Sore hari, sesuai perjanjian, Tian ikut pulang bersama ke rumah Bima.
Pria itu tak membiarkannya lepas dari pandangan sedetikpun. Balik kost ambil perlengkapan buat nginep juga dianterin.
Praise the Lord, Benjamin tak kelihatan dimanapun. Semoga nggak pernah muncul lagi, SELAMANYA!!
Seharian ini Tian bisa dibilang tak bekerja, full disekap si calon suami di ruangannya.
Ah, jangan menggunakan dua kata keramat itu, ---'calon suami'---, karena Tian jadi salah tingkah tiap keinget dia bakal nikah sama mas Bima dalam waktu dekat.
Dengan ekor matanya, Tian diam-diam melirik pada pria yang sedang fokus menyetir di samping.
Ia benar-benar merasa tidak enak, karena mas Bima terlalu berdedikasi untuk membantunya keluar dari masalah.
Tian mendengar sendiri mas Bima siang tadi menelepon seseorang bernama Blaise dan meminta bantuan terkait video syur yang kemungkinan masih dimiliki sang mantan.
Apakah keputusannya untuk pasrah pada pak bos tempatnya bekerja ini sudah benar?
Entahlah.. Tian takut ia malah nantinya jadi merepotkan mas Bima dan berujung membuat pria baik itu kesusahan.
Tapi mas Bima benar-benar tak mau ditolak, bersikeras membantu sampai selesai.
"Bentar lagi setelah belokan depan kita sampai rumah." Bima memberitahu, menyadarkan Tian dari lamunannya.
"Mas Niel.. udah dirumah?" Tian bertanya kikuk.
Ada semacam ketakutan yang tahu tahu hadir. ----Bukan takut karena ngeri atau apa, lebih ke was-was, takut nggak diterima karena mendadak tinggal dirumah orang. Mana nggak ada yang dikenal dekat selain mas Bima.
"Udah. On time tadi, balik bareng ayahnya. ----Lagi rame dirumah, ada bunda sama adeknya Rega juga. Jangan shock ya nanti.." Lagi, mas Bima memberitahu.
Waduh!
"Nggak papa kalo gue tiba-tiba asal nimbrung ini mas?" Tian semakin keliatan gelisahnya.
"Gue udah ngasih tau ke orang rumah, ntar pulang bawa temen. ----Rileks, asik-asik mereka. Palingan juga nanti cepet akrab." Bima menenangkan.
Dan semenit kemudian mobilnya berhenti di depan sebuah bangunan dengan tembok yang cukup tinggi.
Ada serangkaian kode dan sidik jari yang harus dimasukkan sebelum pintu gerbang terbuka secara otomatis.
Tian mengira Bima dan keluarganya tinggal di sebuah hunian besar nan megah khas orang kaya.
No! Tian tidak bermaksud mengejek rumah Bima biasa saja dan tidak mewah. Hanya saja, bangunan cantik didepannya ini benar-benar nampak seperti rumah yang 'homey'. Bukan tipe yang menggaungkan hedonisme.
Tak ada jalanan panjang dengan taman seluas satu hektar sebelum akhirnya sampai ke depan bangunan utama.
Dari gerbang, mobil Bima langsung berbelok menuju garasi yang terletak di bagian samping rumah.
Garasinya sangat luas, dengan banyak mobil berjajar rapi. Lebih nampak seperti dealer jual beli mobil daripada sekedar tempat parkir.
"Niel sama Michael hobi balapan jadi sebagian besar mobil disini koleksi mereka, hasil menang lomba. ---Sisanya punya masing-masing penghuni rumah." Jelas Bima ketika melihat Tian terpesona dengan isi garasi yang rata-rata mobil sport mahal.
"Emangnya berapa orang yang tinggal dirumah ini?" Tian bertanya agak ngeri. Pasalnya mobil yang diparkir lebih dari lima belas biji.
"Gue, Rega sama Niel, trus ayahnya Niel yang full stay. Kadang ada Alfred ----asistennya Niel, atau Frans ----asisten ayah Niel. Tambah Michael kakak angkatnya Niel."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING AGREEMENT S2 (ON GOING)
Romance[SIDE STORY THE WEDDING AGREEMENT] Bimasena Adrian Russel membutuhkan seseorang untuk dijadikan pendamping hidup secepatnya, agar pemuda cantik yang diam-diam dicintainya tidak tahu perasaan yang ia miliki. Sabdayagra Tiandaru Ariacitta membutuhkan...