5

10 4 0
                                    

Kali ini, Radit menjalankan motornya tidak sekencang kemarin. Simpel, ia hanya ingin menikmati udara di pagi hari meski sebenarnya mereka berdua akan terlambat.

"Radit, telat woi kalo lo lambat begini jalannya," protes Naufal dari jog belakang. Baiklah, mungkin Naufal benar, jadi Radit mengegas motornya dengan kecepatan penuh menyalip beberapa kendaraan lain sampai ia terkena teguran marah beberapa kali.

"Pelannnn!!!!!!!!" Apakah suruhan itu ditanggapi oleh Radit? Tentu saja tidak. Karena lima menit lagi mereka akan terlambat.

Naufal memejamkan matanya erat erat. Ia tak ingin mati sekarang. Radit bodoh sekali, kalau ingin bertemu tuhan kenapa harus ajak ajak dia, sih?!

Dalam kurun waktu dua menit, tak terasa Radit dan Naufal sudah sampai di parkiran sekolahan. Badan Naufal masih bergetar, kepalanya terombang ambing dipenuhi dengan rasa pusing.

"Turun, kamu mau tetep di atas?" Naufal membuka matanya cepat. Nafasnya memburu, ia sudah seperti dikejar maling.

Naufal turun dengan hati hati, ia tak ingin jatuh seperti kemarin. Memalukan, apalagi dilihat beberapa orang yang juga berdatangan.

"Lo ngeselin tau ga?!" Naufal mengambil tas enteng nya dari punggung belakangnya dan segera ia pukulkan tas berisi angin itu pada tubuh Radit. Radit tak memberikan reaksi, ia hanya maju selangkah dan mengusap rambut Naufal.

"Aku duluan, ya." Naufal kembali memukulkan tasnya dan mendengus keras menatap kepergian Radit. "Manusia sialan!" Pekiknya kesal.

•○●

Istirahat tiba. Radit lapar, jadi ia pergi ke kantin dengan beberapa temannya, mostly perempuan sih, karena mereka yang mengintili Radit.

Jika ingin pergi ke kantin, dari kelasnya, Radit juga harus melewati kelas Naufal agar sampai di kantin. Ia sengaja menengokkan kepalanya ke dalam kelas Naufal. Kelas itu masih dalam penutupan oleh guru, jadi belum ada sama sekali yang keluar.

Namun anehnya, ia sama sekali tak melihat presensi Naufal. Kemanakah anak itu? Tas nya ada sih, tapi bangkunya kosong, tidak ada orang yang duduk di atasnya.

Apa Naufal sedang pergi ke kamar mandi? Kemungkinan besar begitu.

Radit hanya menghela napas, berdoa semoga Naufal tidak sedang membolos.

Sesampainya di kantin, ia digoda beberapa perempuan cantik. Layaknya seperti artis, beberapa dari mereka membuat cat calling.

"Hai Radit,"

"Ya ampun, ganteng banget hari ini lo Dit."

"Eh adek ganteng,"

"Ya ampun, Radit dah dateng aja lo,"

"Kiw kiw, Radit, sini sama teteh."

Dan berbagai lainnya. Radit sih sudah terbiasa, ia hanya akan tersenyum membalas sapaan mereka. Ia pergi ke stand yang menjual bakso, salah satu makanan favoritnya.

Setelah memesan dan juga membawa semangkuk bakso, Radit mencari tempat duduk. Teman temannya juga mengekorinya dari belakang. Radit sudah seperti bos mereka saja.

Saat duduk, Radit mendapatkan telepon dari Naufal. Ia dengan cepat menjawab telepon itu. "Kenapa?" Tanyanya tenang. "Kamu di mana, kok rame banget?" Radit sedikit mengernyit, entah perasaannya saja atau memang itu yang terjadi, di seberang ia teleponan, seperti banyak suara kendaraan di tempat Naufal.

"Radit, sakit, sakit banget, huhuhu..." Naufal banyak meringis kesakitan. Ia tak henti hentinya merintih.

Radit panik, ia berdiri dari sana, dan dengan cepat berjalan menuju parkiran. "Kamu di mana? Send lokasi, cepet!" Naufal yang sedang menahan tangis, sebisa mungkin mengirim tempatnya berada sekarang. Radit mematikan sambungan telepon. Ia melihat pesan yang dikirimkan Naufal.

"Lah? Jarak satu kilometer dari sini, jauh juga," monolognya pelan. Radit mengambil kunci motor dari saku, ia menghidupkan motornya terburu buru, ingin segera melihat keadaan Naufal.

Ketika melewati gerbang, Radit diteriaki satpam sekolah. Bahkan satpam itu sempat mengejar, meski hanya lima meter saja.

Radit tak peduli, Naufal lebih penting sekarang.

•○●

Di tempatnya ia terduduk, Naufal dikepung dua orang preman. Teman temannya yang tadi ikut membolos sudah meloloskan diri, seperti melupakannya.

"Bagi uang lo, cepet!"

Disela selanya meringis, Naufal menggeleng. "Uang gue ada di sekolah, bangsat!" Teriaknya membela diri sendiri. Apa ia takut? Tentu saja! Bagaimana ia bisa selamat dari sini? Saat menelpon Radit tadi, kedua preman itu masih belum datang, karena kejadian nyatanya adalah ia yang terjatuh menggunakan motor temannya.

Temannya yang membonceng pun tak peduli, karena Naufal lelet dan tidak segera bangkit, jadi lelaki manis itu ditinggal oleh kawanannya.

Lalu ia meminta tolong pada Radit sebelum setelahnya datanglah dua preman bermuka jelek di hadapannya.

Kepala Naufal ditendang pelan oleh salah satu preman itu, ia meringis terkejut. "Bagi sini, cepet!" Dan preman lainnya merogoh saku celana seragam sekolahnya. Ketika preman itu sibuk mencari uang di seragam Naufal, Radit datang dan menendang kepala preman itu dengan keras. Begini begini ia pernah mendatangi les taekowndo.

"Beraninya sama anak SMA, cuih!" Kedua preman tadi kesal tak tertolong, mereka menyerang Radit dari berbagai arah. Entah itu menendang, memukul, atau menjorokkan. Radit lebih unggul di pertarungan ini. Terakhir, ia menendang kemaluan para preman itu. Karena sudah kalah, preman preman tadi melarikan diri.

Radit ingin mengejar, namun kakinya ditahan oleh genggaman tangan milik Naufal. Ia terkejut, menjongkokkan diri, dan melihat berbagai sudut permukaan kepala Naufal.

"Ada yang sakit? Di mana aja?" Tanyanya terburu buru. Naufal menangis, ia memeluk Radit erat. "P-paha g-gue, cok... di remes remes anjing!! Huwaaa!!!" Radit semakin terkejut. Preman preman tadi berani sekali menyentuh teman manisnya ini.

"Ssh, ga papa, tadi titid premannya udah ku tendang kok, kamu yang tenang ya..." Radit mengelus surai Naufal. Mendengarkan lelaki itu menangis.

"Kaki gue juga, hiks, kayaknya terkilir deh... coba lihat!" Naufal menunjukkan pergelangan kakinya yang nampak berwarna biru. Naufal jatuh dari motor di gang sempit yang kotor dan penuh lumpur. Jadi kondisi anak itu sangat kotor.

"Biru," ujar Radit pelan. Naufal mengangguk ribut, ia juga menunjukkan sikunya yang berdarah. "Tadi gue jatuh dari motor, makanya luka," Naufal masih terisak, ia kesal dengan preman preman tadi, bukan karena luka luka itu.

"Kenapa ada di sini? Kamu membolos?" Naufal mengangguk jujur. Ia terus memerhatikan sikunya yang robek karena terkena aspal yang tidak diolesi lumpur.

"Soalnya hari ini yang ngajar Bu Eka, gue ga mau ketemu guru itu," Naufal mengerucutkan bibirnya kesal. Coba saja tadi ia tak membolos, pasti dirinya tak dilecehkan oleh kedua preman sialan itu.

"Bu Eka baik loh, Fal..." Naufal menggeleng ribut. Ia semakin menangis malahan. "Bu Eka pernah pukul gue pake buku paket sejarah yang tebel itu loh, ga suka... bu Eka jahat..." bela nya masih dengan terisak.

"Pasti itu kamu yang ngeyel, kan," Radit tersenyum jahil, menjawil dagu Naufal dengan tampang menggoda.

"Mana ada gue ngeyel, sialan," Naufal sudah ancang ancang hendak memukul Radit. Namun Radit segera menggenggam tangan yang lumayan kecil itu. Ia terkekeh pelan.

Sunshine Becomes YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang