"Turun, tadi katanya mau keliling mall," suruh Radit ketika mereka berdua sudah berada di parkiran mall. Radit sedikit tersenyum mengetahui bahwa temannya yang duduk di jok belakang tersebut tak merespon suruhannya.
"Aku tinggal loh," Radit memutuskan untuk turun pertama. Ia kemudian menatap Naufal, melepas helm anak itu. "Turun Fal," Naufal justru memalingkan wajahnya dari Radit.
"Naufal," panggil Radit sabar. Naufal menghadap Radit, lalu ia mendengus keras. Turun dari motor Radit dan selanjutnya ia berjalan terlebih dahulu meninggalkan Radit di parkiran mall. Sedangkan yang ditinggal hanya bisa menggelengkan kepalanya maklum.
Sampai di dalam mall, Radit sebisa mungkin menggandeng tangan Naufal, karena anak itu benar benar seperti sedang memusuhinya. Naufal terus menghempaskan tangan Radit setiap Radit menyentuh tangannya. Entahlah, Radit tak bisa untuk berhenti tersenyum melihat apa yang terus saja Naufal lakukan.
"Lepas!" Lagi, Naufal mencampakkan lengan Radit di pundaknya begitu saja. Alisnya menukik tajam, pergi meninggalkan Radit dengan langkah yang dihentakkan.
Radit sebenarnya tau apa yang membuat teman manisnga itu kesal sampai mendiamkannya begini. Itu karena dirinya tak memperbolehkan Naufal untuk memakan es krim. Padahal niatnya Radit hanya iseng, tidak serius dengan ucapannya, namun Naufal justru salah paham.
Biarkan saja, sehari tak memakan es krim, bukan masalah yang besar bukan.
"Kalo kamu masih masang muka jelek begitu, lebih baik kita kembali ke sekolah," mendengar ujaran Radit, Naufal menghentikan langkahnya. Ia menengokkan kepalanya ke belakang, guna melihat Radit.
Naufal menunggu Radit berjalan sampai di sebelahnya. Ia mengerucutkan bibirnya lucu. "Diit, satu aja boleh yaaa..." Radit sebisa mungkin menyembunyikan senyumnya. Ia tiba tiba memiliki rencana yang tidak mungkin dilakukan Naufal.
"Mau aja apa mau banget,"
"Cuman satu masa ga boleh si anjir," mungkin Naufal lupa satu hal, bahwa ia tetap boleh memakan es krim karena untuk apa Radit melarangnya? Orang tua saja bukan.
"Kiss dulu sini," tanpa disangka, Radit malah mengatakan itu. Ia menunjukkan pipi sebelah kanannya. Meminta Naufal agar mencium tepat di sana. "Kalo ga kiss, ga ada es krim selama satu bulan," Nafal terkejut, ia membelalakkan matanya lebar.
"Ngaco lo anjing," ia terdiam sejenak. Dan melanjutkan ujarannya. "Kalo gue beneran cium pipi lo, berarti gue boleh makan es krim setelahnya?" Radit mengangguk yakin. "Aku beliin lima deh, gimana?" Naufal berpikir sebentar, ia sedang menimbang nimbang, apakah mencium pipi Radit harus dilakukannya agar bisa mendapatkan es krim?
"Beneran, ya?" Radit mengangguk lagi.
Naufal memajukan tubuhnya, kini jarak bibir miliknya serta pipi Radit sudah dekat. Ia memejamkan mata, perlahan menyentuh pipi Radit oleh bibirnya. Naufal kemudian membuka mata, tak disangka bibirnya itu sudah mencium pipi kanan Radit.
Segera dilepaskannya bibir itu dari kulit putih milik Radit, Naufal memalingkan wajahnya malu. Ia selanjutnya berjalan terlebih dahulu, tak ingin menatap wajah Radit untuk saat ini. Sialan, pipinya terasa panas sekali.
Di sisi Radit, anak itu tersenyum gemas. Ciuman dipipi tadi terasa begitu cepat, bahkan bibir Naufal tak terlalu menyentuh pipinya. Astaga, ia jadi salah tingkah begini gara gara rencananya sendiri. "Naufal, hei, tunggu!" Ia kembali tersadar dari lamunannya, dan berlari menghampiri Naufal yang sudah berada di jauh depan sana.
•○●
Kini mereka sudah berada di tempat di mana es krim dijual. Naufal tengah menikmati suasana di salah satu tempat duduk. Ia juga sedang menunggu Radit membelikan dirinya serta untuk Radit sendiri es krim.
Naufal memesan es krim dengan rasa stroberi. Asalkan berwarna merah muda, ia akan menyukai apapun itu.
Tanpa menunggu lama, Radit sudah kembali, dengan membawa dua cone es krim. Naufal meminta untuk dibelikan satu dulu, empat lainnya dikesempatan lain. Meski ke-limanya dibelikan oleh Radit.
Sampai tepat di samping Naufal, Radit memberikan anak itu es krim perisa stroberi sesuai pesanan. Tapi Naufal malah menatap Radit terkejut. "Kenapa warnanya krem? Kenapa bukan pink?!" Mendengar itu, Radit sedikit mengernyit. Apa salahnya? Yang penting kan sama sama berasa stroberi.
"Kamu lebih mementingkan warna ketimbang rasa, heh?" Tanya Radit bingung. Naufal merengut, ia mengembalikan es krim yang tadinya ada di genggamannya berubah menjadi berada di genggaman Radit lagi.
"Mau yang pink..."
"Tapi ini rasa stroberi, Naufal. Apalagi es krim ini mahal, daripada ga dimakan, rugi bayarnya atuh." Radit mencodongkan balik es krim rasa stroberi tersebut. Tapi Naufal hanya membiarkan saja. Ia malah menangkupkan kepalanya di kedua tangannya. Menatap lurus tanpa melihat Radit lagi.
"Yaudah deh, es krim milikku saja bagaimana?" Naufal mengernyit. "Es krim di bawah, maksud lo?"
"Memang kamu mau?" Setelahnya Radit mendapatkan toyoran kuat dari Naufal. "Pake nanya si anjir," Radit tersenyum sabar. "Bukan yang di bawah, manis... tapi ini, es krim milikku yang di tangan sekarang. Aku beli rasa matcha," Naufal memang paham apa yang dimaksud Radit tadi, jadi ia hanya iseng ketika bertanya hal tersebut.
"Ga mau, maunya warna pink." Lagi dan lagi, Radit dibuat lelah dengan segala tingkah Naufal hari ini. Mulai dari tidak mengerjakan pr, mengajak membolos, merajuk karena mengira tak diperbolehkan beli es krim, ketika terwujud, ia malah dengan terang terangan menolak es krim yang sudah dibeli. Pusing Radit lama lama.
"Beli di stand lain aja yuk," ketika ditawari hal itu, Nafal malah menolak. Katanya, "ngabis-abisin uang," ck, dengan menolak es krim warna krem itu saja ia jelas jelas sudah membuang buang uang.
"Terus maunya apa, hm?"
"Warna pink,"
"Yaudah, beli di toko lain, Naufal sayang, astaga..." Naufal menatap sedih Radit. Sedih yang dibuat-buat tentu saja. Bila ingin menangis secara nyata, ia tak mau merepotkan Radit meski Naufal akan dengan senang hati melakukan itu.
"Apa apa ga mau, terus mau nya apa?" Radit mendengus, ia mengalihkan tatapan juga kepalanya menjadi lurus ke depan, sudah tidak menghadap Naufal lagi. Biarkan saja, biar Naufal menyadari bahwa buang buang makanan sama saja ruginya dengan membuang buang uang.
Lama keheningan itu terjadi, Naufal lama kelamaan tidak betah untuk terus diam. Sebenarnya tidak terlalu lama, hanya lima menit. Tapi lima menit kalau tanpa pembicaraan, atau obrolan, itu akan sangat canggung.
Naufal menyerah, ia juga kasihan melihat es krim berwarna krem itu meleleh sedikit demi sedikit di tangan Radit. Naufal menyentuh pelan lengan bagian atas milik Radit, membuat yang disentuh menolehkan kepalanya pada si penyentuh.
"Kenapa? Tetep mau es krim warna pink?" Tanya Radit ketus. Apakah Radit kesal? Sebenarnya bila ditanya seperti itu, ia akan dengan tegas menjawab tidak, karena ia tak bisa kesal ataupun marah pada Naufal.
Diberi pertanyaan begitu, Naufal segera menggeleng. "Mau minta maaf, Radit jangan marah," ekspresi wajahnya benar benar seperti anak anjing yang baru saja terkena marah majikannya.
Radit mengambil sendok yang tersedia di meja tempat mereka duduk. Kebetulan es krim matcha miliknya sudah habis selama lima menit dalam keadaan hening. Setelah sendok itu terambil, Radit menyendokkan satu sendok plastik pada es krim stroberi, dan menyuapkannya ke Naufal.
Naufal mau tak mau membuka mulutnya, menerima suapan satu sendok es krim stroberi dari Radit. Ini bukan soal rasa, ini tentang warna yang tidak tepat pada rasa. Naufal sedih itu benar, ia memang se cinta itu dengan warna merah muda. Tapi kenapa es krim yang Radit beli justru berwarna krem? Siapa yang menjadi tidak mood untuk makan, tidak ada.
Sst, mungkin itu hanya terjadi pada Naufal.
"Cone nya mau dimakan apa engga?" Naufal menggeleng. Cone tidak ada rasanya, untuk apa ia makan?
"Baiklah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine Becomes You
RomanceRadit yang terus memikirkan Naufal, dan Naufal yang selalu rindu pada Radit. • • • • • • • • bxb.