Pasal 03.

1.5K 233 64
                                    

Tian melihat bergantian pada amplop putih yang ada di tangannya, lalu pemandangan jauh ditengah taman.

Ragu menyelimuti hati.

Tatapannya teramat sendu, melihat dari kejauhan keluarga kecil bahagia sejahtera yang sedang duduk di bangku taman.

Siapa lagi kalau bukan Reino, Bintang dan bayi cantik milik keduanya yang bernama Sagarmatha.

Reino yang sedang menggendong baby Tata nampak seperti hot daddy favorit semua umat, termasuk Tian. Sementara Bintang saat ini memeluk gitar yang dulu sering dipakai suaminya menggalau.

Sejak awal berkenalan dua tahun yang lalu, Tian sudah tidak menyukai Bintang! Simply karena pria itu membuatnya tak lagi memiliki harapan untuk bersama Reino.

Dan pria itu terlalu sempurna menurut kacamata Tian. Wajah tampan, baju bagus, pembawaan diri yang tenang, karir cemerlang, plus suara enak didengar.

Bahkan lagu anak-anak sederhana seperti cicak cicak di dinding bisa terdengar bagus kalo dia yang nyanyi sambil ngegitar.

Kan bangsat!

Gimana Tian mau jadi pelakor kalau udah kalah spek begini?

"Katanya mau move on.."

Suara mengejek yang pas terdengar di samping telinga, mengalihkan sejenak atensi Tian.

Sudah pasti suara si bos menyebalkan, Bimasena Adrian Russell!

"Dari jaman malem pas Rei ngelamar Bintang, bilangnya terakhir ngintip. ---Eeeh, ini sampai mereka nikah, trus punya anak, masih juga jadi tukang intip."

"Move on-nya sebelah mana tuh?" Bima mencibir dengan gaya khas ibu-ibu julid, gerak bibirnya menjiwai sekali.

"Diem mas! Diem!!"

Dan, tentu saja sesuai dugaan kita semua, ---mana pernah seorang Bimasena bakal diem hanya karena Tian bilang gitu. Malahan yang ada volume tawa si bos tambah dikencengin.

Setan emang nih manusia satu!

Kalau dia bukan bosnya, dan seminggu lagi jadwal gajian, pasti udah dilempar mixer sekalian coffee maker!

Kesal tapi tidak bisa melampiaskannya, Tian akhirnya pilih bungkam mulut Bima menggunakan tangannya. Niatnya dipelintir, tapi tangannya terlalu kecil.

"Kampret! Tangan lu bau terasi!" Bima misuh-misuh, menepis tangan Tian dari mulutnya.

Kan, sialan emang Bimasena ini!

"Mana ada! Wangi handbody rasa bengkoang gini!" Balas Tian tak terima, sambil nyium tangannya sendiri untuk memastikan.

"Bawa kertas apa lu?" Atensi Bima pindah pada tangan Tian yang lain, yang sedari tadi membawa amplop.

"Rahasia!" Balas yang lebih muda, menjauhkan benda itu dari jangkauan.

Sayangnya, hal itu malah membuat Bima semakin tertarik.

Sreet..

Pria yang badannya jauh lebih besar daripada Tian itu tentu saja dengan mudah menggapai amplop dan merebutnya.

"Balikin mas!" Perintah Tian setengah berteriak. Bodo amat dengan sopan santun, dia udah terlanjur kesal.

"Lu tau privasi nggak sih!"

Tapi Bima pantang ditolak,

"Ngintip bentar elah! Siapa tau isinya bahaya, gue cuma pengen mastiin." Ia memberikan alasan. Bosnya as always tetep nyebelin.

"Ngarang! Mana ada!"

Tapi protesnya sama sekali tak didengar. Bimasena dengan santainya membuka amplop dan membaca undangan.

THE WEDDING AGREEMENT S2 (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang