09; Menyerah

1.4K 128 4
                                    


Sepulang sekolah Naka bahkan tidak kembali ke apartement dirinya malah pergi ke rumah kakeknya dimana bundanya berada, sesampainya disana dirinya bertemu dengan penjaga rumah disana dan meminta ijin untuk bertemu dengan Yumna tapi tidak diberikan ijin. setelah itu dirinya mengeluarkan kertas dari dalam tasnya dan menuliskan beberapa kalimat, setelah itu dirinya memberikan kepada penjaga disana untuk diberikan kepada bundanya. "Pak saya titip ini ya untuk bunda, bilang saja dari saya. Terima kasih pak."

Naka melangkahkan kakinya dari area rumah megah itu dengan hati yang berdenyut nyeri, kedua matanya berkaca-kaca mengingat kalimat yang tertera di dalam surat. Tangan Naka menggenggam kunci itu dengan erat. Dirinya terkekeh kecil lalu setelah itu dirinya tertawa cukup kencang tetapi kedua matanya mengeluarkan air mata yang tidak disadari oleh Naka sendiri.

"Bunda sebegitu benci sama aku? bunda bahkan ngasih aku kunci ini, dan foto ayah? bunda suruh aku buat cari ayah? aku aja enggak tahu ayah bakal terima aku atau enggak kalo tahu aku anaknya. bunda sendiri aja udah enggak nerima aku apalagi ayah. bunda enggak akan kembali ke rumah kita? bunda pasti sakit ya tinggal sama aku? seharusnya aku sadar ya bun, kalo bunda enggak suka sama aku, tapi aku malah maksa buat lahir ke dunia ini dan bertahan sampai sebesar ini." Naka menangis di pinggir jalan, tidak perduli tatapan orang yang melihatnya seperti apa. "Kenapa aku enggak mati dari dulu ya bun? kalo sekarang aku mati, bunda bakal maafin aku kan? bunda akan hidup bahagia kan?"

Naka berlari mengitari kota dan pijakan terakhirnya yaitu di sebuah pantai yang sepi karena waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, tidak peduli dengan udara dingin, perut yang sudah berteriak untuk meminta diisi, atau tenggorokan yang sakit dan juga kaki yang terluka karena dirinya memilih untuk berlari tidak memakai alas kaki. tatapan itu kosong, dirinya mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar dari gelapnya laut malam itu. mengirimkannya kepada Haikal dan Maraka.

'Kal, kalo gue ikut sama air laut gimana ya? gue udah lama enggak pernah berenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Kal, kalo gue ikut sama air laut gimana ya? gue udah lama enggak pernah berenang. kira-kira gue tenggelem gak ya?'

'Bang lo lihat bulan dan bintang itu gak? kalo gue ikut gabung mereka, kira-kira gue bakal bersinar paling terang gak ya? bang gue ijin berenang malem ini ya, udah lama gue enggak pernah berenang.'

Setelah mengirimkan itu Naka menyimpan semua barang bawaannya, seperti tas sekolah, sepati dan juga ponselnya. kakinya ia langkahkan untuk mendekati bibir pantai dan membiarkan setengah tubuhnya terendam air laut yang dingin. Senyum merekah ketika merasa air sudah sampai ke batas dagunya.

Ponsel Naka terus berbunyi tertera nama Haikal disana. namun Naka tidak bisa mendengarnya karena malam ini Naka membiarkan dirinya kembali kalah dengan kepalanya yang berisik.

Sementara itu Haikal yang mendapatkan pesan tersebut langsung panik, dirinya tahu Naka adalah perenang yang hebat tapi itu dulu sebelum kejadian beberapa tahun yang lalu. Haikal mengambil jaketnya dan berlari menuju motornya yang diparkirkan tidak peduli teriakan Rafan dan juga Juan.

The Madness ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang