十七

38 4 0
                                    

Keesokan harinya, Riku menjadi pendiam sejak kemarin. Ia hanya berbicara ketika ada yang menanyakannya, itu pun ia membalasnya dengan singkat.

Takeshi dan Rika khawatir dengan kesehatan fisik dan mental Riku yang bisa saja turun karena kepergian kakak kembarnya. Tapi mereka tidak bisa berbuat apapun karena Riku yang diam lebih baik daripada Riku yang rajin.

Kenapa bisa begitu? Riku yang diam cenderung hanya diam merenung menatap kosong apapun di hadapannya dan hanya berbicara jika perlu saja, sisanya ia tenggelam dalam diam-nya.

Sedangkan Riku yang rajin pastinya banyak beraktivitas, bahkan akan sampai memaksakan dirinya sendiri jika belum dirasa selesai atau puas dengan hasilnya. Tentu hal itu akan berdampak pada tubuh Riku yang lemah dan ia bisa mengalami serangan asma yang parah, seperti kemarin.

"Bagaimana ini, Takeshi-kun? Kita tidak bisa membiarkan Ricchan diam selamanya." kata Rika khawatir. Mereka masih berada di ruang makan, Riku sudah menyelesaikan makanannya terlebih dahulu kemudian kembali ke kamarnya.

"Tapi jika kita memberinya tugas, ia akan mengerjakannya tanpa henti. Itu lebih berbahaya, Rika-chan." jawab Takeshi menundukkan kepalanya.

"Aku juga tidak ingin Ricchan murung lebih dari ini." hening menyelimuti mereka untuk beberapa saat sebelum suara Riku menghancurkan keheningan tersebut.

"Tou-san, Kaa-san, kapan kita akan ke kediaman utama?" pertanyaan pertama setelah diam-nya Riku membuat Rika dan Takeshi tersenyum lembut.

"Kita baru akan berangkat nanti siang, Ricchan. Kenapa?" kata Rika mendekati Riku yang ada di anak tangga terbawah.

"Tidak ada, hanya saja Riku ingin tahu bagaimana keadaan Ruka di sana." Rika mengelus kepala Riku tanpa mengatakan apapun dan itu membuat Riku malu.

"Jangan mengelus kepalaku, Kaa-san. Aku hanya khawatir saja dengan Ruka, lagipula dia adikku. Tidak salah jika kakak menghawatirkan adiknya." kata Riku mencoba menghalau tangan Rika agar berhenti mengelus kepalanya, namun percuma.

"Kaa-san yamero, hasugashi yo." Riku berlari ke arah Takeshi dan bersembunyi di belakangnya.

"Kenapa malu? Biasanya juga senang-senang saja. Kenapa?" kali ini Takeshi yang mencoba menggoda putranya dan iitu berhasil membuat Riku memerah malu.

"Riku hanya khawatir dengan Ruka yang ada di kediaman utama! Hanya itu saja!" Riku mengatakan hal itu dengan wajah yang merah padam karena terlalu malu.

"Ha'i ha'i, Kaa-san hanya bercanda. Tenang saja, adikmu baik-baik saja. Dia sedang di tempat pelatihan jadi Ricchan tidak perlu khawatir, dia juga mendapatkan teman." Riku mengangguk pelan dan dia berlari pelan ke arah ruang baca.

"Riku akan di ruang baca sampai kita mau berangkat." kata Riku tanpa menoleh ke belakang dan dia langsung masuk ke ruang baca.

Rika dan Takeshi saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya tertawa bersama melihat tingkah anak bungsu mereka yang malu-malu kucing.

"Padahal sebelumnya dia tidak pernah sekhawatir itu dengan orang lain selain Tenn, dia mulai berubah ternyata." kata Takeshi menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku juga sempat khawatir jika Ricchan tidak bisa khawatir dengan orang lain, tapi dia ternyata bisa ya." Rika dan Takeshi berjalan ke dapur untuk membersihkan dapur sebelum ditinggal ke kediaman utama.

Beberapa jam kemudian, Riku sudah siap dengan setelan jas rapi dan rambut crimsonnya yang sudah tersisir rapi. Dia melihat pantulan dirinya di cermin dengan tatapan sendu.

"Ricchan, apa kau sudah siap?" Rika yang sudah siap dengan dress merah dengan beberapa aksen putih, memasuki kamar sang anak dan melihat Riku terdiam di depan cermin.

I'm Not My Self | I7 (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang