enam

36.5K 2.5K 11
                                    




"Brengsek!"

Ketika Kaili kembali akan mendaratkan pukulan, Gabriel dengan sigap langsung menangkap kepalan tangan itu dan merematnya kasar. Kaili sontak meringis ketika jari-jarinya seakan remuk. "Lepaskan aku, sialan!" Lelaki lebih pendek itu menarik tangannya yang dicengkeram semakin kuat dan ketika terlepas, tubuhnya sedikit terdorong ke belakang.

Mata Kaili semakin berkilat marah seraya menatap pria di hadapannya nyalang. "Jadi kau yang melakukan semua ini?!"

Gabriel hanya diam dengan tidak mengalihkan pandangan sedikit pun dari Kaili. Mendapati respon itu terang saja membuat si mungil tambah murka.

"JAWAB AKU, BRENGSEK!"

Kini, keduanya persis seperti pasangan yang sedang bertengkar hebat.

"Aku menyukaimu."

Rahang Kaili terasa akan jatuh pada detik itu juga. Sorot mata yang awalnya berkobar marah, mendadak berganti bingung. Mulutnya seolah kembali kehilangan kata-kata.

Gabriel berjalan mendekat dan memainkan rambut Kaili yang berantakan dengan gerakan selembut kapas. "Kau menarik." Pria itu mengecup tulang selangka Kaili beberapa kali, sebelum kembali menegapkan tubuh dan mengusap pipi lelaki yang lebih pendek.

Kaili langsung menepis semua perlakuan itu seraya mundur beberapa langkah. Semua pujian yang sempat ia layangkan kepada pemilik universitas tempatnya berkuliah langsung sirna pada detik ini juga. Gabriel Williams tak ubahnya seperti pria tua mesum kurang ajar yang seolah tidak pernah dibelai.

"Jaga tanganmu! Terlepas dari statusmu, itu tidak akan membuatku takut untuk kembali menghajarmu sampai kau sendiri tidak bisa membedakan antara siang dan malam."

"Bukan kau, tapi aku." Gabriel menjawab sambil memasukkan tangannya ke saku celana. "Aku akan menidurimu sampai kau tidak sadar jika malam sudah berganti siang."

Kaili kembali mengepalkan kedua tangannya. Pria sialan itu ternyata sangat memuakkan. "Keluar! Pergi dari apartemenku sekarang!" usirnya terang-terangan. "Oh, tadi kau berkata jika 'tidak ada orang yang bisa menolakku?'" Kaili tersenyum mengejek. "Kau salah. Karena akulah orang yang menolak keberadaanmu. Sekarang, angkat kaki dari sini! Aku juga tidak peduli jika setelah ini kau akan mencabut beasiswaku, persetan dengan itu."

Kaili berniat untuk membuka pintu apartemennya, sebelum ia merasakan tubuhnya melayang dan terbanting di atas kasur. Lelaki itu menatap Gabriel yang sekarang berada di atasnya dengan wajah memerah karena amarah. Ketika kembali akan mengeluarkan sumpah serapah, lidahnya mendadak kelu saat menyadari sorot mata Gabriel yang tampak mengerikan.

"Tidak ada satu orang pun yang bisa menolakku, termasuk ...." Tangan Gabriel mulai terulur untuk mencengkeram leher Kaili. "Kau."

Kaili melotot ketika pasokan udaranya semakin menipis. Dia menatap tak percaya pada pria di atasnya yang seolah ingin membunuhnya. Mata sipitnya perlahan memerah ketika sebuah pemikiran muncul dan mengatakan jika ini adalah detik-detik terakhirnya bisa melihat dunia.

Tidak. Dia tidak ingin mati secepat ini.

Kaili berusaha mendorong tangan Gabriel. Kepala lelaki itu menggeleng histeris ketika merasa dadanya bertambah sesak. Mata sipit itu kian memburam seiring dengan pergerakannya mulai melemah dan ketika itu juga, Gabriel melepaskan cengkeramannya.

Kaili langsung terbatuk dan menghirup udara se-serakah mungkin. Dadanya naik turun dengan cepat seiring dengan bulir-bulir keringat muncul memenuhi leher dan dahi.

Gabriel menyeringai ketika melihat kekacauan yang diperbuatnya. Pria itu menarik lengan kemeja hingga batas siku, sebelum bangkit dan berdiri di sisi kasur. "Aku akan menjadikanmu sebagai milikku."

Crazy Obsession [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang