18; Salting

1K 120 6
                                    

Selama seminggu ini di apartement tempat mereka berkumpul sudah kembali seperti semula, meski masih ada tersisa kecanggungan antara Naka dan juga Jevan tapi setidaknya kini keduanya tidak saling menghidar seperti sebelumnya. lalu bagaimana dengan keadaan disekolah? untuk saat ini Naka bahkan berusaha untuk menjadi anak yang baik dan tidak bertemu dengan Yumna disekolah. jika ada acara untuk mengharuskan semua murid berkumpul Naka lebih memilih untuk tidak ikut atau memilih untuk berdiri di barisan paling belakang agar terhalang oleh murid yang lain. dalam arti lain, Naka berusaha untuk menjadi tidak terlihat dimata bundanya, meski jauh di dalam hatinya dirinya sangatlah rindu dengan bundanya.

Kembali ke keadaan di apartemen kini semua tengah berkumpul di ruang televisi melihat bagaimana Haikal dan Juan bertanding playstation. suasana menjadi sangat berisik, Jevan, Chandra dan Maraka memilih untuk ikut melihat Juan dan Haikal bermain playsation dan memanas-manasi Haikal yang sudah kalah beberapa kali oleh Juan, namun Haikal bersikeras untuk memenangkan pertandingan playstation ini karena hadiah yang ditawarkan oleh Maraka adalah motor yang sangat Haikal inginkan. bukannya dirinya tidak mampu untuk membeli motor tersebut, tapi ini rasa tidak ingin terkalahkannya kembali muncul.

"Kal lo bego tahu gak? lo udah empat kali kalah, udah terima aja motor bang Maraka buat Juan. bukan rejeki lo dapet motor itu." Kata Jevan yang sedari tadi berada di pihak Juan.

"Diem deh lo, berisik." Jawab Haikal yang tidak menolehkan kepalanya sama sekali ke arah Jevan, kedua matanya masih terfokus dengan layar besar dihadapannya yang menampilkan permainan yang tengah ia mainkan bersama Juan.

"Lagian lo bisa beli itu motor, kenapa lo kayak orang miskin banget sih."

"Lo harusnya paham  Jev, kapan lagi gue bisa porotin bang Maraka buat beliin gue motor itu."

Juan berteriak kencang ketika pertandingan kelima ini dirinya yang memenangkannya. "Gue menang, motor bang Maraka buat gue."

Haikal melemparkan stik play stationnya dengan kasar dan mendengus kesal. "Bang beliin gue juga dong."

Maraka terkekeh. "Lo kalah, motor gue resmi buat Juan."

"Ah lo, gak asik." Setelah itu Haikal menghentakan kakinya seperti anak kecil dan berjalan menuju dapur untuk menghampiri Naka dan juga Rafan yang masih membuat makanan untuk cemilan mereka malam ini.

"Idih lo jelek."

"Lo yang jelek." Haikal mengacungkan jari tengah ke arah Jevan sambil berlalu. Jevan yang puas melihat Haikal kesal itu terkekeh kecil.

Maraka mengambil bantal sofa dan memilih untuk memejamkan kedua matanya sebentar sambil menunggu makanan yang dibuat oleh Naka dan Rafan selesai. Entah mengapa hari ini sangatlah melelahkan untuk Maraka. padahal kegiatannya sama saja seperti sebelumnya, dirinya hanya berangkat sekolah saat pagi, mengikuti pembelajaran, lalu berkumpul bersama organisasi yang dipimpinnya dan berakhir berkumpul dengan para bocah kecil di apartement ini.

"Tidur aja bang, enar gue bangunin kalo makanannya udah jadi."

Maraka mengangguk dan mencoba menjelajahi alam mimpi.

"NAKA LO KENAPA?!"

Baru saja Maraka akan menyelami alam mimpi suara teriakan Haikal membangunkannya dan membuat dirinya harus berlari ke arah dapur dan melihat keadaan dapur yang sangat berantakan. "Kenapa? ada apa?"

Naka hanya menyengir. "Sorry bang gue jatuh."

Maraka menghela nafas lega, ia pikir terjadi sesuatu kepada Naka. tapi melihat wajah cengengesan adiknya Maraka hanya dapat tersenyum dan membantu Naka bangun dari posisinya. "Ayo bangun."

"Bentar bang, kaki gue kesemutan ini, lemes banget kayak jelly."

Maraka menyeritkan dahinya. "Lo sakit?"

Naka menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya. "Enggak, gue sehat. gue juga gak demam. cuma kakinya aja lagi kayak jelly."

Haikal menatap Naka dengan pandangan khawatir. "Dia jatuh tiba-tiba gue kaget bang."

Maraka memilih untuk menggendong Naka di punggungnya dengan bantuan Rafan yang sedari tadi terdiam masih mencerna keadaan Naka. "Tangan lo juga dari tadi tremor terus."

Maraka kini mengalihkan perhatiannya ke arah tangan Naka yang menggantung di depan lehernya dan benar saja tangan Naka terlihat bergetar. "Lo kecapean Kanaka."

Naka hanya terkekeh. "Iya bang kayaknya. Ayo bang gendong gue ke kamar."

"Dasar adek laknat."

Maraka melangkahkan kedua kakinya menuju ke kamar Naka. Setelah kepergian Maraka dan Naka kini tersisa kelima pemuda yang berbagi tugas untuk membersihkan kekacauan yang baru saja terjadi. "Kita delivery aja makanannya."

Lalu malam itu mereka memutuskan untuk memesan makan malam melalui aplikasi online.

Keesokan harinya kini sarapan sudah siap dan semua ini disiapkan oleh Naka yang sejak pukul tiga pagi tadi sudah bangun dan memilih untuk membersihkan ruangan televisi yang berantakan bekas semalam. satu persatu anak-anak keluar dari dalam kamar mereka masing-masing dan berkumpul di meja makan pagi ini.

"Lo nyiapin ini semua? lo bangun jam berapa?"

Naka mengangguk. "Jam tiga gue kebangun terus gak bisa tidur lagi. jadi yaudah gue masak sama sedikit beres-beres."

"Lo seharusnya istirahat Na, semalam tangan lo gemeter terus lo jatuh tiba-tiba."

"Iya abang Haikal."

Haikal terdiam merasa hatinya menghangat ketika mengdengar panggilan yang sangat ia sukai keluar dari dalam mulut Kanaka.

"Anjir muka lo merah, lo salting gara-gara Naka panggil lo abang?" Kata Rafan yang melihat Haikal sepertinya sangat senang ketika mendengar panggilan yang baru saja diucapkan oleh Naka.

"Anjir Kal salting lo jelek kayak cewek yang kemarin dibaikin Jevan di kantin."

"Diem ya lo." Kata Haikal sinis. Sedangkan itu Juan, Maraka, Chandra dan juga Jevan tertawa melihat wajah Haikal yang memerah karena malu.

"Na lo tanggung jawab ini kenapa muka gue merah gini."

"Dih, lo yang salting kenapa gue yang disalahin."

"Anjir ini gue kayaknya harus pesen tumpeng deh."

"Buat apa lo mesen tumpeng?"

"Naka manggil gue abang cuy, kapan lagi coba dia manggil gue sopan begitu."

"Lebay banget sih lo Kal."

Haikal bangkit dari duduknya dan mengusak dengan kasar rambut Naka yang sudah tertata rapi. "Anjing Haikal rambut gue berantakan."

"I love you too Na."

Rafan menggeleng tidak habis pikir dengan jawaban yang baru saja Haikal keluarkan. "Bener-bener sinting ini anak."

Seperti itulah pagi ini, terisi dengan candaan dan tingkah konyol dari Haikal. dan Maraka senang melihat Naka yang sudah kembali seperti semula meski didalam hatinya dirinya masih merasa khawatir dengan Naka yang mungkin bisa saja menyembunyikan perasaannya.









23 Oktober 2023

The Madness ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang