2. Sampai Sepuluh

403 68 13
                                    

“Dil, mabar dulu, lah. PR mah belakangan aja, nanti bisa nanya sama bang Trisna.”

Fadil, bokem itu menghela napas. Doi baru saja membuka buku tulis dengan sampul pink mengkilat bertulis ‘Buku Tugas Ekonomi’ dan makhluk akhir zaman bernama Anugerah Wisnu Pratama muncul di pintu kamarnya tanpa permisi berbarengan dengan hasutan saiton nirrojim.

“Ih tugas gue banyak, Bang. Lagian bang Trisna kan anak Fisika, tugas gue mapel Ekonomi.” bela Fadil gemas. Dua seniornya ini memang tidak memberikan contoh-contoh yang baik. Ish ish ish.

“Inget, Bang. Enggak baik menunda-nunda pekerjaan, apalagi tugas sekolah. Nanti tugas itu bakal ketemu sama tugas-tugas lain lalu mereka kawin dan berkembang biak. Tugas itu enggak mengenal KB makanya bisa beranak banyak!” sabdah Fadil, menyerukan betapa pentingnya mengerjakan tugas tepat waktu sebelum kewajiban itu berlipat ganda. Bahkan sampai membawa KB segala, kebetulan kemarin doi baru belajar tentang ledakan populasi.

Fadil mendelik ke arah Anu yang masih stay mengintip di pintu kamarnya. “Lagian Abang main ML lose streak mulu! Mending gue main Genshin, nguli primo buat gacha.”

Giliran Anu yang menghela napas. “Gue punya es Kiko.”

Fadil langsung berdiri, menghampiri abangnya. “Mau main di kamar apa ruang tengah?”

Hanya dengan es kiko, prinsip hidup Fadil terjual. Murah sekali.

Dan seperti yang ditebak, malam itu trio berakhir mabar ML di ruang tengah dengan masing-masing mengenyot es kiko.

“Bang Ali belum pulang juga?”

Trio menoleh sebentar sebelum kembali fokus ke hp miring mereka, Tutu baru aja pulang. Memang tak biasanya kucing kutub itu pulang larut.

“Katanya lagi di jalan, Bang. Abang sendiri tumben baru pulang. Ada lemburan?” tanya Irsan datar, lagian abang pucetnya itu pulang dengan tangan kosong. Beda cerita kalau Tutu pulang menggenggam kresek, pasti langsung disambut meriah layaknya Raja Inggris mudik lebaran.

Tutu berjalan malas, mukanya ditekuk lecek mirip cucian Anu. “Temen kerja gue kayak bangke! Udah tau itu bukan kerjaan gue malah diserahin ke gue semua, anjing!” kesalnya 2000%.

Doi kalau boleh emosi dan mengeluarkan tanduk ditambah semburan api naga bonar pasti udah doi lakukan di TKP terkait. Namun urung karena doi masih terbilang baru bekerja di dealer sana. Sebagai seseorang yang tau asam garamnya melamar sana-sini dan berkas lamarannya berakhir sebagai bungkus tempe mendoan, dapat pekerjaan musti disyukuri.

Cuma memang apesnya doi masuk ke tempat yang diciptakan untuk menguji semua jenis emosi di dalam tubuh albinonya.

“Ya udah Abang istirahat sana, nanti kalau bang Ali udah pulang, gue panggil.” sahut Anu, matanya masih fokus di ponsel, takut lose streak kesekian kali.

Mendengar ucapan Anu, Tutu bukannya langsung bergerak menuju kamarnya justru terdiam.

“Lah? Ngeliatin apa, Bang?” heran Fadil.
Tutu meneguk liurnya. “Bagi es kiko, dong.”

***

Tok! Tok! Tok!

Ketika bokem itu saling pandang sebentar, memastikan pendengaran masing-masing. Setelah selesai mabar yang alhamdulillah-nya mereka keluar dari lingkar setan bernama lose streak, ketiga memilih tetap bermain ponsel sambil leyeh-leyeh macam toping ketoprak.

“Dil, bukain pintunya, gih.” suruh Irsan males, doi sibuk menonton One Piece, katanya bentar lagi Gear 5 bakal debut.
Fadil mengeluarkan bombastic side eye-nya. “Malas. Bang Anu aja, gin.”

Come HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang