24; Tempat Baru

979 126 7
                                    


Sudah seminggu Naka dirawat dirumah sakit dan hari ini Naka memilih untuk pulang, meski pada awalnya dirinya dilarang untuk pulang tapi dengan jurus merengek kepada Maraka dirinya dapat pulang. Lagipula untuk apa dirawat di rumah sakit tidak nyaman sekali dirinya berlama-lama berdiam di rumah sakit, dirinya memang suka bermalas-malasan tapi jika itu di rumah sakit maka Naka akan menolaknya dengan keras, lebih baik dirinya bermalas-malasan di rumah daripada harus disini. Dalam perjalanan Naka hanya memperhatikan jalanan yang terlihat lebih ramai daripada biasanya. disampingnya ada Juan yang memang sejak Naka sadar dari pingsannya saat itu, Juan menjadi sangat lengket kepadanya. Naka sendiri pun tidak peduli, malah Naka sangat senang karena Juan kembali menempel kepadanya. Lalu ada Jevan dan juga Rafan. biasanya anak dua itu sangat jarang untuk bisa berkumpul seperti sekarang, tapi entah kenapa mereka berdua hari ini dapat datang.

"Bang nanti sampai rumah gue tidur sama lo ya?" Tanya Juan kepada Naka.

Naka menatap Juan dengan tatapan bingung. "Lo kenapa sih Ju? biasanya juga lo paling gak mau tidur sama gue."

"Ayolah bang, gue mau pendekatan lagi sama lo ini."

"Ya gue sih seneng-seneng aja lo deket sama gue, tapi kalo buat tidur enggak. lo punya kamar sendiri."

Juan cemberut mendengar jawaban Naka. "Lo kok gitu sih bang ke gue? gue adik kesayangan lo kan? lo pernah bilang ke gue. tapi buat tidur sama lo aja enggak boleh."

"Lah? kan lo sendiri yang waktu itu bilang enggak mau tidur sama gue soalnya gue kalo tidur gak mau diem."

Juan terdiam mendengar perkataan Naka, memang benar dirinya lah yang pertama menolak untuk tidak tidur bersama dengan Naka. tapi entah mengapa sekarang dirinya merasa sangat khawatir kepada Naka, setelah mendapatkan kabar jika kakaknya ini terkena penyakit seperti tantenya yang sudah lama meninggal membuat dirinya dilanda khawatir yang sangat besar.

Maraka yang tengah menyetir itu hanya terkekeh, dirinya tahu jika Juan sangat khawatir dengan keadaan Naka. tapi apa boleh buat.

"Loh bang ini bukan jalan mau ke apartement? lo ngapain bawa kita ke perumahan ini?" Tanya Haikal yang sejak tadi hanya diam dan duduk di samping Maraka yang tengah mengemudi.

"Nyokap gue beli rumah disini, terus kemarin dia bilang suruh gue tempatin bareng sama kalian, jadi yaudah. mulai hari ini kalian tinggal disini, anggap rumah kalian sendiri."

"Tante Vanya enggak kebanyakan rumah apa ya? bulan lalu juga bukannya dia beli rumah di Bali?"

Maraka mengangguk. "Yoi, gue denger dari ayah. Nyokap gue itu investasi dari sekarang. jadi nanti enggak takut miskin."

"Lawak lo. lo lupa kali ya bang? kakek enggak akan miskin. hartanya enggak akan habis buat cucunya, cicit sampai tujuh turunan sembilan tanjakan."

"Ya emang iya sih, cuma gak tau deh. terserah nyokap gue aja. yang penting uang buat gue enggak berhenti."

Mobil itu terparkir di garasi yang cukup luas dan mereka bertujuh turun masuk ke dalam  rumah mewah itu. "Kalian boleh pilih kamar masing-masing bebas, kecuali Naka. dia tidur di kamar bawah di samping kamar gue."

Naka menyeritkan alisnya. "Idih? kenapa gitu. curang kalo gitu, lo bilang bebas bisa milih kamar sendiri."

Maraka menggeleng. "Kecuali buat lo. gue udah nyiapin kamar khusus buat lo."

"Terserah deh bang, gue enggak akan bisa menang buat bantah lo."

"Tapi lo selalu menang kalo udah ngebujuk bang Maraka." Kata Rafan.

Naka mengangguk, menyetujui perkataan Rafan memang benar dirinya akan selalu kalah jika harus beragumen dengan Maraka tapi dirinya akan selalu menang jika membujuk Maraka.

The Madness ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang