Tian membuka perlahan satu demi satu kelopak mata. Kesadaran mulai mengisi kepala.
Kamar yang ditempatinya masih lumayan gelap temaram meski ada seberkas sinar mentari yang mencoba menembus tirai.
Kepalanya masih terasa berat, tapi badannya sudah pegal tanda ia kelamaan berbaring.
Matanya bergerak meneliti sekitar. Ada jam digital, TV plasma dan foto pre-weddingnya dengan mas Bima tergantung di dinding.
Ah.. ia sudah berada di rumah, di kamarnya.
Maksudnya... kamarnya dan mas Bima. Di rumah keluarga besar pria itu.
Mereka baru saja sampai kemarin sore dan langsung tidur karena jetlag, bablas sampai pagi.
Tian menoleh ke samping, tangannya mengusap pada sisi yang sudah kosong, tak terasa lagi kehangatannya.
Baru jam enam pagi, matahari aja belum begitu tinggi tapi suaminya sudah hilang dari atas ranjang.
Tian menguap lebar, tangan dan kakinya direntangkan selebar mungkin.
Hmm.., padahal pengen peluk-peluk dulu sebelum hari ini mas Bima kembali bekerja, eh orangnya udah raib nggak tau kemana.
Setelah dua minggu memiliki mas Bima untuknya sendiri, merasakan kehangatan dan kebaikan pria itu, rasanya Tian ingin egois menyimpan sang suami hanya untuk konsumsi pribadi.
"Maaas.." Ia coba memanggil lantang, siapa tahu Bima masih ada di kamar mandi. Tapi tak ada jawaban.
Udah nggak minat lagi rebahan karena mas Bima-nya tak ada, Tian pun akhirnya bangkit, dan segera menuju ke kamar mandi.
Pipis, cuci muka, sikat gigi.. mandinya ntar aja. Udah kebelet pengen keluar nyari eksistensi sang suami.
Maybe mas Bima jogging, olahraga ringan karena kemarin mereka full duduk dalam pesawat lanjut tidur.
Atau mungkin dia turun ke bawah nyari siapapun penghuni yang udah bangun. ---Jauh dari rumah dua minggu pasti membuat pria itu merindukan keluarganya.
Tian sempat mematut diri di cermin sebelum berjalan keluar kamar.
Dulu jaman single, ia tidur cuma pake celana training sama kaos yang udah tipis biar nggak gerah. Sekarang, semenjak tinggal bersama mas Bima, dirinya udah lebih fashionable, bobok pun pake piyama couple.
...
...
Tadinya Tian semangat turun tangga, langkahnya cepat setengah berlari. Namun begitu mendengar suara tawa bersahutan dari arah dapur moodnya mendadak berantakan.
Ada suara mas Bima dan Niel sedang mengobrol seru diselingi tawa.
"Katanya uncle bilang nggak bisa hidup jauh dariku terlalu lama."
"Ini udah pergi lama, baik-baik aja tuh. Masih sehat. Tangan, kepala, kaki masih utuh semua."
"Mana nggak ada ngabarin kalo aku atau kak Rega nggak inisiatif telpon. Iya nggak kak?"
"Yup.."
Ah ternyata tak hanya berdua, ada suara Rega juga meski hanya menimpali sedikit.
"Roasting aja terus. Stok sabarnya mumpung lagi banyak ini." Mas Bima menjawab kalem. Biasanya memang nggak bisa marah kalo sama Niel.
"Orang yang lagi jatuh cinta emang gitu uncle. Mendadak jadi si paling sabar." Timpal Rega ikut menggoda.
Lagi, tawa mereka kompak terdengar memenuhi ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING AGREEMENT S2 (ON GOING)
Romansa[SIDE STORY THE WEDDING AGREEMENT] Bimasena Adrian Russel membutuhkan seseorang untuk dijadikan pendamping hidup secepatnya, agar pemuda cantik yang diam-diam dicintainya tidak tahu perasaan yang ia miliki. Sabdayagra Tiandaru Ariacitta membutuhkan...