26; Bersekolah lagi

819 102 3
                                    


Malam ini sudah menunjukan pukul dua malam dan Naka belum juga memejamkan kedua matanya, kini dirinya tengah diam di halaman belakang sambil menatap bintang yang menghiasi langit malam yang cukup gelap. "Kalo gue jadi bintang, bisa gak ya jadi bintang yang paling bersinar disana. tapi siapa juga yang akan lihat bintang kalo gue jadi bintang nanti? enggak akan ada." Naka terkekeh lagi ketika berpikiran konyol seperti itu.

"Na lo belum tidur?" Tanya Rafan yang terlihat berjalan menghampirinya. terlihat sekali wajahnya yang bangun tidur, sepertinya Rafan terbangun dan berakhir disini bersamanya.

"Belum ngantuk gue."

Rafan mengangguk.

"Lo kenapa enggak tidur lagi? gue tahu ya lo pasti kebangun kan?"

"Iya gue haus, terus gue lihat lo disini sendiri yaudah gue samperin."

"Raf, lo enggak usah lagi ya ketemu sama bunda gue."

Tubuh Rafan menengah ketika mendengar perkataan Naka. "Na.."

"Gue tahu kok. gue tahu semuanya tentang tubuh gue, tentang lo yang selalu berusaha buat ketemu sama bunda gue. gue tahu, jangan lagi ya? cukup. kalo pun bunda mau kasih tanda tangannya di kertas persetujuan, gue enggak akan mau lakuin pengobatan apapun Raf."

"Na jangan gini.."

"Gue enggak punya alasan lagi Raf buat hidup. jadi buat siapa gue bertahan? disaat kedua orang tua gue selalu ngedoain gue buat mati, buat apa gue bertahan? iyakan? capek sendiri yang ada."

"Na lo enggak boleh ngomong gitu."

"Gue tahu kenapa kalian jadi protektif banget sama gue, gue tahu. karena gue sakit kan? kalo gue enggak sakit gimana Raf? gue tahu kok gue sakit kayak tante Daisy, nyokap lo. gue tahu, jadi buat apa gue berobat kan? akhirnya juga akan kalah."

"Na seenggaknya lo udah berusaha untuk sembuh, kita berdoa semoga ada keajaiban untuk  lo."

Naka terkekeh kecil. "Lucu lo."

"Na.."

"Udah sana lo masuk kamar, besok sekolah kan? gue juga besok mau sekolah lagi."

"Na lo?"

"Kenapa?"

Rafan menggeleng dan tidak beranjak sama sekali, dirinya masih betah duduk disamping Naka dan menatap wajah Naka sesekali. wajah Naka sedikit bersinar meski terlihat sekali sangat sayu dan juga pucat. "Na. gue sayang banget sama lo. lo udah gue anggap adik gue sendiri."

"Iya gue tahu, makasih ya Raf.."

Rafan hanya dapat menatap kepergian Naka yang masuk ke dalam rumah, tatapan Rafan sendu dirinya sangat takut jika Naka lebih memilih menyerah sebelum berjuang. Dirinya tidak ingin kehilangan lagi, luka saat kehilangan mamanya saja belum sembuh lalu sekarang dirinya dihadapkan dengan luka baru dimana teman sekaligus saudaranya menderita penyakit yang sama seperti mendiang mama nya. "Na, gue mohon lo harus bertahan. jangan nyerah Na.."

Keesokan harinya Maraka dan keenam saudaranya sudah berada di meja makan, akhir-akhir ini meja makan selalu diisi dengan lengkap oleh Maraka dan keenam saudaranya. biasanya meja makan hanya akan terisi dua sampai lima orang dan sisanya memilih untuk sarapan disekolah. 

"Bang, nanti gue pengen makan nasi goreng buatan lo ya?" Kata Juan kepada Naka yang masih betah menyuap menu makan paginya.

Naka mengangguk. "Besok gue buatin lo nasi goreng spesial."

Juan tersenyum lebar. "Makasih abangku sayang.."

Naka yang mendengar itu hanya terkekeh kecil mendengar perkataan Juan. dirinya selalu merasa bahagia ketika dirinya dibutuhkan oleh keenam saudaranya apalagi oleh Juan. Juan adalah adik yang paling ia sayangi, tapi bukan berarti dirinya tidak menyayangi Chandra, dirinya juga sangat menyayangi Chandra. tapi entah mengapa Naka merasa Juan itu terlihat lebih menggemaskan apalagi ketika kesal atau sedang bermain games bersama Haikal.

The Madness ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang