Chapter 15 : Enervate

147 81 106
                                    

Ottoman, July 1683

Ayse terkadang terlihat seperti orang stress. Padahal dulunya ia begitu menikmati kegiatan harinya di dalam istana. Belajar, bermain, dan melakukan apapun tanpa pedulikan dunia luar sana. Baginya, berada di istana adalah keinginan banyak orang membuatnya bersyukur dan menikmati semua. Nyatanya, ketika ia telah melihat dunia di luar sana, ia ingin ditakdirkan menjadi orang sederhana yang punya kebebasan berkelana kemanapun ia mau.

Bibirnya mengerucut, yang ia lakukan sedari tadi hanyalah melihat bunga yang berada di vas berisikan air bercampur gula. Ia bahkan sama sekali tak bosan. Bagaimana bisa ia bosan melihat bunga yang makin hari makin layu meski dengan rutin air dengan sari gula diganti, jika sang pemberi bunga adalah yang terkasih. Mengingatnya membuat dirinya tersenyum.

Sekarang, ia memikirkan cara bagaimana ia berusaha untuk kelanjutan hubungannya. Bagaimana ia akan memberi tahu Sultan. Ayse menghela napas mengingat tak ada yang bisa membantunya.

Ziya dan Murat tak bersama dengannya, tentu setelah ia berhasil menggantikan misi Aydin dan bertemu dengan Elias, ia pulang kembali ke istana sendirian untuk menghilangkan kecurigaan siapapun. Ziya dan Murat hanya mengantarnya di perbatasan antara daerah kekuasaan Ottoman dan menunggu Aydin disana. Mereka akan kembali bersama Aydin entah kapan Ayse tidak tahu.

"Tuan Putri, makan siang anda sudah siap." Ucap Safiye membuat Ayse sedikit tersentak terkejut.

"Maafkan saya yang membuat Tuan Putri terkejut." Lanjutnya merasa bersalah ketika melihat reaksi Ayse. Ayse hanya mengangguk dan pergi mengambil duduk di bawah untuk memakan makan siangnya.

"Safiye, menurutmu apa yang harus aku lakukan?" tanya Ayse tiba-tiba tanpa memberi tahu konteks dari pertanyaannya pada Safiye. Tetapi, tanpa diberitahu, Safiye mengerti

"Tuan Putri tidak perlu khawatir. Saya masih ingat jelas bahwa dulunya Haseki adalah seorang gadis bangsawan Yunani yang berkeyakinan Kristen Ortodoks, Ketika Ottoman mengambil alih kekuasaan wilayah asal Haseki. Haseki menjadi budak, tetapi meski begitu, beliau tetap mendapat pendidikan dan ketika bertemu dengan saya, beliau sudah menjadi seorang muslim yang saat itu, Sultan jatuh cinta padanya." Ayse serius mendengarkannya, bahkan ia tak jadi memasukkan makanannya ke dalam mulut.

"Karena itu, Tuan Putri tidak perlu mengkhawatirkan tentang perbedaan keyakinan. Karena Sultan sendiri pernah mengalaminya. Beliau pasti mempunyai cara untuk mengatasinya." Senyum Ayse makin melebar dan ia bisa makan dengan tenang seusai berdoa.

Tetapi, bukankah sebelum Ayse membahas tentang Elias, ia harus membahas tentang ia dan Aydin yang bertukar posisi? Tentang ia yang memaksa keluar dari istana? Bagaimana cara menjelaskannya tanpa membuat ayahnya marah? Bukankah itu berarti ia harus menunggu Aydin karena perlu berembuk? Lantas apa yang bisa ia lakukan untuk mengusahakan hubungannya dengan Elias hingga akhir tahun nanti?

"Saya senang melihat anda terlihat lebih bahagia." Perkataan Safiye seusai Ayse menghabiskan makanannya membuatnya mengernyit.

"Aku terlihat lebih bahagia?" Safiye mengangguk

"Benar. Saya juga pernah muda dan merasakan jatuh cinta seperti yang Tuan Putri rasakan." Ayse tersipu, dia salah tingkah sekali ketika pengasuhnya tahu bahwa ia memang jatuh cinta.

"Tidak apa Tuan Putri, saya senang melihatnya. Semoga segala urusan anda dilancarkan."

"Aamiin"

Tak ada lagi pembicaraan yang berarti sebelum akhirnya Safiye pergi dari ruangan Ayse membawa peralatan makan yang kotor dan Ayse yang menikmati istirahat siangnya. Ia tidak ingin tidur, dia ingin membaca ulang surat yang pernah Elias kirimkan dan menggambar Elias agar selalu mengingat wajahnya.

To (See You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang