55 6 1
                                    

"Riku-kun, apa yang kau lamunkan?" Riku yang sedang memikirkan sesuatu sembari melihat keluar jendela di mana salju turun cukup deras, terkejut setelah bahunya di tepuk oleh seseorang.

"Nanimo nai, Ji-san. Hanya berpikir bagaimana bisa aku sampai ke tempat ini karena kelalaian sesaat." kata Riku pelan yang nyaris berbisik.

"Jangan terlalu berpikir, kondisimu masih belum stabil kata dokter." pria itu menyelimuti Riku dengan selimut tebal karena hawa yang dingin yang masuk ke kamar.

"Luka di tubuhmu belum sepenuhnya mengering dan kau masih syok dengan kejadian kemarin." Riku menggelengkan kepalanya pelan menjawab pernyataan pria yang kini berdiri di belakangnya.

"Biarkan aku seperti ini dulu, Rei-ji san. Aku akan kembali ke tempat tidur nanti." pria yang ternyata adalah sang paman yang sudah lama menghilang, Nanase Rei, hanya bisa membiarkan apapun yang ingin dilakukan keponakannya.

"Semoga mereka tidak termakan umpan yang Zeus berikan." gumam Riku yang melihat salju turun dan sekilas bayangan kejadian penculikkannya itu terbayang dibenaknya.

Malam kejadian... 00.30 AM...

"Panas, perasaan AC-nya sudah ku hidupkan. Kenapa masih panas?" gumam Riku yang terbangun dari tidurnya.

Dia mengambil remot pendingin ruangan yang berada di dekatnya dan mencoba menghidupkan kembali pendingin ruangan yang mati.

Tapi setelah berkali-kali mencoba, tidak ada hasil yang membuat Riku menurunkan kewaspadaanya secara tanpa sadar.

"Kok mati? Listrikkan sudah di bayar, pemeriksaan perabotan baru aja kemarin dan aman, tidak tanda-tanda kerusakan sengaja, lalu kenapa mati?" gumam Riku sembari terus mencoba menghidupkan pendingin ruangan.

"Hpmh--" Riku tiba-tiba saja di sergap dari belakang dengan sapu tangan yang sudah diberi obat tidur yang kuat.

'Kuso! Padahal aku sudah waspada dan masih saja bisa di culik lagi.' pikir Riku sebelum kesadarannya menghilang.

Ketika Riku sudah mendapatkan kembali kesadarannya, yang pertama kali ia lihat hanyalah ruangan sempit dan pengap. Riku sedikit bersyukur karena dirinya telah sembuh dari asma-nya.

"Di mana ini? Kenapa juga tadi aku menurunkan kewaspadaan, aku harus lari dan kembali sebelum Ruka menyadarinya." gumam Riku berusaha lepas dari ikatan.

Namun baru saja Riku melepaskan tangannya, pintu ruangan tiba-tiba saja terbuka dan menampilkan seorang pria paruh baya sekitar usia 50 tahunan.

"Pahlawan negeri sudah sadar ternyata. Bagaimana jemputan kami?" Riku mengeram pelan ketika tahu siapa yang datang.

"Kau..., kenapa kau melakukan ini? Belum puas kau menghancurkan Nanase dan keluarga inti lainnya?" kata Riku dengan mata yang memancarkan amarah.

"Ahahaha..., lihatlah dirimu sekarang. Kau hanya bisa menggeram seperti anak singa yang menghadapi bahaya tanpa orang tuanya--oh lupa, kan orang tuamu kan sudah tidak ada." Riku benar-benar berada di ambang batas kesabaran.

"Jaga mulutmu! Jangan kau ungkit orang yang sudah tidak ada! Terutama keluargaku!" pria itu tersenyum remeh dan mendekati Riku yang masih terduduk walau ikatan yang ada di kaki dan tangannya sudah terlepas.

"Aku baru ingat ingin menanyakan hal ini kepadamu, bagaimana kabar anak gagal itu?" kesabaran Riku akhirnya berada di ujung tanduk dan dengan pisau lipat yang selalu ia bawa kemana pun, ia menyerang pria itu.

Satu goresan yang cukup dalam tercipta di pipi pria itu dan Riku langsung menendang pria itu hingga membentur dinding dengan keras, bahkan dinding itu hingga retak.

I'm Not My Self | I7 (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang