Pasal 08.

1.7K 244 96
                                    

Bima mengamati Tian yang sedang menyatukan telapak mereka yang sekarang sudah memakai cincin identik. Jemari saling bertemu, skin to skin yang terlihat kontras di mata.

Jari-jari Tian mungil dan halus meski dia sering bekerja di dapur. Sementara milik Bima besar, kasar dan kokoh. Kesan maskulin nampak jelas karena ada bulu-bulu yang menyebar di sepanjang area punggung tangan.

Pria yang lebih kecil tiba-tiba menyunggingkan senyum, entah sedang memikirkan hal lucu apa. Nampak senang melihat tangan keduanya yang saling tertaut.

"Kenapa?" Bima bertanya, membuat atensi Tian pindah padanya.

"Apanya yang kenapa?" Tian balik bertanya, keningnya berkerut lucu menandakan kebingungan.

Bima mengangkat bahunya, memilih tidak memperpanjang bahasan.

Biarin aja Tian senyum-senyum, bahagia dengan dunianya sendiri. Bima sudah cukup puas melihat pemuda itu tak lagi menangis sedih.

Ia kira pernikahan pura-pura ini akan cukup susah untuk dilaksanakan. Namun nyatanya Tian terlihat menikmati semua hal yang Bima berikan padanya.

Yup, hari ini keduanya memang baru selesai mengucapkan janji pernikahan, lengkap dengan jamuan makan malam sederhana sebagai perayaan.

Karena Tian tidak memiliki gambaran apapun tentang pernikahan yang diimpikan, maka Bima-lah yang memutuskan bahwa mereka akan menikah di Inggris.

Alasan pemilihan tempat, bukan karena Niel atau Reino juga menikah disana, melainkan karena ada tempat peristirahatan terakhir kakaknya di London.

Bima ingin membawa Tian kesana, mengenalkan si calon suami pada mbak Raras sebelum keduanya resmi mengikat janji.

Ia masih ingat bagaimana kuatnya genggaman tangan Tian yang tak lepas darinya selama berada di depan makam mbak Raras dua hari yang lalu. Setia mendampingi dan menguatkan selama Bima berdoa.

Bima memandang suami mungilnya dalam diam, sementara pikiran kembali berkelana.

Sebenarnya jauh di relung hati paling dalam, ada terbesit setitik harapan bahwa janji yang hari ini diucapkan berlaku untuk seumur hidup, bukan hanya sekedar kontrak setahun dua tahun.

Meski baru sebulan bersama namun Bima sudah merasa nyaman memiliki Tian disisinya, sedekat ini. Walaupun belum ada cinta yang hadir diantara keduanya.

Menghela nafasnya perlahan, Bima mencoba mengalihkan pandangan. Takut semakin baper dengan kemana arah pikirannya.

Tatapan ia alihkan ke jendela melihat cahaya London yang masih gemerlap terang padahal hari sudah mulai larut.

Berbeda dengan Niel atau Reino yang menikah di Leeds, Bima memilih the smoke, city of London sebagai tempat untuk mengikat janji.

Mereka menginap di Westminster suite Shangri-La The Shard, pun jamuan makan malam tadi juga diadakan di salah satu ballroom hotel tersebut.

Tak banyak yang hadir, hanya keluarga dan teman dekat. Bukan bermaksud menyembunyikan pernikahannya dengan Tian, namun Bima memang sedari dulu lebih suka kehidupan pribadinya tidak diumbar.

Sedikitnya tamu yang diundang tidak membuat perayaan pernikahan mereka kurang meriah. Keluarga dan teman-teman dekatnya sudah cukup untuk meramaikan suasana sekaligus membuatnya pusing.

"Enak banget ya mas jilat ludah sendiri? Rasa apa? Cokelat, vanila, stroberi apa green tea?" Reino masih saja menggodanya habis-habisan setiap kali melihat Bima dan Tian bersama.

THE WEDDING AGREEMENT S2 (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang