tiga puluh satu

22.2K 1.8K 191
                                    


Rahang Gabriel mengetat kuat. Tak berselang lama, dia tertawa miris akibat rasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya tadi. Jika Gabriel lupa tentang kondisi Kaili yang tengah mengandung anaknya, dia mungkin sudah mencekik lelaki itu kuat dan membunuhnya sekarang juga.

"Masih berani mengelak, hm?" Gabriel berjalan maju seraya mengepalkan kedua tangannya akibat amarah yang semakin membara. "Kau bertingkah seolah sudah menerima dan menyayanginya. Akting-mu benar-benar luar biasa, Kaili, aku sangat kagum." Gabriel seolah sengaja mempermainkan kondisi emosional Kaili yang hal itu sukses membuat lawan bicaranya mulai naik pitam.

"Aku tidak ber-akting. Atas hak apa kau berani menuduhku seperti itu?!" Meskipun rasa takutnya masih tertinggal, Kaili berusaha membela diri. Toh, dia tidak salah. Dia akan mengaku salah jika dirinya memang salah.

"Masih berusaha mengelak lagi?" Gabriel mengulang pertanyaannya. Dominan itu lantas mencengkeram rahang Kaili hingga membuat si empunya mendongak. "Jika kau memang menyayanginya lalu KENAPA KAU MENCARI DAFTAR MAKANAN YANG BISA MEMBAHAYAKAN JANIN DAN MENYEBABKAN KEGUGURAN?!" Gabriel kelepasan berteriak akibat tidak mampu lagi menahan amarahnya.

Kaili memegang tangan Gabriel yang tengah mencengkeram dagunya dan berusaha untuk menyingkirkannya. "Ka—kau salah paham, G—Gabriel!" Kaili menjawab dengan susah payah.

Bukannya lepas, cengkeraman itu semakin menguat yang membuat Kaili meringis ketika merasa dagunya seolah akan hancur di tangan Gabriel. "Kumohon, G—Gabriel! Ini sakit." Mata Kaili memerah akibat rasa sakit yang tidak sanggup lagi ia tahan.

"Jadi, ini penyebab kau fokus pada ponselmu tadi?" tanya Gabriel yang sepertinya sudah termakan oleh asumsi-asumsi yang ia buat sendiri. "Karena daftar makanan itu tidak akan ditemukan di sini, akhirnya kau ke kamar mandi dan berharap terpeleset supaya anakku luruh dan mati?"

"CUKUP, GABRIEL! BERHENTI!" Dengan sekuat tenaga, Kaili menepis tangan Gabriel dan berhasil, meskipun telapak tangannya terasa akan patah serta sangat nyeri. Matanya semakin memanas, bukan karena rasa sakit melainkan rasa tak percaya atas tuduhan demi tuduhan yang dilayangkan Gabriel.

Sesuai dugaannya jika Gabriel memang sudah 'melihatnya' sebagai manusia paling antagonis di muka bumi.

"Kau bahkan tidak membiarkanku untuk menjelaskan. INI SEMUA ADA ALASANNYA, GABRIEL." Sedetik kemudian, Gabriel tertawa seolah Kaili baru saja melontarkan sebuah lelucon yang sangat menggelitik perut. Belum sempat Kaili melanjutkan ucapannya, Gabriel tiba-tiba berbalik keluar dan tak berselang lama, pria itu kembali dengan membawa sebuah map dan tanpa pikir panjang, ia langsung melempar map berisi surat perjanjian itu tepat di wajah Kaili.

Map berwarna merah itu terbuka dan memperlihatkan sebuah surat resmi. Kaili menunduk lalu membacanya sekilas. Air matanya berdesak-desakan keluar hingga jatuh mengenai surat itu.

"Sesuai keinginanmu. Setelah kau melahirkannya, kau tidak akan pernah berurusan lagi denganku dan begitupun sebaliknya." Gabriel seolah tidak memiliki kekuatan lagi. Terakhir, saat akan melangkah pergi, dominan itu mengucapkan sesuatu yang membuat Kaili semakin terpukul.

"Aku menyesal membiarkan anakku tumbuh di perutmu. Jika dia tidak berarti untukku, aku lebih memilih membunuhnya daripada membiarkannya tersiksa di sana." Setelahnya, Gabriel pergi dan tidak terlihat lagi sampai keesokan hari.

****


Kaili kembali terbangun dengan keringat yang membasahi piyamanya. Ia melirik jam yang baru menunjukkan pukul dua malam. Semalam ini, dia bahkan sudah terbangun sebanyak tiga kali. Pertama di jam sebelas malam, lalu jam setengah satu dini hari, dan sekarang jam dua pagi. Kaili bangkit dan duduk di kasur. Tatapannya menyorot pada sofa, tempat yang selalu Gabriel tuju ketika masuk ke kamarnya. Dan setelah Gabriel mengamuk lalu pergi, dominan itu belum juga kembali sampai sekarang. Kaili juga mendadak ragu apakah dia harus melanjutkan rencananya untuk merayakan ulang tahun pria itu. Sedetik kemudian, Kaili melotot ketika teringat sesuatu. Dia meraih ponselnya dan membuka kalender.

Crazy Obsession [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang