Satu titik cahaya tampak setelah beberapa lama dalam kegelapan yang pekat. Sepasang mata itu terbuka, menampilkan dua bola matanya yang berbeda pola.
Dimana ini?
Itulah pertanyaan pertama yang langsung terpikir dalam otaknya. Langit-langit putih, bau obat tercium begitu tajam. Apa ini rumah sakit? Tidak mungkin. Rumah sakitnya seharusnya sudah...
Ketika dia teringat dengan apa yang terjadi tak lama ini, dia sontak terbangun.
"Kau sudah bangun, huh, Sasuke?" Suara santai yang sangat familiar ini menyapa indera pendengarannya. Seorang pria paruh baya dengan masker khasnya sudah berdiri di depan jendela. Menyandar di tembok dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Matanya tak mencerminkan satupun emosi lain selain mengantuk.
"Kakashi," Sasuke menyebut nama pria itu. Kakashi menghela nafas sedikit.
"Apakah kau tak bisa memanggilku dengan nama yang sedikit sopan atau hormat sebagai mantan gurumu?" Tanya Kakashi. Sasuke tak peduli dengan itu. Ada yang lebih penting dibanding mendengarkan curhatan hati Kakashi.
"Bagaimana?" Dia bertanya dengan suara pelan. Sangat ambigu. Kakashi terdiam untuk mendengar ucapannya.
"Bagaimana dengan dia?" Dia melanjutkan. Suaranya masih rendah. Tatapannya dingin tanpa menunjukkan ekpresi yang bisa terbaca oleh Kakashi. Tapi, Kakashi tahu bahwa pertanyaan Sasuke ini sangat serius. Pria itu memandang Sasuke dengan pandangan yang tak kalah datarnya. Tapi, bukannya menjawab secara to the point, Kakashi malah membuatnya bertele-tele dengan kata pengantar.
"Yah. Sebenarnya, semua baik-baik saja. Rumah sakitnya berantakan dan semua tindakan medis dilakukan di klinik kecil ini. Syukurlah, tak ada korban jiwa. Hanya beberapa orang luka dan mereka sudah dipindahkan semua ke tempat aman jadinya-"
"Aku tanya bagaimana dia?" Sasuke memotong perkataan Kakashi yang masih sempat mengulur waktu dengan pembicaraan tak penting dan senyumnya. Dia menaikkan nada bicaranya sedikit dengan kesal. Lebih menuntut. Bukan waktunya memikirkan orang lain yang sudah selamat.
Kakashi terdiam lagi. Yah, memang bukan pilihan baik berlama-lama dengan Sasuke.
"Dia...tidak ada" Akhirnya, senyum Kakashi benar-benar pudar. Dia menatap datar penuh keseriusan.
"Sepertinya aku sedikit terlambat-tidak, maksudku, aku memang terlambat. Ketika bala bantuan lain sudah sampai ke TKP, yang bisa ditemukan hanyalah beberapa shinobi luka, kondisi rumah sakit yang kacau, dan kalian berdua yang terluka. Kami tak menemukan musuh ataupun dia. Sama sekali. " Jelas Kakashi. Nada suaranya terdengar begitu serius. Sasuke menolehkan kepalanya, dan tersadar bahwa di sampingnya, sebuah kasur rawat lain juga sedang diisi oleh seseorang. Itu Naruto. Dari kelihatannya, nampaknya Naruto dapat luka yang lebih parah darinya. Wajar saja sih, karena sepertinya dia memang sempat untuk melindunginya dari bilah es aneh itu hingga Sasuke hanya mengenainya lebih sedikit.
Naruto memang seperti biasa, benar-benar bodoh.
"Sepertinya, dia sudah dibawa oleh mereka" Lanjutan dari Kakashi membuat perhatian Sasuke langsung teralih ke arahnya.
"Bukan dibawa," Dan, kemudian meralatnya. Dia turun dari tempat tidur walaupun rasa sakit masih agak terasa.
"Tapi, dia memang pergi" Sasuke melanjutkan. Kakashi tampak terdiam sebentar. Sedikit kaget dengan perkataan Sasuke.
"Maksudmu, dia pergi dengan sendirinya? Hei. Kita tidak sedang bicara kalau dia mengkhianati Konoha, kan?" Nada tenang Kakashi berganti, dia tampak begitu tak percaya, bingung, sekaligus tak mengerti.
"Bukan berkhianat. Tapi, memang bukan dia," Sasuke melanjutkan sebelum berjalan menuju pintu keluar.
"Kau mau kemana? Lukamu belum sembuh" Kakashi bertanya, sedikit mengabaikan keambiguan Sasuke yang belum dia mengerti. Sasuke berhenti sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crushed
FanfictionKonoha tiba-tiba dihantam oleh sebuah teror aneh. Lagi? Bahkan setelah perang dunia shinobi keempat? Iya. Ini adalah satu-satunya masalah yang harus dipikirkan jawabannya oleh semua orang, tapi tidak untuk Haruno Sakura. Selain teror ini, dia juga...