delapan

33.2K 2.3K 23
                                    





Satu minggu berlalu sejak penyekapan Kaili. Leher lelaki itu kini sudah tidak dirantai lagi. Tepatnya, dua hari yang lalu ketika seorang pelayan yang setiap hari mengantarkan makanan, tiba-tiba masuk dan menjauhkan benda sialan itu. Meskipun masih terkurung di dalam kamar, setidaknya Kaili agak lebih bebas sekarang.

Dan kini, Kaili sedang duduk di ranjang seraya membaca buku sejarah. Kebiasaan baru itu lahir ketika dia benar-benar berada di fase yang sangat membosankan mengingat Gabriel sama sekali tidak menaruh TV ataupun ponsel seolah sengaja membuatnya diputus dari dunia luar.

Fokus Kaili terbagi ketika mendengar pintu kamar terbuka. Ia mendongak dan seorang pelayan masuk seraya membawa nampan. Pelayan wanita itu menyunggingkan senyum kecil lalu meletakkan benda di tangannya tepat di depan Kaili.

"Apa Gabriel sudah pergi?"

Persetan dengan sopan santun karena memanggil pria yang delapan tahun lebih tua tanpa embel-embel kesopanan. Kaili jelas tidak peduli.

Pelayan itu mengangguk. "Tuan sudah berangkat sekitar setengah jam yang lalu." Wanita itu menundukkan sedikit badannya lalu melangkah pergi.

Kaili mendengus dan mulai menyantap sarapannya. Lelaki itu tidak berniat untuk melanjutkan aksi mogok makan, karena ia tidak ingin mati sebelum memastikan jasad si Gabriel sialan tenggelam di dalam danau. Bibirnya tertarik membentuk senyum puas ketika mengecap rasa gurih dari kuah sop. Kaili yakin jika berat badannya sudah bertambah dan dia sangat berharap semoga di ending, tubuh panasnya tidak berubah seperti babi.

"Ahh~ kenyangnya." Kaili mendesah puas seraya menepuk perutnya. Ia membereskan peralatan makan lalu menaruhnya di samping pintu, karena satu jam setelahnya, pelayan akan kembali datang untuk mengambil nampan itu.

Ketika perut sudah terisi tentu membuat otak akan bekerja lebih cepat. Begitupun dengan otak Kaili yang kini sedang merencanakan agar bisa kabur dari tempat terkutuk ini. Lelaki itu bangkit dan berjalan menuju balkon. Sebelumnya, ia pernah berencana untuk kabur melalui balkon tetapi ketika melihat ke bawah, sontak tubuhnya langsung bergidik. Karena tepat di bawah balkon kamar tempatnya disekap, terdapat puluhan atau mungkin ratusan tumbuhan kaktus yang ketika Kaili nekat melompat maka dipastikan tubuhnya akan mendarat tepat di atas tanaman berduri itu.

Mata Kaili teralih menatap ke sekeliling mansion dan sejauh memandang, ia tidak menemukan apapun selain pepohonan yang tinggi menjulang. Itu membuatnya berpikir jika lokasi penyekapannya berada di tengah hutan. Belum lagi ia melihat beberapa bodyguard sering berlalu-lalang di bawah sana yang membuat rencana kaburnya tidak kunjung terealisasikan.

"Aku berharap ada pemburu datang dan menembak kepala si Gabriel sialan itu." Sekarang, hidup Kaili terasa kurang jika dalam sehari ia tidak mengumpati pria yang menyekapnya. Hingga, pandangannya terpaku pada satu titik dan sebuah ide mendadak muncul yang membuatnya sangat ingin mencoba. Ia berharap semoga gerbang sialan itu tidak terkunci.

"Aku akan mencobanya ketika makan siang nanti," putus Kaili sebelum kembali bergelung di atas ranjang.

•~•

Waktu makan siang pun tiba dan kini, Kaili sedang mondar-mandir seraya menunggu pintu kamar itu diketuk. Ia melihat jam dinding dan tersadar jika makan siangnya kali ini terlambat sepuluh menit dari biasanya.

"Aishh, apa mereka akan membiarkanku kelaparan? Oh atau si brengsek Gabriel itu sudah bangkrut hingga tidak mampu menampungku lagi? Itu sangat bagus karena pria baj——" Ocehan Kaili terhenti ketika mendengar ketukan di balik pintu. Setelahnya, seorang pelayan yang sama berjalan masuk dengan kepala menunduk.

Crazy Obsession [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang