Ekstra Part

2 1 0
                                    

"Kamu ke Jepang waktu itu buat apa?" tanya Meyta.

Sastra yang sedang di dapur menghentikan kegiatannya untuk membalas pertanyaan pacarnya tersebut, "Aku sedang cari tempat untuk bahan menulis ku, Mey."

"Kamu nulis buku?" Sastra hanya mengangguk.

"Aku mau jadi tokoh utamanya, aku mau jadi perempuan berani di tengah kegilaan dunia, kamu harus janji buat jadiin aku tokoh utama di bukumu nanti."

Sastra hanya cengengesan. Mereka sedang berada di rumah Sastra. Tadi pagi Sastra  menjemput Meyta di akhir pekan. Mungpung lagi sama-sama free-time pikirnya.

"Iya Mey, aku akan buat kamu jadi tokoh utama di buku ku nanti, dan aku akan membuat kamu jatuh cinta dengan setiap kata yang aku buat di dalamnya. Untuk menjelaskan betapa cantik dan periangnya dia, dengan segala luka yang ia peluk ia masih rela memberikan senyuman terbaiknya kepada dunia."

Meyta sadar hari itu, tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Pertemuan mereka di Sunday Fair memang sudah direncanakan Tuhan kepada mereka. Tidak ada alur yang ingin mereka rubah, mereka berusaha dengan sebaik mungkin menerima takdir mereka masing-masing.

"Nah makanannya sudah siap, ini masakan terbaik aku loh, Sastro saja kalau lagi di rumah sering memaksaku memasakan ini." kata Sastra dengan bangga. Meyta tersenyum, ia memandang masakan pacarnya itu dengan tatapan lapar.

Mereka makan dengan lahap, apalagi Meyta yang tidak bisa berhenti menyendok lantas memasukannya ke dalam mulut. Ia tidak tahu apa namanya, tapi yang jelas ini enak sekali.

"Kenapa kamu nggak ngaku langsung kalau kalian kembar?" tanya Meyta.

"Karena aku nggak mau kamu suka sama dia, kita kembar identik yang sangat identik, bahkan ada satu dua kepribadian kami yang sama."

Meyta tersenyum, "Itu cuma satu atau dua berarti nggak semuanya kalian punya kepribadian yang sama kan."

"Maka dari itu, setiap aku bertemu denganmu aku selalu menuebut namaku karena aku takut kamu lupa kalau aku Sastra, bukan Sastro." itu memang benar. Bahkan tanpa Meyta sadari pertemuannya dengan Sastro bisa menganggap bahwa dia adalah Sastra.

"Iya, tapi sekarang aku akan selalu mengenalimu yang sebenarnya. Sastra yang akan selalu jadi nama paling indah yang ku kenal."

Sastra tidak bisa menahan senyuman Meyta yang sudah membuat hatinya meleleh. Ia lantas beranjak dari duduknya dan menghampiri Meyta. Ia memeluknya dengan erat dari belakang sembari menciumi leher Meyta dengan lembut.

"Jadi kapan kita nikah?"

Tawanan KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang