23; Diagnosis

1.4K 138 3
                                    


Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam dan Maraka masih betah untuk duduk di luar ruang rawat Naka, sekitar satu jam yang lalu dokter sudah selesai memeriksa keadaan Naka dan ternyata dokter itu ingin memberitahukan sesuatu tentang keadaan Naka kepada pihak keluarga, mengingat tidak ada yang dapat Maraka percaya dengan keluarga Naka, dirinya dengan senang hati untuk mengikuti dokter dan mendengarkan semua perkataan apa yang dokter katakan tentang keadaan Naka dan setelah mendengarkan penjelasan dokter Maraka hanya dapat termenung di depan ruang rawat Naka, semua ucapan dokter yang memberitahunya terus terngiang di kepalanya. dirinya sakit, ketika mendengarkan semua perkataan dokter yang telah memeriksa keadaan Naka.

"Na, jangan pergi kayak tante Daisy." Lirih Maraka sambil menyembunyikan kepalanya di antara lututnya yang ia tekuk. air matanya tidak berhenti sejak tadi.

Pukul sebelas malam terdengar suara beberapa orang berlarian ke arah Maraka yang masih betah terduduk di depan ruang rawat Naka. "Bang!"

Maraka mendonggakan kepalanya dan menatap dengan sendu ke arah kelima adiknya yang baru saja tiba, dirinya baru bisa memberi kabar kepada Chandra ketika anak itu terus menerus menghubunginya beberapa waktu yang lalu.

"Bang kenapa bisa ada disini? Naka gimana?" Haikal menanyakan itu dengan raut yang sangat khawatir.

Maraka menggeleng, dirinya tidak mampu untuk memberitahu perihal keadaan Naka kepada saudaranya yang lain. Jevan yang melihat Maraka terpukul langsung berjongkok di hadapan Maraka dan memeluk tubuh yang bergetar karena kembali menangis itu. "Bang, gak apa-apa. lo gak ngasih tau kita sekarang juga, pasti berat ya bang? bang Maraka pasti panik tadi. gak apa-apa bang. nanti aja ya, sekarang abang tenang dulu."

"Naka sakit kayak tante Daisy.."

Semuanya terdiam mematung ditempat mereka masing-masing, tidak menyangka dan tidak percaya dengan perkataan yang dikatakan oleh Maraka. Rafan menatap kosong lantai yang ia pijak, sejak beberapa hari yang lalu dirinya mendengar kabar Naka dirawat sebelumnya dirinya sudah takut akan hal ini terjadi, namun ternyata selama ini Naka menderita seperti mendiang ibunya.

"Bang lo kalo mau bercanda jangan kayak gini, enggak lucu sama sekali." Kata Haikal mencoba untuk menyangkal semua perkataan Maraka.

Maraka menggeleng. "Kal, gue juga masih punya otak buat hal ini jadi candaan, gue juga enggak mau semua ini terjadi, gue enggak mau. gue takut Naka berakhir kayak tante Daisy gue gak mau."

Juan menggelengkan kepalanya dengan air mata yang terus menetes sudah membasahi pipinya. "Enggak, bang Naka enggak mungkin pergi. dia sehat abang."

Chandra yang sedari tadi berdiri di samping Juan langsung memeluk anak itu dengan erat, dirinya tahu bahwa selain Haikal dan Jevan. Juan adalah salah satu yang sangat dekat dengan Naka, bahkan dulu Juan pernah bilang kepada Chandra jika anak itu tidak akan bisa hidup tanpa Naka. "Juan.."

Juan mengalihkan pandangannya ke arah Chandra sambil menangis. "Enggak kan Chan? bang Maraka bohong kan?"

Chandra tidak mampu menjawab ketika melihat sorot mata Juan yang terlihat sangat terluka. 

"Chandra jawab gue! bang Naka enggak sakit kan?!"

Chandra dengan terpaksa mengangguk. "Iya bang Naka enggak sakit, lo tenang ya? ada gue disini."

Sementara itu Jevan sudah jatuh terduduk di lantai sambil menyembunyikan wajahnya di antara lututnya, bahu Jevan bergetar menandakan jika dirinya menangis. Haikal yang melihat Jevan menangis seperti ini langsung memeluk Jevan. meski jauh di dalam hatinya dirinya pun merasakan sakit yang sama. "Jev.."

"Jangan..hiks..hiks..jangan..Naka.."

Haikal mengangguk. "Gue juga kalo bisa pengen bilang ke Tuhan jangan Naka yang selalu menderita, dia udah banyak sakitnya. kita bantu dia ya?"

"Bang Naka enggak akan kayak mamah kan?" Tanya Rafan kepada Maraka yang masih menatap satu persatu saudaranya yang menangis. perhatiannya teralihkan ketika Rafan bertanya seperti itu, bahkan Maraka sendiri tidak mampu menjawab pertanyaan Rafan, dirinya sangat ingin mengatakan jika Naka akan sembuh seperti semula, namun mengingat keadaan tantenya pada saat itu dirinya menjadi tidak yakin jika Naka dapat bertahan. dan kini Maraka pun bingung apa yang harus dirinya lakukan agar adik satu-satunya tidak selalu merasakan sakit, dan dirinya juga berpikir bagaimana caranya agar Yumna dapat percaya jika dirinya mengatakan keadaan Naka yang sebenarnya.

"Naka pasti sembuh, dia enggak akan kayak tante Daisy. Dokter salah periksa kayaknya. dia sehat." Kata Maraka dengan penuh keyakinan, itu jawaban yang diberikan oleh Maraka kepada Rafan. Sementara itu Rafan yang mendapatkan jawaban seperti itu hanya dapat terdiam dirinya sangat ingin percaya seperti Maraka jika Naka akan baik-baik saja. tapi jauh di dalam hatinya dirinya takut jika Naka akan berakhir seperti mamahnya.

Sementara itu Juan dan Chandra kini duduk di salah satu bangku taman rumah sakit, Chandra masih menenenangkan Juan yang masih terus terisak. Chandra tahu jika Juanlah yang sangat dekat dengan Naka, Juan yang sangat dimanja oleh Naka namun bukan berarti dirinya tidak dimanja oleh Naka, Chandra pun sama. Naka bukanlah orang yang bersikap tidak adil dalam memberikan kasih sayang.

"Ju, udah dong. lo gak boleh sedih terus. bang Naka pasti enggak akan suka lihat lo nangis terus." Kata Chandra sambil terus mengusap punggung Juan dengan lembut.

Juan hanya menundukan kepalanya dan tidak menjawab perkataan Chandra, dirinya hanya ketakutan jika Naka akan berakhir meninggalkannya segala pikiran buruk terus menghampirinya. "Chan, gimana kalo bang Naka kayak tante Daisy? enggak kan? bang Naka kuat kan ya?"

Chandra mengangguk. "Iya, bang Naka kuat dia enggak akan kalah sama sakitnya."

"Dulu waktu gue sakit flu bang Naka selalu manjain gue, selalu merhatiin gue, selalu ada disamping gue, selalu marahin gue, selalu buatin gue makanan. sekarang giliran gue kan ya? buat selalu ada di samping bang Naka?"

Chandra mengangguk. "Bukan cuma lo aja, sekarang giliran kita yang jaga bang Naka biar enggak kenapa-kenapa ya? kita berusaha buat bang Naka sembuh. kita bantu dengan doa, kita berdoa sama Tuhan supaya kasih kesehatan dan kesembuhan buat bang Naka."

Juan mengangguk. Setelah dirasa sedikit tenang Juan tersenyum penuh luka kepada Chandra dan Chandra pun membalas senyuman itu. "Kita bantu bang Naka."

Sedangkan Haikal dan Jevan kini berada di dalam ruang rawat Naka, setelah sebelumnya mereka berdua memaksa masuk kepada beberapa perwat dan juga dokter. Jevan masih betah memegang tangan Naka yang terasa dingin dan terus menatap wajah tenang Naka. "Na, lo kuat kan pasti? Lo sehat, Dokternya salah. gue yakin."

Haikal hanya mampu duduk di sisi lain ranjang pesakitan Naka sambil mengusap pelan helaian rambut yang menutupi kening Naka, dan beralih mengusap pelan pipi berisi Naka. "Lo capek ya? lo boleh istirahat tapi nanti bangun ya? jangan kelamaan tidurnya."

Jevan tiba-tiba saja terisak mengingat begitu banyak cobaan yang diterima oleh Naka selama ini. "Lo kuat Na. lo udah berhasil lewatin semuanya. Lo pasti bisa, lo enggak akan kayak tante Daisy, gue yakin. gue akan terus sama lo terus, gue bakal jadi kaki lo, gue bakal jadi tangan lo. gue enggak akan pernah ninggalin lo sendirian."

"Gue juga, gue bakal sama kayak Jevan kalo lo butuh gue buat jadi kaki dan tangan atau mata lo, gue mau. jangan merasa sendiri ya Na? setelah nanti lo bangun gue harap lo akan dapat kebahagiaan yang enggak ada habisnya."

Malam itu setelah mereka bersenang-senang di pasar malam, malam itu juga mereka mendapatkan kabar yang sangat tidak mengenakan tentang Naka.






02 Januari 2024

The Madness ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang