tutup dengan kedua tangan. Mama terbaring lemah di lantai. Mama pingsan. Dengan panik aku menghampirinya, menepuk-nepuk punggung mama.

"Ma, bangun ma."

Aku panik bukan main. Aku berdiri mengambil handphone berniat mencari bantuan. Setelah menekan nomor yang aku hendak hubungi dan berkata.

"Tolong, mama pingsan di kamar, aku nggak tahu harus berbuat apa. Tolong."

Teleponnya terputus. Aku kembali ke kamar mama. Mencoba mengangkatnya dan membaringkannya ke atas kasur. Sekarang apa? Haruskah aku meminta bantuan tetangga? Tapi mereka pasti baru pulang kerja, aku tidak enak memintanya.

Dari luar, seseorang mengetuk pintu. Aku segera membukanya. Denyut nadi yang masih  berdetak kencang kini berdetak lebih kencang lagi, aku melihat Sastra yang masih mengenakan pakaian yang sama. Bagaimana ia tahu rumahku?

"Dimana ibumu Mey, ayo segera kita bawa ke rumah sakit!" Sastra tampak sangat cemas.

"Ayo masuk, mama ada di kamar!"

Aku dan Sastra membopong mama menuju sebuah mobil yang aku tebak itu adalah mobilnya.

Sebentar, itu tampak seperti mobil yang aku lihat di cafe tadi. Entahlah, mobil seperti itukan ada banyak. Ia menyuruhku juga untuk masuk. Namun sebelum itu, aku tidak lupa untuk mengunci pintu rumah. Setelah selesai.

Tawanan KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang