Chapter 13 : Camaraderie

138 46 73
                                    


Ottoman, July 1683


Aydin pada akhirnya setuju untuk bertukar posisi lagi. Aydin juga yang mengiyakan keinginannya meminta pada Vizier untuk mendapat posisi yang tidak terlalu rawan. Ayse ditempatkan di barisan kedua. Tak ada masalah sebenarnya, mengingat Vizier tentu cukuplah memiliki pengalaman. Tetapi, tentu kekhawatiran Aydin tetap ada. Dia sangat khawatir.

Di atas kasur Ayse, pikirannya berkecamuk. Sebenarnya ia tetap tidak ingin bertukar posisi, tetapi disisi lain ia juga tidak tega dengan Ayse yang berusaha keras berlatih sambil menangis.

Safiye yang melihat Aydin tentu mengerti. "Dalam tiga hari kedepan, Tuan Putri akan kembali dengan selamat. Dan saya sudah mengatur kegiatan Tuan Putri untuk meliburkan diri tiga hari, jadi Pangeran tidak perlu menggantikan Tuan Putri."

Aydin menghela napas, ia pejamkan matanya. "Apakah menurutmu keputusanku itu baik? Kenapa aku tidak bisa menolak permintaan Ayse?" Setetes air mata Aydin luruh juga. Sungguh, pikiran dan hatinya benar-benar kacau. Dari awal juga keputusannya sudah salah.

"Seandainya saja, dari awal aku tidak mengiyakan permintaannya untuk bertukar posisi agar ia bisa keluar, dia tidak akan bertemu dengan lelaki itu lalu menyukainya dan meminta keluar lagi untuk menemuinya." Aydin seka bekas setetes air matanya. Pikirnya untuk apa menangisi Ayse yang egois

"Apa Pangeran menyesal sekarang?" Aydin terdiam. Dahinya mengkerut. Ia berpikir keras. Tetapi sama sekali hatinya tak merasa menyesal, pun juga dengan otaknya yang baru memikirkan penyesalan. Aydin tidak tahu. Yang jelas, kata menyesal tidaklah ada sejak awal.

Safiye tersenyum, "Pangeran, wajar jika anda merasa marah entah kepada Tuan Putri atau diri anda sendiri. Tapi amarah itu seharusnya bisa padam jika Pangeran mempercayai dengan benar pada Tuan Putri."

Ucapan Safiye tak ditanggapi Aydin. Bukan karena tidak peduli dan tidak mau mendengarkan, justru Aydin sedang meresapi kalimat Safiye dalam diam.




Serbia, July 1683

Pakaian zirah yang Ayse pakai memang cukup berat baginya, ini pertama kalinya ia memakai pakaian besi ini. Tetapi Ayse tak pedulikan itu, yang ia pikirkan sekarang hanyalah perasaan bahagia dapat keluar lagi dan ia akan menemui Elias. 

"Pangeran muda Aydin Musthafa, ini tidak terduga, tetapi anda harus ambil alih sayap kiri dan pimpin pembantaian!" Perintah Vizier membuat jantung Ayse berdegup kencang. Mau tidak mau, ia hentakkan tali pacu kudanya dan mengambil posisi di depan. Ia sendiri tidak mengerti kenapa daerah ini diserang pasukan dari Ottoman. Apa mereka melakukan pemberontakan?

"Apa yang harus aku lakukan?" Gumamnya tentu bingung. Ini diluar prediksinya dan ia pikir, ia hanya membantu dari belakang jika ada lawan yang tidak berhasil disingkirkan dari depan.

"Pangeran Aydin! Apakah anda tidak memberi perintah?"

Lama berdiam diri, lantas tak membuat prajurit lain mengambil alih tugasnya bukan? Sungguh, Ayse tidak tahu. Bahkan siapa sasarannya juga ia tidak tahu. Aydin sama sekali tak memberi tahu detail misi penyerangannya, yang Aydin katakan adalah di Serbia ada pemberontakan terhadap Ottoman dan jangan membunuh wanita, anak kecil ataupun lansia. Orang yang di dalam rumah adalah orang yang selamat. Benar, Aydin hanya berkata seperti itu. Ayse tersenyum tipis.

"Serang semuanya! Wanita, anak kecil, lansia, dan orang yang di dalam rumah adalah orang yang selamat!" Teriak Ayse ketika beberapa meter lagi ia dan kelompok sayap kiri memasuki pemukiman. Lantas teriakannya menjadi sahutan pasukan di belakangnya agar pasukan lain mendengar.

To (See You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang