OPS: Tempat Yang Sebenarnya?

897 83 3
                                    

Orang-orang melirik ke arah mereka dengan berbagai macam jenis tatapan.

Rava hanya mampu mengigit bibir bawahnya untuk melampiaskan rasa sakit di pergelangan tangan nya, Octa mencengkeram kuat pergelangan tangan nya tanpa berniat untuk melepaskan nya.

Ketika ia meringis kesakitan bukan nya mengendur malah semakin erat Octa mencengkeram tangan nya.

Kini mereka sudah berada di parkiran barulah Octa melepaskan tangan nya.

Rava hanya diam menatap Octa yang tengah memakai helm full face nya.

"Naik" Rava tercekat saat mendengar suara dingin itu dengan segera dia naik ke atas motor.

_______

Setelah beberapa belas menit keduanya sudah berada di depan mansion mewah.

"Masuk, langsung ke kamar gue" singkat Octa setelah mereka berdua telah berada didalam mansion.

"D–di mana?" tanya Rava gugup.

Octa tak menjawab melainkan langsung berjalan menaiki tangga, Rava kemudian mengekor di belakang nya.

Setelah melewati tangga dan koridor akhirnya mereka tiba di depan pintu putih, Octa membukanya dan langsung mendorong Rava masuk hingga hampir membuat Rava terjatuh.

Membalikkan badannya untuk menutup pintu kamar, setelahnya berbalik menatap Rava yang saat ini mata nya bergerak gelisah saat melihat Octa yang menatap nya lekat.

Octa melangkah mendekat seketika itu juga Rava mundur perlahan hingga dia tersudut di sudut dinding, sedangkan Octa masih terus melangkah mendekatinya.

Rava menatap waspada saat melihat Octa menyeringai dengan kedua tangan mengunci pergerakannya.

"O-octa" ucap Rava terbata saat Octa mendekatkan wajah nya.

"Kenapa hm?" bisik Octa lembut di depan wajahnya.

Rava menggeleng, dia takut.

"Kemana kata-kata pedes lo? Udah ilang?" tanya Octa sambil menatap penuh minat bibir nya.

"JAWAB!!" bentak Octa sedetik kemudian. Rava memejamkan matanya takut.

"Gue udah bilang kan, jangan bikin ulah lagi! Tapi lo ngeyel di bilangin!!" sentak Octa dengan keras.

"Bibir ini," ujar Octa sambil mengelus-elus bibir Rava lembut dengan ibu jarinya. "Bibir ini yang selalu ngeluarin kata-kata tajam, ngebikin orang sakit hati. Gimana kalo gue jait mulut lo?"

Rava menggeleng ribut, berontak saat Octa  melumat bibir nya dengan kasar.

Octa menghentikan ciuman nya, lalu menatap mata Rava yang kini sudah sembab. Setelah puas memandangi mata itu, Octa mengangkat Rava lalu membanting nya ke kasur hingga terlentang.

Rava langsung beringsut mundur saat melihat Octa merangkak ke arah nya. Tangan Octa menggapai laci nakas dan membuka nya lalu mencari sesuatu di dalam sana, setelah mendapatkan apa yang di cari dengan segera ia memborgol kedua tangan Rava.

Setelah selesai memborgol tangan Rava, Octa beranjak dari kasur ke lemari pakaian nya, mata nya terfokus ke laci paling bawah lemari nya tak mau membuang waktu lagi dia dengan cepat membuka laci itu dan mengeluarkan isi nya.

Suara gemericik rantai mengalun dengan indah di telinga Rava.

"Jangan! Hiks lepasin gue!" teriak Rava saat Octa merantai kedua kaki nya.

"Lo harus dihukum karena mulut pedas lo itu, gue ga suka kata-kata kasar! Beruntung gue ga bener-bener jait mulut lo!" ucap Octa.

"Lo diem di sini, gue ada urusan. Jangan harap lo keluar dari sini, dan jangan harap lo bisa pegang ini" lanjut Octa mengangkat tinggi benda pipih milik Rava, lalu,...

Octa Prana Samudera [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang