Kaili terbangun dengan rasa mual yang luar biasa. Merasa tubuhnya semakin lemas membuat cengkeramannya di sisi wastafel semakin menguat. Menit demi menit berlalu dan rasa mualnya tak kunjung berhenti. Ia memutar keran wastafel dengan gerakan pelan dan setelah membersihkan bekas muntahan, ia berbalik menuju kloset dan kembali muntah di sana dengan posisi tubuh bersimpuh. Dia bahkan tidak memiliki kekuatan lagi untuk sekedar berdiri.
"To-tolong, jangan buat aku tersiksa seperti ini...." bisiknya sangat pelan. Tak berselang lama, rasa mualnya kembali meningkat yang tanpa sadar hal itu membuat Kaili menangis terisak karena tersiksa.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara pelayan memanggil nama Kaili dan karena tidak lagi memiliki tenaga, lelaki itu beringsut untuk mengambil sebuah pot mini yang kebetulan berada di dekatnya. Lantas pot mini itu sengaja ia lempar ke dinding dan menghasilkan bunyi yang cukup nyaring. Mendengar suara itu, pintu kamar mandi langsung terbuka dan setelahnya masuk dua orang pelayan dengan raut wajah panik.
"Cepat panggil bodyguard dan telepon dokter sekarang!"
Seorang pelayan berlari keluar dan tak berselang lama ia kembali masuk dengan seorang bodyguard. Bodyguard itu langsung menggendong Kaili yang sudah menutup mata, entah karena pingsan atau sudah kehabisan tenaga, dan membaringkannya di ranjang.
"Kepala pelayan sudah menelepon dokter," ujar seorang pelayan kepada rekannya yang sedang menyelimuti Kaili.
Setelahnya, kedua pelayan itu saling diam sebelum salah satu di antara keduanya kembali membuka suara. "Apa kita harus memberitahu Tuan Gabriel?" Yang pertanyaan itu langsung dijawab dengan anggukan.
"Tapi sepertinya Tuan besar masih berada di pesawat dan jika nekat menelepon sekarang pasti tidak akan dijawab."
"Aku akan memberitahu kepala pelayan dan biarkan beliau yang mengurusnya." Pelayan yang berkata barusan kembali keluar menuju dapur, tempat kepala pelayan sekarang berada.
Tiga puluh menit kemudian, seorang dokter wanita berjalan masuk, setelah sebelumnya mengetuk pintu, untuk memeriksa Kaili yang masih memejamkan mata.
"Dia sedang hamil?" Dokter itu bertanya kepada seorang pelayan yang sejak tadi berdiri di sebelahnya.
Si pelayan mengangguk. "Iya, Dokter."
Dokter itu kembali memeriksa denyut nadi serta tekanan darah lalu mulai menuliskan resep di secarik kertas. "Tekanan darahnya sangat rendah dan untuk kandungannya, lebih baik dia dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dia juga tidak boleh stres dan wajib makan makanan yang bergizi." Wanita berjas putih itu lalu menyerahkan kertas resep kepada salah satu pelayan.
Mereka yang ada di kamar itu mengangguk bersamaan dan beberapa memilih keluar untuk melanjutkan pekerjaan serta mengantar dokter ke teras. Kini tersisa dua orang di sana, yaitu kepala pelayan dan seorang pelayan yang sejak tadi menemani Kaili.
"Bibi, apa kau sudah menghubungi Tuan Gabriel?"
Kepala pelayan mengangguk kecil seraya mengambil ponselnya dari kantung celemek dan ketika layar menyala, sorot matanya langsung berubah dan dia kembali menatap wanita di sebelahnya. "Tuan Gabriel menelepon."
****
"Tuan, maaf sebelumnya jika saya lancang, tapi Tuan tidak bisa membatalkan meeting ini karena masa depan project yang sedang Tuan kerjakan bergantung pada pertemuan nanti malam." Abigail mati-matian menahan agar bos arrogant-nya itu tidak berbalik masuk ke pesawat dan kembali ke New York.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Obsession [✓]
Romance[BL] [MPREG] [Tersedia versi ebook] "To-tolong aku!" "Ada apa? Kau kenapa?" "Pria sialan itu menculikku lalu menjadikan aku sebagai tawanan. Dia memborgolku dan--" Kaili langsung terdiam seraya memejamkan mata ketika cipratan darah mengenai wajahn...