Pasal 14.

1.2K 202 28
                                    

Bima bergegas menuju parkiran begitu urusannya selesai. Tujuannya ke Runaway sore ini memang hanya untuk mencari Benjamin dan memberi pemuda itu sepatah dua patah kata.

Saatnya kembali ke rumah, sebelum Tian bangun dari tidur siang dan mencarinya.

Kondisi si bocil hari ini sudah jauh lebih baik, demamnya sudah turun meski wajah masih agak pucat.

Amarah yang sedari tadi ditahan perlahan menghilang hanya karena ia teringat akan Tian yang merajuk manja, nggak mau minum obat tadi sebelum tidur siang.

Bocah kecil yang biasanya galak itu ternyata lumayan manja dan clingy saat sakit. Bima sampai susah mau ngapa-ngapain karena Tian nggak mau ditinggal, maunya dipeluk terus.

Senyum terlihat di sudut bibir, meski wajahnya tampak begitu serius.

Bima sudah memutuskan, ia akan berjuang untuk membuat Tian tetap tinggal disisinya. Benjamin tidak akan bisa membawa suaminya pergi kemanapun, apalagi sampai ke luar negeri!

Entah pemuda itu sudah benar-benar berubah, atau ia hanya terobsesi menginginkan Tian kembali. Yang jelas, Bima tidak rela suaminya diambil oleh orang lain. Terutama yang se-arogan Benjamin!

Bima mencengkram setir mobil kuat-kuat, laju mobilnya ditambah. Ia ingin cepat sampai rumah, lalu memeluk Tiannya erat. Meyakinkan diri sendiri bahwa pemuda cantik itu adalah miliknya, baik sekarang hingga nanti maut memisahkan mereka.

Namun jantung seakan jatuh ke ginjal, begitu membuka pintu kamar tidur, ia tak menemukan penampakan Tian diatas kasur. Bergerak cepat, Bima memeriksa seluruh ruangan yang ada di kamar, walk in closet kamar mandi hingga balkon. Tidak ada eksistensi Tian dimanapun.

Mulai panik, Bima kemudian setengah berlari, dengan cepat menuruni tangga membuat Niel yang sedang berada di dapur menatapnya heran.

"Uncle dikejar apa?"

"Tian mana?" Bima langsung bertanya, mengabaikan pertanyaan Niel sebelumnya.

"Ada di taman samping, nemenin ayah ngelukis. Katanya bosen di kamar terus, pengen liat pohon sama awan di langit." Niel memberitahu.

Bima mendesah lega, kekhawatirannya langsung hilang begitu tahu Tian masih ada di rumah. Untuk sesaat ia tadi sempat berpikir, Tian ingin pergi darinya, keluar dari rumah tanpa pamit.

"Biasa aja kali uncle reaksinya, nggak usah panik. Ini rumah terjamin keamanannya." Niel menenangkan, seakan tahu apa yang menjadi kegelisahan Bima.

"Nggak bakal ada yang nyulik Tian. Kalau ada, mungkin itu sejenis kolong wewe yang hobinya nyulik anak-anak gemes." Tambahnya bercanda.

Bima mendengus kasar.

"Kalau sampai Tian ilang, nanti kamu yang aku pake buat tuker tambah ke wewe-nya." Balasnya santai, membuat Niel melongo tak percaya.

"Diih, jahat! Bulan depan pas ke London, aku aduin uncle ke ibu." Ancam sang keponakan tak terima.

"Bercandaaaa cupcake! Lagian kolong wewe mana mau deal kalo tuker tambahnya sama kamu. Wajah aja gemes, kelakuan kayak preman, hobinya mukulin orang."

"Dah ah, aku ke taman samping dulu ya, nyusulin Tian."

"Jangan-jangan banyak angin lagi disana! Bisa masuk angin lagi tuh bocil." Tambahnya khawatir. Entah sejak kapan ia berubah menjadi over protektif.

"Aman! Bawa selimut tadi dia. Udah pake minyak kayu putih juga yang warna ungu, biar anget dan nggak digigit nyamuk." Ujar Niel.

Tak lagi membalas, Bima segera memutar melangkah tergesa menuju taman samping rumah.

THE WEDDING AGREEMENT S2 (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang