Saat ini Rav sedang berada di kamarnya. Rav sedang menatap dirinya dalam pantulan cermin yang berada di dalam kamarnya.
"Kalau kamu banding - bandingin hidup kamu sama abang, itu tolol namanya" Rav kembali teringat dengan ucapan Ayahnya tadi.
Hufftt....
Rav membuang nafas kasar, kemudian Ia menyingkirkan anak - anak rambutnya sambil bergumam dalam hati "Gw jahat ya banget ternyata. Nggak seharusnya gw iri sama abang. Tapi gw juga nggak bisa ngendaliin rasa sakit saat liat bunda lebih perhatian ke abang. Gw cuma pengen bunda tahu apa yang gw rasain. Semua bukan tentang barang yang bunda kasih, gw nggak peduli bunda beliin abang barang yang mahal sekalipun. Gw cuma pengen dapet sedikit perhatian bunda, kata - kata lemah lembut dari bunda, dipanggil adek sama bunda. Udah itu aja kok" Batin Rav.Setelah bercermin, Rav berjalan ke arah kasur. Ia terduduk di tepi kasur dengan tangan mengacak - acak rambutnya kasar. Ia meremas rambutnya kencang, rasanya sangat pusing.
dertt... dertt
Ponselnya tiba - tiba berbunyi, menandakan ada notif pesan yang masuk. Rav mengusap layar ponselnya dan ketika layar itu menyala ia melihat ada notifikasi dari bang Wira.
Setelah membaca pesan terakhir dari bang Wira, Rav memutuskan untuk memblokir nomor bang Wira sementara. Rav refleks membuang handphone - nya ke kasur setelah memblokir kontak bang Wira.Huffttt....
terdengar helaan napas dari Ravindra. Rasanya ia sangat lelah karena memikirkan hal - hal yang membuat pikirannya kacau. Kini Rav pun memilih untuk beranjak dari tempat tidurnya, Rav berjalan keluar kamar lantas mengambil motornya yang terletak di halaman rumah. Setelah Rav menyetater motornya, ia pun mengendarai motornya menuju rumah Harraz.
Setelah sampai di rumah Harraz, Rav melihat Harraz sedang duduk di teras rumahnya.
"Makan cucur anget - anget" Ucap Harraz dengan nada berpantun.
"Cakep" Rav menjawab pantun Harraz.
"Muka lu ancur banget" Sambung Harraz melanjutkan pantunnya.
"Sialan" Balas Rav.
"Kenapa lagi Rav?" Tanya Harraz.
"Gw mau cerita Raz"
"Sini - sini duduk" ajak Harraz, ia menunjuk kursi menggunakan lirikan retina.
Rav pun langsung bercerita kepada sang sahabat, ia mencerita kan apa yang terjadi pada dirinya saat ini.
"Menurut lu gimana Raz? Salah nggak sih kalau gw marah ke abang gw?" Tanya Rav setelah panjang lebar bercerita kepada Harraz.
"Iya itu mah pasti gw juga marah kalau di posisi lu. Menurut gw sih jelas abang lu salah Rav, nggak seharusnya dia ss chattan lu tanpa izin gitu. Dia bener - bener nggak jadi penengah kalau gitu" Ucap Harraz.
"Tapi Rav, Kakak beradik bertengkar itu udah menjadi hal yang wajar. Karena mereka adalah saudara, dan kakak beradik pasti selalu menemukan jalan untuk berbaikan." Sambung Harraz
"Tapi hal yang paling gw takutkan adalah gw nggak akan menemukan jalan itu." Jawab Rav
"Husshh jangan ngomong gitu Rav, gw yakin ada saat nya lu sama abang lu baikan." Ucap Harraz terlihat berusaha agar Rav tidak tenggelam dalam pikiran negatifnya.
***********
Sementara di tempat lain bang Wira sedang merenungi kesalahannya pada Rav.
"Maaf gw ngelakuin ini Rav, karena gw bingung gimana caranya bantuin lu, gw nggak punya keluh kesah buat di sampein ke bunda. Maaf gw lancang ngelakuin ini" Batin bang Wira.
Bang Wira kembali meraih ponselnya, ia berusaha menghubungi nomor Rav untuk meminta maaf, namun ternyata nomornya sudah di blokir.
"Arghhh terserah lo deh, capek gw" bang Wira membuang handphone nya ke kasur. Bang Wira sedikit kesal begitu mengetahui kenyataan bahwa nomornya diblokir oleh Rav.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Anak Kedua (RENJUN, WINWIN)
FanfictionIni kisah tentang Ravindra Malik Ebrahim, si bungsu yang hidupnya dipenuhi rasa takut dan kegagalan. Rav takut kehilangan kasih sayang dari orangtuanya jika ia gagal mendapatkan apa yang orangtuanya inginkan. Rav hidup di dalam keluarga yang utuh n...