"Kenapa malah berhenti sih anjir?! Cepeta-n!"
Kalimat Naufal tidak terselesaikan karena Radit tanpa sengaja sedikit tergelincir di lantai dalam air. Naufal semakin mengeraskan tangisannya. Entahlah, ia bahkan tidak sampai tenggelam karena Radit segera membenarkan posisi mereka.
"Hiks! Lo yang bener aja sialan! Gue hampir jatuh tadi!!" Naufal mengeratkan pegangannya pada tangannya yang melingkari leher Radit. Lagi lagi Radit hanya tertawa. Sungguh, ekspresi Naufal yang sedang menangis memang tidak ada duanya.
"Ngga ada yang jatuh, lihat, kepala mu masih di atas air," Naufal mengerucutkan bibirnya kesal. Ia memukul kepala Radit pelan, guna menyalurkan kekesalannya.
"Ayo ke atas, gue ga mau di air lagi," rengek Naufal memohon pada Radit. Namun Radit menggeleng. Gelengan tersebut membuat Naufal semakin kesal.
"Ayooooo," Radit tetap menggeleng. "Enakan di air, Naufal sayang," mendengar kata 'sayang' Naufal terkejut, ia mungkin memang tersipu, namun tangannya tak bisa ditahan untuk menampar mulut Radit.
"Bacot. Radit bacot," ujarnya sembari menahan kuat kuat senyuman di bibir.
"Ayoooo, ke tepi ajaaaaaaaaa," lanjutnya dengan nada akhir yang dipanjangkan. Ia menendang nendang air, pokoknya semua gerakan brutal ia keluarkan. Radit saja lelah mengurus teman yang ada digendongannya itu, apalagi kamu yang kuat sama kegemesan Naufal.
"Ini kan udah di pinggir, kenapa masih protes, hm?" Naufal menggeleng. Benar, ia dan Radit sudah ada di pinggir, tapi kenapa Radit enggan meletakkan tubuhnya di lantai pembatas? Kenapa malah terus membawa bawa dirinya di dalam air, kenapa?!
"Lo kok jahat banget sama gue sih, nanti gue beneran jatoh, gimana?" Nada dari perkataan yang dikatakan Naufal melemah. Ia tak tau lagi bagaimana menghadapi sikap jahil Radit saat ini.
Radit menghiraukan kalimat dari Naufal. Ia tengah sibuk memikirkan cara bagaimana untuk membuat temannya itu menangis lagi. Radit memang kejam, itulah dirinya. Setidaknya hanya pada Naufal, hahaha.
"Habis hitungan ke-tiga, jangan napas ya, turuti atau kalau tidak kamu bakalan mati," Naufal memutarkan kedua bola matanya malas. Sekarang apalagi ide jahat yang ada di otak Radit, huh?!
"Ikuti aja, oke. Satu, dua, tiga!" Radit menenggelamkan Naufal sekejap. Tidak ada satu detik karena ia juga khawatir kalau saja ada banyak air yang masuk lewat lubang hidung atau mulut Radit.
Dalam sekejap, kepala Naufal sudah berada di atas air lagi. Ia segera menangis. Itu tadi sangat mengejutkan dirinya. Itu wajar karena Naufal selain takut tenggelam, ia juga tak bisa berenang.
"Hiks, cepet ke pinggir, naik, hik, ga mau di air lagiii," Radit mengangguk. Baiklah, ia sadar bahwa ia sudah keterlaluan. Dirinya akan meminta maaf nanti.
Radit membawa Naufal ke tepi, ia duduk di tepi kolam. Masih dengan Naufal yang berada di pangkuannya. Naufal masih menangis, tapi tak sekencang tadi.
Radit mengelus punggung Naufal, menenangkan. Ia juga menghapus bekas maupun yang baru air mata Naufal, entah itu di pipi atau di mata temannya langsung.
"Lo mau buat gue mati, hah?! Hik, gila lo, Radit edan, ga ada otak, ga waras, brengsek, bajingan!" Umpatan umpatan untuk menyalurkan rasa kesalnya pada Radit keluar begitu saja. Walau mengatakan kata kata kasar, tak urung kepala Naufal kini menyender nyaman di pundak Radit.
"Hik, pokoknya Radit orang yang paling gila," gumamnya kesal. Radit mengangguk mengiyakan, asal Naufal senang ia tak masalah. Lagipun ini juga salahnya karena telah menjahili Naufal yang jelas jelas sudah benci dengan kolam renang.
"Maaf yaa, hidungnya sakit gaa?" Radit menunduk, menatap wajah Naufal. Naufal mengangguk. Ia kemudian menunjuk hidungnya dengan jari telunjuknya. "Pasti ini merah, ya kan," Radit tersenyum. Ia mencubit pelan pipi gembil Naufal. "Engga tuh." Berakhir mendapatkan pukulan kecil di dadanya.
Mereka berdua, tidak, lebih tepatnya Radit saja. Radit tak mempedulikan kehadiran setiap orang yang berkunjung untuk ke tempat itu untuk berenang. Ia juga tidak peduli ketika mereka, orang orang tersebut menatap dirinya dan juga Naufal dengan tatapan aneh.
Huh, siapa peduli?
"Ga mau tau pokoknya habis ini beliin semua aneka cemilan," pinta Naufal menuntut pada Radit. Ia kini sedang membuat pola abstrak di dada sebelah kanan Radit. Ingat bukan kalau dirinya tengah menyandarkan kepalanya di pundak Radit? Ouh, Naufal memang anak yang manja.
"Jangan sering sering makan cemilan, ga baik buat tenggorokan mu," Naufal memandang julid pada Radit. Ia menghela napas kasar. "Terserah gue lah! Sok banget ngatur ngatur," Radit tersenyum pasrah. Kalau dilawan, yang ada dirinya yang babak belur.
•○●
Sekarang, mereka berdua ada di mall. Sesuai janji Radit pagi tadi.
Radit cukup kuwalahan dengan segala tingkah Naufal. Anak itu sudah seperti manusia dengan daya seratus persen. Banyak sekali energinya.
"Jangan lari," peringatan ini sudah ke sekian banyak kali Radit ucapkan ketika Naufal mulai dengan sikap daya seratus persen milik lelaki itu.
"Kita beli cemilan dulu ya Dit!" Saat hendak berlari kembali, kerah Naufal Radit tarik, tujuannya yang tak lain dan tak bukan hanyalah untuk mencegah Naufal agar pemuda itu tidak berlari meninggalkan dirinya lagi.
"Tetap di sampingku," Radit menggandeng tangan Naufal seperti halnya sepasang pengantin. Bedanya tangan Radit benar benar mengunci pergerakan Naufal menjadi tidak bisa berlari lagi.
Naufal mengerucutkan bibirnya kesal. "Lo kek kakek kakek tau ga, jalannya lambat banget," Radit menghela napas. Terima kasih pada Tuhan karena telah membuat dirinya memiliki kepribadian sabar.
Tak lama, sepasang teman tersebut sudah memasuki super market dalam mall. Naufal antusias memilih beberapa cemilan entah itu yang pedas atau manis. Semua Naufal suka.
"Mending beli yang sehat. Cemilan cemilan kayak gitu tuh mengandung banyak micin, kamu ga takut tenggorokan mu sakit?" Naufal menghiraukan Radit. Terserahlah apa kata temannya itu. Yang terpenting sekarang adalah camilan camilan cantik nan seksi di hadapannya, yang menunggu untuk dipilih oleh dirinya.
"Naufal,"
"Diem!" Lagi lagi yang hanya bisa dilakukan oleh Radit adalah menghela napas.
•○●
Setelah puas mengelilingi mall, Radit dan Naufal memutuskan untuk kembali ke rumah masing masing.
Hari sudah sore, dan keduanya juga sama sama sudah lelah. Jadi ya tak ada salahnya kembali ke rumah sendiri sendiri.
Di sisi Naufal, tak banyak yang pemuda itu lakukan. Ia mungkin memasuki kamarnya lalu merebahkan tubuh sebelum asik bermain game di ponsel.
Di tempat Radit, ia disambut ceria oleh Aksa juga dengan ibunya. Langkah pertama yang Radit lakukan setelah memasuki rumah adalah memeluk Aksa lalu mengangkat adiknya dengan senang.
"Kenapa abang Pal ga diajak?" Tanya Aksa ketika dirinya dibawa ke dapur oleh Radit. Tubuhnya didudukkan di meja pantry. Kata Radit sih, ia akan dibuatkan susu. Jadi Aksa hanya menurut ketika ia diletakkan di atas meja pantry.
"Abang Pal capek, jadi ga ikut ke sini." Aksa mengangguk mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine Becomes You
RomantikRadit yang terus memikirkan Naufal, dan Naufal yang selalu rindu pada Radit. • • • • • • • • bxb.