dua puluh sembilan

21K 1.8K 99
                                    




Jam berganti hari dan hari berganti minggu. Waktu berlalu dengan begitu cepat dan semakin ke sini, rasa sayang Kaili kepada janin yang tengah dikandungnya pun semakin menguat. Tiada hari tanpa dirinya mengusap perut buncitnya dengan sayang. Persis seperti yang dilakukannya sekarang.

Memasuki bulan kelima kehamilan, tubuh Kaili mulai kontras jika dibandingkan dengan satu bulan lalu. Beberapa pakaiannya pun tidak muat lagi untuk menampung tubuhnya yang semakin menggemuk. Meskipun begitu, dia memilih untuk tidak ambil pusing. Toh, dirinya percaya saat sudah melahirkan nanti, pasti tubuhnya akan kembali seperti semula.

Siang ini, Kaili tengah duduk di kursi balkon seraya memegang kaos kaki bayi yang ia rajut selama hampir satu minggu.

"Manis sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Manis sekali." Kaili tersenyum ketika membayangkan betapa lucu anaknya kelak ketika memakai kaos kaki mungil ini. Ia lalu merapikan peralatan rajutnya untuk kembali dimasukkan ke dalam kotak persegi panjang.

Setelahnya, dia bangkit dan kembali ke kamar, tak lupa menutup pintu balkon. Kaili menaruh kaos kaki hasil rajutannya ke dalam kotak persegi kecil lalu ia simpan di laci. Setidaknya, ia berniat untuk memberikan kenang-kenangan pada sang anak kelak ketika lahir.

Kaili menoleh pada jam dinding dan baru sadar jika waktu telah menunjukkan pukul dua siang dan dia belum tidur siang. Beberapa hari belakangan, dia merasa tubuhnya sangat lemas saat malam hari ketika dirinya tidak tidur siang. Untuk itulah, dia selalu melakukan meditasi terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk memejamkan mata, itu cukup membantu dirinya agar tidak mendapatkan mimpi buruk lagi.

Merasa jika beberapa minggu ini dia tidak bermimpi aneh, membuat lelaki berambut hitam itu langsung naik ke kasur dan bersiap untuk tidur. Saat kepalanya menyentuh bantal, rasa kantuk Kaili perlahan mulai datang dan sepuluh menit kemudian, suara dengkuran halus terdengar samar.

****


Kepala pelayan berjalan menghampiri salah satu pelayan yang sedang mengaduk sup untuk makan malam. Setelah membicarakan sesuatu dengan seorang bodyguard, kepala pelayan itu baru sadar jika Tuan Kaili tak kunjung turun untuk memakan camilannya seperti biasa. Dengan perasaan bingung dan sedikit khawatir, ia memilih untuk membawakan beberapa camilan—sesuai rekomendasi dokter, untuk tuan mudanya.

"Maaf, Bibi. Aku tidak sadar jika Tuan Kaili belum juga turun." Seorang pelayan menuang buah-buahan kering ke dalam mangkuk dengan gerakan terburu-buru.

Si kepala pelayan hanya menghela napas dan bergumam, "Tidak apa-apa."

Setelah siap, wanita berusia hampir kepala lima itu membawa nampan menuju lantai dua, tempat kamar Kaili berada.

"Permisi, Tuan Kaili. Saya membawakan camilan untuk anda." Si kepala pelayan mengetuk beberapa kali pintu kamar. Ketika tak kunjung dibuka, wanita itu memilih menaruh nampan di depan pintu. Tentu itu ia lakukan karena dirinya tidak memiliki keberanian untuk sekedar membuka pintu dan melihat apakah tuannya benar sedang berada di dalam kamar atau tidak. "Saya menaruh camilannya di depan pintu, Tuan." Setelah itu, kepala pelayan langsung pergi untuk melanjutkan pekerjaannya kembali. Tanpa tahu jika Kaili sekarang sedang duduk di atas kasur seraya mendekap kaos kaki hasil rajutannya dengan tatapan kosong.

Crazy Obsession [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang