Chapter 02 : Dispatch

478 187 814
                                    

Vienna, 1683

Sam tersenyum dan lambaikan tangannya pada ibu, juga kakaknya sebelum akhirnya ia benar-benar pergi dan masuk kedalam Bastion, tempat yang cukup indah dan nyaman dengan bangunan kuat seperti kastil kecil. Tempat dimana ia bekerja, terus melatih diri untuk menjadi prajurit yang tangguh dan siap kapanpun untuk berperang. Tentu saja, selama itu juga ia akan tinggal disana. Mungkin sepekan sekali atau jika ada waktu senggang cukup lama, Sam juga beberapa lainnya bisa pulang sebentar, lepas rindu dengan keluarganya.

Tanpa Sam dan Vanessa tahu, sang ibu selalu tak kuat menahan tangisnya melihat putranya itu masuk ke dalam sana. Khawatir, dan takut. Dibalik senyum yang tampak bahagia sekali dari Sophia, ada setetes air mata yang langsung diusap kasar, yang mati-matian ia sembunyikan dari kedua anaknya. Tapi mau bagaimana lagi? Sophia tak bisa mencegah putranya itu. Bahkan setelah lihat sang putra lambaikan tangan sembari tersenyum sang ibu sangat sadar, bahwa masuk kedalam sana adalah suatu kebahagiaan sang putra meski nyatanya hal itu membuat dirinya sendiri tak bahagia sama sekali.

"Pergilah masuk...!!" Vanessa berteriak sembari buat gestur menyuruh Sam untuk berbalik dan segera pergi dengan tangannya. Tampak Sam yang merespon dengan tertawa juga acungkan jempol, lantas berbalik setelahnya.

Hingga punggung Sam menghilang di tikungan jalan, barulah Vanessa peluk erat ibunya. Ia tahu, sangat tahu malah ibunya sembunyikan perasaan khawatir, takut, bahkan tak senang. Usapan lembut dan ucapan penenang ia coba lakukan, berharap sang ibu sedikit merasa lebih tenang. "Bu..., kau harus percaya pada Sam. Dia anak lelaki ibu satu-satunya yang sangat hebat dan kuat. Aku percaya padanya, jadi ibu harus percaya juga!" Melihat sang ibu tertawa kecil dan anggukan kepala, Vanessa merasa senang. Ia genggam tangan ibunya, lantas berjalan pulang.


"Sam, kau kembali? bagaimana liburanmu?" Ah, baru saja Sam masuk ke dalam, sahabatnya menyapanya. Sam hanya balas tertawa, ia tampak senang dan menikmati masa liburnya.

"Aku banyak menghabiskan waktuku dengan keluargaku. Ketika pagi aku bantu ibu melakukan pekerjaan rumah hingga siang. Lalu aku istirahat sebentar. Aku juga membantu kakakku. Ketika malam terkadang aku masih sempat melukis, terlebih ketika aku sedang suntuk." Cerita Sam sembari berjalan menyusuri lorong Bastion sembari melambaikan tangannya juga balas sapaan pada tiap orang yang berpapasan dan menyapanya.

Sejenak sahabatnya kernyitkan dahi, "Kau melukis di malam hari yang gelap alih-alih saat matahari muncul?"

Sam usap tengkuknya, "Objekku pemandangan malam..., di halaman depanku waktu itu indah sekali" Sam dapati respon sahabatnya yang menoleh kepadanya sebentar dengan alis terangkat satu, "Ya.. ya.. ya.., lain kali aku akan melihatnya. Jika aku jadi kau, mungkin kanvasku hanya berwarna hitam? atau biru gelap?"

"Tapi liburanmu menyenangkan sekali. Aku jadi ingin pulang juga tapi kurasa... aku masih belum mau pulang. Hahahah. Lagipula, semua keluargaku masih sibuk di Transylvania. Kupikir Juli nanti aku akan mencoba izin pulang." Sam balik tatap sahabatnya, "Kau plin-plan sekali" dan setelahnya ia rangkul pria sebayanya yang mengajaknya berbicara sedari tadi.

"Felix.., kudengar kita akan berperang dengan Ottoman? Aku tidak ingin membuatmu bersedih, tapi apakah kau yakin kau tetap mau pulang di bulan Juli nanti?" Baiklah, kini kita dapat memanggil sahabat Sam dengan nama Felix. Felix hela napasnya cukup keras sesaat. Ekspresinya tak tunjukkan marah maupun khawatir. Entah, Sam bahkan tak bisa menyimpulkan ekspresi Felix. Lelaki itu pandai berakting.

"Iya, kau benar. Kami semua dapat informasi beberapa hari lalu. Bahkan katanya, mereka sudah berangkat sejak Maret lalu. Raja dapat surat, tapi entah kapan datangnya." Sam cukup terkejut. Jika Maret lalu mereka sudah berangkat, heii... apakah ini akan jadi perang besar-besaran?

To (See You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang