Singapura, 10 Tahun Kemudian - Bagian 3

47 12 0
                                    

Zahira dan Takashi berjalan menyusuri Jalan Beach ke pusat Kampong Glam. Banyak penduduk muslim tinggal di daerah Kampong Glam. Masih ada beberapa toko dan kedai makanan yang buka sampai malam. Jalanan tidak begitu ramai sehingga Zahira dan Takashi bisa lebih leluasa melihat-lihat sekitar. "Di mana kamu tinggal, Takashi?" Zahira bertanya mengenai tempat tinggal Takashi selama di Singapura.

"Di Jalan Queen. Ada losmen untuk menampung mahasiswa." Yang dimaksud Takashi adalah semacam indekos tetapi tidak menyediakan makanan, makanya yang terpikirkan oleh Takashi adalah 'losmen'. "Tolong jangan tanya harga sewanya."

"Yang pasti, tidak semahal hotel."

"Begitulah." Takashi berhenti di depan sebuah vending machine. "Aku mau minum lagi. Kamu mau?"

"Sekarang tidak."

"Untuk nanti?"

Zahira mengedikkan bahu. "Baiklah. Boleh."

"Aku mau wintermelon tea—teh buah kundur. Zahira mau apa?"

Zahira melihat sebentar isi vending machine. "Aku mau chamomile tea saja."

Maka, Takashi mengeluarkan sebotol teh buah kundur dan sebotol teh kamomil. Zahira memberikan selembar uang kepada Takashi. "Tidak usah."

"Kamu sudah membelikanku banyak."

"Aku punya banyak uang."

"Dalam kurs dolar Singapura?"

"Ingat, aku pernah bekerja kepada seorang mangaka," kata Takashi lalu berjalan ke sebuah bangku. "Keuntungannya lumayan."

Zahira ikut duduk di sebelah Takashi yang sedang minum beberapa teguk teh buah kundur. "Kamu sendiri apakah sudah membuat manga sendiri?" tanya Zahira.

"Belum. Aku akan membuatnya setelah lulus. Aku sudah memikirkan ceritanya. Aku hanya harus menyelesaikan tesisku dulu."

Zahira pun bertanya, "Tesismu tentang apa?"

"Nuansa visual untuk membangun sebuah cerita lewat gambar."

Zahira tidak berniat untuk bertanya lebih lanjut karena belum tentu ia mengerti. Fakta bahwa Takashi menyebutkannya dalam bahasa Indonesia/Melayu membuat Zahira merasa agak ciut. "Bisakah kita berbicara dalam bahasa Jepang saja?"

"Bergantung apa yang mau kamu bicarakan," balas Takashi dalam bahasa Jepang.

"Aku ingin berbicara tentang teman-teman," Zahira berkata dalam bahasa Jepang. "Teman-teman kita."

"Ah, baik. Aku pernah mengobrol dengan Fumihito. Kusano, kamu ingat? Dia saat ini sedang bekerja di sebuah perusahaan FMCG[1]. Tapi, dia berencana resign dari situ karena berusaha untuk melamar ke JAXA[2]."

"Oh, ya. Aku rasa, aku pernah melihat foto Fumi-san sedang bekerja dari Instagram."

"Kalau tidak salah, kamu juga punya teman yang suka Astronomi juga. Siapa?"

"Maya. Maya Bintang Kelana," kata Zahira. "Ah! Dia juga sedang berkuliah S-2 jurusan Astronomi di Indonesia. Dulu, dia S-1 Astronomi juga."

"Begitu, ya. Fumihito ingin lanjut studi juga, katanya. Dia dulu kuliah Meteorologi. Dia pernah dengar juga soal jurusan Astronomi di perguruan tinggi di Indonesia. Mungkin dia mau ke sana."

"Mungkin Fumi-san bisa menjangkau Maya nantinya."

Takashi mengangguk mengiakan. Zahira bertanya, "Takashi, apakah kamu diundang ke pernikahan beberapa teman kita yang sudah menikah?"

"Ah, iya. Aku diundang, tapi ada beberapa yang aku berhalangan hadir. Aku datang ke pernikahan Masaki, Iwai Masaki, dengan Yonedzu, Yonedzu Shintarō. Kautahu, Yonedzu itu sekelas dengan kita di kelas 1-B."

Seminggu di AsakusaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang