pengakuan

202 17 0
                                        

Senyuman ter-ulas tipis di sudut bibirnya, yang nampak kaku . Namun , mampu sedikit bisa mencairkan suasana antara keduanya. Ia tidak bisa mengalihkan pandangan kepada tubuh sintal milik Hinata, apalagi ditambah dengan kulit putihnya dan rambut panjangnya yang tergerai bebas. Bibirnya yang merah muda itu berhasil membuat nya sedikit terbawa suasana, hampir saja ia kehilangan kewarasan nya. Dengan sekuat tenaga ia menahan nya dan berucap acuh tak acuh.

Dua insan yang saling merindukan itu , nampak canggung dan masih tampak formal. Padahal dulunya keduanya cukup dekat saat masih kanak-kanak.

Dengan sorot mata yang tidak beralih sedikitpun dari tempat itu. Pemuda dengan rambut merah darah itu diam terpaku ditempatnya. Tanpa bisa berkata-kata sedikitpun kepada sosok gadis kecil yang dulunya dirindukannya itu.

Sosok wanita cantik pintar dan kuat itu. Berhasil mengalihkan dunianya. Kabar kedatangan nya menjadi angin segar untuk nya. Setelah sekian lama hidup sendiri menjalankan desanya , membuat pemuda yang terkenal tampan itu sangat kesepian. Tanpa teman maupun kekaih hati

Hanya ada kedua kakaknya yang sudah mulai dekat dengannya, tidak seperti dulu pada saat ayahnya masih hidup.

Sudah banyak perubahan besar pada gadis manis nan pemalu itu. Dulu gadis itu adalah gadis penakut yang harus bisa dilindungi nya. Ia menjadi kuat dan berani melangkah kan kakinya menuju kursi yang disinyalir sebagai kursi yang paling menyeramkan.

Demi gadis itu,ia berubah menjadi lebih baik. Guna menambah kesan baik pada Hinata nya.

" Manis, seksi dan bulat!, Tidak ku sangka gadis penakut itu tumbuh menjadi gadis cantik." Ujarnya dengan senyuman lebar dibalik dokumen yang saat ini menutupi wajahnya.

Sejak kepergian Hinata membuat kazekage itu hilang kewarasan. Ia tersenyum-senyum sendiri tanpa sebabnya. sesaat, pemuda itu terkagum-kagum melihat perubahan tersebut. Namun, dalam hatinya, ia merasa sedih karena mereka tidak lagi memiliki kedekatan seperti dulu.

Pada siang hari dengan matahari yang tepat diatas nya, Hinata sedang duduk sendiri di taman desa. Gaara yang tanpa sengaja melewati kawasan itu untuk mengontrol dan melihat bagaimana kondisi warga suna membuat perhatian nya teralihkan .

Hinata duduk termenung dikursi nya, hiruk-pikuk disekitarnya sama sekali tidak mengusiknya. Kazekage muda itu memutuskan untuk mendekatinya. Hatinya berdebar kencang dan ia berusaha mengontrol rasa gugupnya. Dengan berani, ia menghampiri Hinata dan duduk di sampingnya.

Jarak antara keduanya cukup jauh , muat dua orang. Itu adalah caranya agar warga suna tidak berpikir yang tidak-tidak antara keduanya. Akan timbul masalah jika, keduanya bisa duduk bersama dan bercengkrama ria. Ia hanya ingin menjaga reputasi hokage dan juga gelar Heirs dari seorang putri Hyuga.

"Apakah kau masih ingat kita dulu, saat kita masih kanak-kanak?" tanya Gaara  dengan sedikit ragu.

Hinata menoleh ke arahnya, senyum tipis terukir di wajahnya. "Tentu saja aku ingat. Kita selalu bermain dan berlatih bersama dan menceritakan segala macam impian kita."

Pemuda itu tersenyum lega mendengar jawaban Hinata. "Aku merindukan waktu-waktu itu, ketika kita begitu dekat dan saling peduli. Aku ingin kembali seperti itu."

Hinata terdiam sejenak, lalu memberanikan diri untuk menatap pemuda itu. "Aku juga merindukan waktu itu, dan aku berharap kita bisa kembali seperti dulu. Tapi, aku khawatir..."

"Pada saat itu, aku belum siap untuk menjalin hubungan yang lebih dari sekadar persahabatan," sambung Hinata dengan penuh keraguan.

Pemuda itu menarik napas dalam-dalam, memahami kekhawatiran Hinata. "Jika kau takut, aku siap menunggu. Aku tidak ingin memaksamu untuk mengambil keputusan yang membuatmu tidak nyaman. Tetapi, aku ingin kau tahu bahwa aku masih merindukanmu, dan aku ingin meluangkan lebih banyak waktu bersamamu."

Hinata tersenyum hangat. "Terima kasih, kamu selalu menjadi seseorang yang bisa kuharapkan dan kuhargai. Kita bisa mulai dari awal sebagai teman dan melihat bagaimana perasaan kita berkembang seiring waktu."

Tanpa disadari keduanya seorang wanita berambut coklat sebahu menatap penuh kebencian kepada Hinata. Entah apa yang ada dalam benaknya saat itu, ia mendecih dan berlalu cepat dari tempat berdiri.

Setelah pengakuan Gaara kepada Hinata membuat keduanya sudah lebih dekat namun, tetap menjaga jarak sedemikian rupa. Biar bagaimanapun keduanya tidak ingin ada gosip yang membuat reputasi tinggi yang dijunjung nya jatuh akibat ulah gegabah nya.

" Heii!.... Apa berita itu benar?" Tanya Temari berbisik-bisik ditengah-tengah rapat kazekage dan beberapa mentrinya.

Walaupun ia tidak mendapatkan respon yang diharapkan, itu tidak membuat nya berhenti. Ia terus-menerus menekan Gaara Lewat Ekor matanya yang tajam. Ia berusa menyenggol kursi Gaara dengan kaki jenjangnya itu.

" Saya rasa tidak perlu ada pembahasan lagi. Semuanya sudah pas, sesuai dengan rencananya. Saya harap untuk kedepannya kita bisa bersama-sama bersama ke empat desa lainnya melindungi satu sama lainnya."

" Jika, tidak ada lagi yang perlu dibahas maka,saya rasa kita cukupkan sampe disini." Ujar Gaara.

Semuanya menteri dari berbagai devisi berhamburan keluar dari ruangan rapat itu. Sementara itu juga Gaara yang tengah sibuk membolak-balikkan halaman demi halaman dokumen kerja sama antara suna dan ke 4 desa lainnya.

Temari yang melihat adik bungsunya malah kembali sibuk dengan urusan nya tanpa sedikitpun peduli dengan celotehnya tadi. Ia mengepalkan tangan nya dan sudah bersiap-siap mengambil ancang-ancang untuk menggunakan kipas raksasa nya.

Sebelum tanggal nya berhasil menggapai senjata andalannya itu, Gaara sudah terlebih dahulu beranjak dari kursi nya dan menghilang tanpa jejak dari tempat itu.

Temari yang kesal akan kelakuan adik termuda nya itu hanya bisa berdecak kesal  sembari menggelengkan kepalanya. Ia heran bagaimana bisa ia tidak sadar akan kepergian Gaara dari tempat itu.

Sementara itu, Gaara berdiri dengan tenangnya di atas kekuatan pasir miliknya. Dengan kecepatan penuh ia berhasil sampai perbatasan dimana beberapa hari yang lalu Hinata di pindah tugas kan ditempat itu.

Dari kejauhan ia bisa menangkap sesosok tubuh gemulai gadis dengan pakaian tertutup nya itu. Dari jauh ia bisa langsung mengenali Hinata walaupun dari belakang saja.

Gadis itu nampak awas menatap kesana-kemari dengan mata byakugan nya yang telah aktif. Sesekali gadis mengelap keringatnya dengan tangan nya. Ia berusaha menetralisir hawa panas yang  selama ini menjadi musim baru untuknya.

Ia tau, gadis yang disukainya itu belum terbiasa dengan suasana panas dan gersang yang berada di suna. Kulit putih nya juga sedikit terbakar akibat sengatan matahari yang lumayan tajam apalagi di sunagakure sangat jarang ditumbuhi pohon tempat biasanya para Shinobi berteduh jika sedang melakukan misinya.

" Hinata..," panggil nya dengan suara kerasnya. Gadis langsung menoleh dengan cepat, karena memang sudah mengenali siapa pemilik suara itu.





Hyuga Hinata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang