MJMG : 10

292 16 0
                                    

--

Hari-hari sangat begitu cepat berlalu, tak terasa bahwa sekarang sudah akhir pekan saja. waktu di mana para seluruh santri banyak menikmati waktu luang dan senggang di pesantren.

Di asrama Gibran dkk, mereka sedang bersantai diatas kasurnya masing-masing dengan sedikit obrolan yang memecahkan keheningan. tawa Daniel dan yang lainnya menggema dan menggelegar. terkecuali Gibran yang hanya memandang datar satu persatu temannya. Selesai tertawa terbahak-bahak mereka malah melanjutkan menggosip. seperti perempuan saja.

"Eh Artha kemana yah? biasanya kan dia sering kesini?" Tanya Zaki.

"Lah iya, udah beberapa hari ini gak kesini." Imbuh Arya.

"Mungkin sibuk." Celetuk Gibran membalas.

Arya berfikir. "Em.. tapi, walaupun sesibuk apapun dia, pasti bakal ngabarin kita Gib."

"Bener apa yang diucapin sama Arya tuh." Sahut Zaki, Daniel pun hanya ikut mengangguk ngangguk an kepalanya saja.

"Kita samperin aja ke ndalem." Ucap Gibran berusul.

-

Mereka langsung memberi salam setelah tiba di depan pintu ndalem. "Assalamualaikum.."

Pintu langsung di buka oleh seorang santri putri yang sepertinya sedang piket. "Na'am, ada keperluan apa yah?" Tanya santri itu seraya menundukkan pandangan nya.

Daniel tersenyum senyum sendiri melihat perempuan yang ada di hadapannya saat ini. "Kita ini ma—" Ucapannya pun di potong cepat oleh Gibran.

"Gus Artha ada di dalam?" Tanya Gibran to the point.

Zaki dan Arya hendak mengeluarkan tawanya, tapi sebisa mungkin mereka tahan.

"Na'am maujud." Jawabnya cepat.
(Iya, ada.) koreksi kalau salah.

"Gini loh ki—"

"Tolong panggilkan Gus Artha." Kini yang kedua kalinya Gibran memotong ucapan Daniel lagi.

"Buwahahahaha..." Tawa Arya dan Zaki akhirnya pecah.

"Kasian.. gak di ANGGAP!!!"

"Bisa diem gak!?" Ucap Gibran dengan nada yang sedikit kesal. Mereka pun langsung kicep.

"Maaf hehe." Satu kata lolos dari bibir salah satu mereka berdua.

Perempuan yang sedang piket itu berbicara lagi. "Maaf, jadi mau menemui Gus Artha tidak?" Tanya nya sambil menunduk ketakutan karena melihat ekspresi Gibran.

Gibran menormalkan ekspresi muka nya seperti semula. karena ia menyadari, perempuan di depan nya ini ketakutan. "Ekhem! jadi."

"Yasudah kalau begitu, mari masuk." Sambutnya ramah.

Mereka berempat langsung mengikuti perempuan itu masuk ke ndalem, dan duduk di kursi ruang tamu karena sudah di persilahkan.

"Saya panggilkan dulu sebentar."

Perempuan yang diketahui bernama Nafisa itu melangkah menuju dapur entah mengapa ia pergi menuju dapur. "Nyai..." Panggil Nafisa.

"Iya nduk, kenapa? yang ngetuk pintu siapa tadi?"

"Itu nyai, yang mengetuk pintu teman teman nya Gus Artha, mereka sedang mencari beliau."

"Yasudah, kamu lanjutkan pekerjaan kamu, biar saya yang temui mereka." Nafisa mengangguk, lalu melanjutkan pekerjaan nya lagi.

MANA JANJI MU GUS?! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang