Suasana ruang tamu di rumah Rav malam ini terasa hening, begitu sepi. Tak ada canda tawa, terasa begitu hampa keluarga ini. Rav membenci keadaan ini. Diruang tamu hanya ada bang Wira yang sedang menonton televisi, dan ayah Rav yang sedang fokus dengan ponselnya.
Rav begitu takut memulai percakapan. Bibirnya seakan terkunci, menahan Rav untuk mengeluarkan sepatah katapun.
"Rav lo udah makan?" Bang Wira memecahkan keheningan diantara mereka.
Rav hanya menggelengkan kepalanya, sebagai bentuk jawaban.
"Makan gih" Bang Wira menatap Rav seakan mengisyaratkan Rav untuk segera makan.
Tapi lagi - lagi Rav hanya menggelengkan kepalanya. Bukan dia tidak ingin makan, hanya saja ia melihat hanya terdapat 3 buah mangkuk berisi soto diatas meja makan, sedangkan jumlah penghuni di rumah Rav ada 4 orang. Lagi pula bunda nya sama sekali tidak menawarkan Rav untuk makan.
Tak lama setelah itu bundanya keluar dari kamarnya, dan menatap Rav dengan tatapan yang tak Rav suka.
"Udah lah gausah di tawarin Bang, biarin aja. Mau makan situ, enggak situ. Jadi anak kok kebanyakan tingkah" Ucap bundanya dengan nada menyindir.
"Bukannya Rav gamau makan soto nya nda, tapi Rav liat di meja makan cuma ada 3 mangkuk soto. Takut nya kalau Rav makan nanti bunda ga kebagian sotonya." Dada Rav terasa sangat sesak, mati matian ia menahan air matanya agar tidak runtuh.
"Terserah kamu deh, mau makan silahkan, enggak silahkan"
"Mungkin Rav nggak tau sayang, mungkin dia pikir kamu cuma buat 3 mangkuk, Rav ngga tau kalau aku udah makan duluan tadi." Jelas Ayah Rav.
Bang Wira berjalan ke arah dapur dan membawa 2 mangkuk soto untuk Rav dan dirinya.
"Nih, makan dulu. Gw juga makan kok" Bang Wira menyodorkan semangkuk soto kepada Rav.
"Hmhm" Sahut Rav singkat.
Bang Wira menatap Rav dengan tatapan sendu. Ia melihat Rav melamun dan tak lekas memakan soto itu.
Rav yang sadar dirinya sedang diperhatikan pun akhirnya menoleh ke arah Bang Wira.
"Makan" Ucap Bang Wira pelan.
"Makan duluan aja" Sahut Rav dengan suara lirih.
"Gw juga ga akan makan kalau lu ga makan" bang Wira menjauhkan mangkuk soto tersebut dari diri nya, seakan mengisyaratkan ia pun tak akan menyentuh soto itu jika adik nya tidak makan.
Hufftt...
Rav menghela nafas, berusaha menenangkan hatinya. Ia menggigit bibir dalamnya berusaha untuk tidak menangis."Gw mau makan soto ini bang, gw mau ngehargain masakan bunda, lagi pula gw suka banget sama soto. Tapi gatau kenapa dada gw rasa nya sesek banget denger bunda ngomong kaya tadi. Rasanya nelen kuah nya pun sesusah itu bang" Batin Rav.
Rav pun mulai memakan soto itu perlahan. Namun rasanya sangat sulit untuk menelannya.
"Gw suka banget soto, tapi kenapa kali ini rasanya hambar?" Batin Rav. Ia bertanya pada dirinya sendiri.
Tapi Rav tidak memperdulikan hal itu, ia tetap berusaha menyuapkan soto itu kedalam mulutnya. Meski dadanya terasa sesak, dan membuatnya sulit untuk menelan makanan tersebut.
Disela - sela aktivitas nya memakan soto, Rav merunduk. Ia menangis. Air mata yang mati matian ia tahan agar tidak runtuh, seakan memaksa untuk keluar dan membasahi pipi Rav. Rav menangis karena teringat ucapan dan perlakuan bunda kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Anak Kedua (RENJUN, WINWIN)
Fiksi PenggemarIni kisah tentang Ravindra Malik Ebrahim, si bungsu yang hidupnya dipenuhi rasa takut dan kegagalan. Rav takut kehilangan kasih sayang dari orangtuanya jika ia gagal mendapatkan apa yang orangtuanya inginkan. Rav hidup di dalam keluarga yang utuh n...