4

10 4 2
                                    

"Udah malem, tidur sana, nanti dimarah orang tua..."

Jam pada dinding telah menunjukkan angka sebelas malam. Ini sudah terlalu malam bagi Radit untuk tetap terjaga, namun lelaki di seberang sana seperti tak minat untuk mengakhiri percakapan.

"Orang tua gue gada, pada di luar Kota semua," suara Naufal sudah sayup sayup seperti akan tertidur sebentar lagi. Radit memutuskan untuk diam agar Naufal cepat tidur.

"Ish, kenapa diem? Gue ga mau tidur," protes Naufal pada Radit. Ia tak suka kalau dibiarkan saja begini. Maunya kan ngobrol sampe Radit tidur, bukan justru ia yang tertidur.

"Udah malem, ngerti? Besok sekolah, cepet tidur, ku temenin, tapi ti.dur." balas Radit mencoba memberi tau Naufal agar anak itu mengerti. Tak baik pelajar seperti mereka begadang menghabiskan waktu dengan tidak bermanfaat.

"Dibilangin orang belum ngantuk. Kenapa maksa banget, sih?!" Di kamarnya, Naufal menendang pelan guling miliknya. Ia tak tau kenapa Radit menjadi mengerikan seperti ini. Memberitahunya dengan nada dingin yang ia tak suka nada itu.

"Ku matiin sekarang. Bye, Naufal." Dan benar, Radit benar mematikan telepon itu secara sepihak, tidak mendengar protesan dari Naufal lagi. Bisa meledak nanti kepalanya kalau saja terus mendengar ke-ngeyelan Naufal di malam hari.

Cklek

Kepala Aksa tersembul malu malu di depan pintu masuk kamar Radit. Radit terkejut, kenapa adiknya pada jam selarut ini belum tidur juga?!

Radit memutuskan bangkit dari ranjang dan menghampiri Aksa. "Kenapa, hm?" Aksa tersenyum malu malu, ia mengulurkan lengannya meminta untuk digendong oleh sang kakak. Radit terkekeh pelan, segera menggendong Aksa.

"Aksa malem ini mau bobo di kamar kakak," ujarnya dengan suara lucu. Radit hanya mengangguk, ia sempatkan cium pipi gembil adiknya satu kali.

Setelahnya, ia membaringkan adiknya terlebih dahulu, lalu disusul olehnya yang ikut merebahkan diri. "Kak Dit abis telepon sama abang Pal?" Radit mengangguk pelan. Ia tengah mengotak atik ponselnya sibuk, juga menikmati aroma tubuh adiknya.

Radit terus saja menerima rentetan pesan dari Naufal, si anak bawel. Astaga, anak itu seperti nya sangat sangat suka sekali menyusahkan Radit, yang padahal tidak sama sekali.

"Kenapa dimatiin?!"

Sedari tadi, Naufal memberikannya pesan meminta untuk berteleponan lagi. Radit menghela napas, ia memencet ikon telepon dan mencari nomor Naufal sebelum menelpon lelaki itu.

Dan ya, seperti yang kalian tau, Naufal sedikit berteriak ketika menerima telepon Radit. "Pelan, Aksa ada di sebelahku," terdengar suara dengusan keras dari seberang telepon. "Jangan dimatiin lagi, tetep mau telepon..." rengek Naufal dengan suara lirih. Ia tak ingin Radit marah padanya lagi dan mematikan sambungan telepon seperti tadi.

"Tidur, Naufal," Naufal mengangguk pelan, meski Radit tak melihatnya. Ia sebisa mungkin memejam kan mata, dan mencoba membayangkan sesuatu. Misal seperti menghitung seratus domba, agar dirinya segera tertidur.

Aksa sudah tidur sedari tadi. Adik Radit itu memang dasarnya sudah mengantuk, jadi ia dengan mudah tertidur di dekapan Radit.

Tak selang lama, Radit pun mendengar dengkuran lain selain dari Aksa. Milik Naufal, memang siapa lagi? Dirinya? Ia tidur saja belum.

"Naufal..?" Panggilnya pelan, sangat pelan, takut membangunkan seseorang di seberang sana. Radit tersenyum ketika mendapati keheningan. Ia dengan diam mencium layar ponselnya, merasakan bahwa itu adalah dahi Naufal, "good night, manis," pamitnya lirih.

•○●

Di pagi hari, Aksa ribut membangunkan Radit. Radit kalau sudah tidur di atas jam sebelas, lelaki itu akan sangat susah dibangunkan. Karena ia tak terbiasa tidur di malam hari.

"Kakak, bangun, ayo bangun..." ide gila terlintas di benak Aksa. Ia mencoba ide itu pada Radit agar sang kakak ceoat terbangun.

Radit menjadi gelisah, ia menepis pelan jari mungil di hidungnya. Aksa tertawa puas, ia malah semakin gencar menutupi kedua lubang hidung Radit.

Tak lama, Radit terbangun. Ia mengerjap pelan menyesuaikan matanya dengan sinar matahari. Lalu tersenyum jahil setelah menyadari semua yang dialaminya sehingga terbangun.

"Aksa nakal, hm?" Radit menggelitik perut Aksa ribut. Membuat anak dua belas tahun itu tertawa dan terus menghalau tangan yang datang. Memang hanya dua tangan, namun Aksa kewalahan, ia sampai mengeluarkan air matanya saking gilanya sang kakak menggelitiki perut gembil itu.

"Sudah, sudah, cukup kakak!! Kak Dit, udah! Ahahahaha!!! Geli, geli!!! Geliiii!" Radit terkekeh, ia putuskan untuk sudahi menggelitik perut sang adik. Ketika akan bangkit, Radit cium pipi dan dahi Aksa terlebih dahulu.

Drrt... drrt...

Dering telepon terdengar, Radit mencari ponselnya di atas ranjang, namun nihil, sepertinya ponselnya berada di atas nakas.

Dan ternyata, tidak. Radit panik, ia membuka seluruh bantal dan guling, ketika bantal kedua ia buka, ponselnya berada di sana.

Segera ia angkat seseorang yang menelponnya itu. Di sana tertera, 'Naufal gulali'.

Pagi pagi pun lelaki itu sudah menelponnya. "Kenapa?" Tanyanya pelan. Ia juga sedikit meringis karena sang adik menyisir rambutnya yang masih gimbal dengan paksa.

"Jemput," Radit menghela napas, ia mengatakan, 'ya,' pada Naufal tanda bahwa ia setuju untuk menghantarkan Naufal ke sekolah.

"Adek, ya ampun, sakit rambut kakak kamu sisiri begitu..." ia mencoba menarik adiknya, dan menggendong Aksa untuk dibawanya ke kamar mandi. Biasa, mandi bersama bukanlah hal asing lagi bagi kedua kakak adik itu.

•○●

Tin! tin!

Radit mengklakson motornya dua kali ketika ia sudah sampai di pekarangan rumah Radit. Ia tersenyum tampan pada spion motor, tak lupa merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

Hanya selang dua puluh detik, Naufal keluar dengan seragam yang tidak dimasukkan. Sangat berantakan dan tidak enak dipandang.

"Ayo berangkat!" Naufal tersenyum lucu. Ia sangat percaya diri sekali pagi ini, karena ia sudah berjanjian dengan teman temannya untuk membolos.

"Masukin dulu seragammu," Radit memandang malas seragam Naufal. Dan orang yang sedang disinggung pun melihat kemeja seragamnya. "Buat apa? Begini sudah keren," Radit hanya bisa menghela napas. Ia turun dari motor ninjanya dan menarik Naufal untuk mendekat.

Memasukkan kemeja seragam Naufal ke dalam celana dengan rapih dan telaten. Ia tersenyum puas ketika itu sudah menjadi rapih dan enak dipandang. Naufal tersenyum masam. Ia sangat tidak suka style seperti ini, membosankan.

"Jelek," ujarnya tak terima seragamnya menjadi rapih. Kesan bad boy nya akan hilang bila ia berpakaian seperti ini.

"Kenapa bilang gitu? Kemarin kamu pakai juga dimasukkin, tuh," Naufal mendengus. Ia menunggu Radit untuk dibawa ke atas motor dengan wajah cemberut.

Ketika sudah dinaikkan, wajah Naufal pun masih sama, seperti tak ingin berubah. "Senyum, nanti diolok jelek tak mau, padahal kamu sendiri enggan tersenyum." Ujar Radit sembari menghidupkan motor ninjanya.

"Ga mau,"

Radit menggelengkan kepalanya lelah. Terserah Naufal saja.

Sunshine Becomes YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang