Hening itu yang Ghava rasakan sekarang, Yesa duduk di kursi samping kemudi, di lirik nya sebentar lalu kembali pokus pada jalan yang sedang mereka lalui.
Mata Yesa yang memerah tangan nya yang gemetar, tapi tidak menangis, sorot mata nya begitu jelas terpampang bahwa diri nya sedang tidak baik baik saja sekarang, apa yang harus Ghava lakukan? Mencoba menghibur nya apa lebih baik? Tidak.
"Sa ini belok kanan atau kiri?" Pada akhir nya Ghava yang bersuara.
"Ke kanan." Ucap nya pelan.
Awal nya Yesa tidak mau di antar oleh Ghava, tapi Ghava sudah siap di depan gerbang dengan mobil hitam milik Danielle yang sengaja di simpan di Bandung untuk kendaraan mereka selama mereka menjadi murid pertukaran.
Rintik demi rintik menipis, hujan yang awal nya sangat deras sudah sedikit mereda dengan tetesan sangat tipis membasahi bumi, banyak orang memenuhi rumah bernuansa cream, putih, dan hitam terlihat mewah tapi tidak bertingkat, cukup luas dan sangat bersih.
Bendera kuning berdiri sangat tegak di ikat di pagar hitam rumah Yesa, bendera yang sudah basah dan layu, karna terguyur rintik hujan. Yesa berjalan tergesa gesa sesekali menabrak orang di sekitar nya, Yesa sudah melupakan Ghava yang ada di belakang nya.
Bagaimana bisa seorang anak tidak runtuh ketika di tinggal seorang ibu yang sangat menyayangi mereka begitu pun sebalik nya, ketika Yesa masuk ke ruang tengah, terlihat sangat jelas seseorang yang sedang berbaring tak bernyawa di sana, beberapa orang membacakan surat Yasin, ada ayah nya juga di sana. Dengan langkah yang lemas dan air mata yang susah untuk di bendung Yesa menghampiri jasad sang ibu, di buka nya kain yang menutupi muka sang ibu. Betapa terkejut nya Yesa melihat sang ibu yang benar benar pucat, dan terlihat sangat nyata.
Yesa menangis dengan histeris, Ghava yang menyaksikan itu semua pun merasa sangat iba terhadap Yesa. "Bu bangun Bu, jangan tinggalin Yesa. Hiks.."
"Bu Yesa janji bakalan nurut sama ibu, ayo Bu bangun..." Ucap nya terisak.
"Hiks.. ayah ini ga mungkin kan??"
"Kenapa? Hiks.. kenapa?" Tanya nya lalu mencium cium jasad sang ibu yang sudah terbalut kain kafan. Sesekali orang di sekitar nya menarik sedikit, karna dengan Yesa seperti itu tidak akan mengembalikan semua nya kembali.
"Ibu kena serangan jantung." Ucap sang ayah sendu.
"Kenapa? Ibu hiks.. setau aku ibu gapunya sakit yah, gapunya riwayat apapun."
"Yesa, udah ya.. ganti baju kamu kita ikut kepemakaman ibu." Ucap sang ayah.
Ghava berbalik, tak ingin terlalu lama lagi ada di sana, Ghava takut Yesa malah merasa terganggu dengan ada nya Ghava, karna memang hubungan mereka tidak baik, dan tidak bisa di katakan teman juga.
Tanah merah pemakaman sangat memicu jalanan, lengket dan menempel, Yesa tidak terhalang oleh itu, Yesa sudah berjalan sedari tadi dengan kaki putih nya tanpa alas kaki. Air mata tidak bisa berhenti membasahi pipinya. Melihat orang yang Yesa sayang di kubur tumpukan tanah, tanah demi tanah menutup semua bagian tubuh sang ibu.
Ayah Yesa yang senantiasa di samping Yesa dan adik Yesa yaitu Yuza. Tangan kanan sang ayah yang memegang payung agar anak anak nya tak terkena gerimis kecil, senantiasa memegang tegak payung di sana. Pakaian hitam yang mereka pakaipun sudah kusut dan sedikit kotor.
"Bu tidur yang nyenyak, Yesa, Yuza, sama ayah baik baik aja di sini." Ucap Yesa berusaha menahan diri agar tidak terisak kembali.
Yesa tisak percaya ibu nya akan meninggalkan nya secepat ini.
_____
Sudah 7 hari Yesa tidak masuk sekolah, sesekali teman Yesa juga berkunjung kerumah Yesa, hari ini hari Selasa, di mana jam pertama adalah matematika.
BRUKK
"Eh Bu maaf, assalamualaikum. Maaf saya telat Bu." Ucap seorang wanita yang baru saja membuka pintu dengan kencang, seperti biasa rambut kuncir kuda yang sedikit berantakan menjadi ciri khas anak ini.
"Ya ampun Yesa, cepet duduk." Jawab sang guru.
"Bu ko ga jawab salam saya?" Tanya Yesa, sengaja. Jujur Yesa sangat dendam kepada guru matematika nya, karna apapun yang Yesa lakukan akan selalu salah di mata Bu indah.
"Waalaikumsalam." Ucap nya cepat.
"Gua kira Bu indah bakal ngamuk" ucap nya pelan, tapi Masi bisa terdengar oleh Bu indah.
Bu indah menatap aga jengkel ke arah Yesa. "Cepat duduk Yesa." Ucap nya, Yesa langsung menurut dan duduk.
Qila melambai lambai dari tempat duduk nya ke arah Yesa lalu tersenyum tidak jelas, Yesa yang melihat itu memasang wajah aneh lalu mengeluarkan lidah nya ke pinggir.
Zora dan Arita yang melihat itu pun tersenyum. Sejujur nya mereka sangat khawatir kepada Yesa, siapa yang tidak khawatir melihat teman nya di tinggal oleh orang yang dia sayang? Namun mereka senang melihat Yesa yang ceria seperti sebelum nya.
_____
Bel istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu, semua murid berhamburan keluar kelas, sibuk dengan urusan nya masing masing. Berbeda dengan Zora, Arita, dan Qila yang langsung menghampiri Yesa.
"Sa mau ke kantin?" Ucap Qila.
"Nanti deh, sekarang pasti penuh banget." Jawab Yesa.
"Gua bawa makan dari rumah." Ucap Zora.
"Gua juga bawa tapi mamah gua bawain banyak kata nya sekalian buat kita makan bareng bareng." Ucap nya, Arita berdiri. "Bentar ya gua ambil dulu, kita makan bareng bareng." Dan pergi menuju meja nya untuk mengambil 1 Tote bag yang cukup besar di dalam tas nya, Arita tersenyum lalu menghampiri teman teman nya kembali.
"Gua bawa sosis bakar, nasi, ada ayam goreng juga, nah ini yang paling bawah wortel rebus, oh iya lupa ini juga ada naget. Yu makan?" Ucap Arita, teman teman nya hanya menatap heran, masalah nya semua makanan yang Arita bawa bernar benar banyak, dan terasa Masi hangat.
"Banyak banget ta." Ucap Zora.
"Gapapa kan ada qila yang ngabisin." Ucap Arita enteng.
"Tapi ini banyak banget, kaya mau prasmanan." Balas Qila.
"Ajak murid pertukaran Makan bareng aja." Usul Arita.
"Boleh si kalo gua." Ucap Zora.
"Gua ngikut." Ucap Qila semua nya menatap ke arah Yesa, dengan tatapan penuh tanya.
"Lo gimana sa?" Tanya Zora.
Yesa seperti berpikir sejenak lalu, menganggukan kepala nya. "Sekalian gua mau bilang makasih, kemarin si Ghava nganterin gua." Ucap Yesa.
"Sana qil panggil mereka, kaya nya mereka ada di depan kelas." Ucap Zora.
"Mereka ke perpus, tadi gua ga sengaja ngedenger obrolan mereka." Ucap Arita.
"Yaudah Sono ke perpus."
"Ko gua? Yang lain ke, perpus di lantai 1 kita di lantai 3 cape." Ucap qila.
"Yaudah gua aja, kalian tunggu ya." Akhir nya Zora yang menyusul murid pertukaran ke perpus.
Tak lama Zora datang dengan murid pertukaran mengikuti di belakang nya, karna meja kelas sangat kecil, meja yang di tempati satuan jadi tidak akan muat di gunakan oleh 8 orang. Mereka pun menyatukan meja depan dan pinggir untuk di jadikan 1 meja dan duduk bersama. Alat makan sendok dan garpu mereka mempunya masing masing karna sekolah tidak membolehkan ada sampah plastik, oleh karena itu jika kita ingin jajan harus membawa tempat makan/minum sendiri.
Tak tunggu lama mereka menyantap bersama makanan yang Arita bawa. "Lo kenapa mau nolongin gua waktu ibu gua meninggal?" Tanya Yesa di tengah tengah kegiatan makan mereka.
"Gua niat bantu ketua kelas, bukan niat bantu Yesa." Ucap nya santai.
"Berarti kemarin lo ga ikhlas ya?" Celetuk Yesa.
"Ga juga."
"Sutt makan, berik banget." Kali ini Danielle yang berbicara.
"Karna gua pernah ada di posisi lo." Ucap Ghava yang mendekat lalu berbisik ke arah Yesa, kebetulan mereka duduk sebelahan.
Yesa sempat berpikir lalu tersadar. "Apa ibu Ghava juga meninggal?" Ucap Yesa dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
LN.05 Boarding house
Teen FictionREVISI Tersesat di kegelapan sudah tidak aneh bukan lantas bagaimana dengan seorang gadis yang yang tersesat di keterangan? Bagaimana mimpi bisa terjadi sedangkan tidur saja tidak. 7 kegelapan datang menghampiri menciptakan gelap untuk gadis itu, me...